Arabelle

1206 Kata
Tak lama, Anton pun tiba di ruangannya, dan Xavier pun segera menyuruhnya untuk duduk di sofa, begitu pun juga dengan dirinya yang duduk didekat Anton dan bersiap akan membahas pasal gadis itu. "Ada apa ya, Pak?" "Saya ingin kamu segera mempercepat proses gadis ini," ucapnya seraya menyerahkan berkas Xena pada Anton. ***** Pukul 15:00. seluruh teman-teman Tania segera pulang, yang bersamaan dengan Arabelle yang baru pulang sekolah. Gadis cantik itu memberikan senyuman manis pada mereka semua. Lalu segera berjalan menuju sang Mamah. “Mamah mengadakan arisan?” tanya Arbabrelle. Tania mengangguk. "Bukannya Papah sudah bilang kalau untuk saat ini, Mamah jangan ikut arisan dulu, Mah.” “Ara, kamu dengar baik-baik ya sayang. Ini investasi emas Nak. Jadi, kalau Mamah menang, kan bisa buat keluarga kita juga,” “Ya tapikan Mah ....” “Ara. Sudah, kamu masuk sana, salin terus makan ya.” ucap Tania yang memotong perkataan sag an2ak, lalu langsung pergi begitu saja. Arabelle hanya menggeleng, bingung dengan sifat sang Mamah yang selalu memikirkan harta dan kekayaan. “Kak Xena,” panggil Arabelle yang tak jauh darinya. Gadis itu mengagguk ia pun berjalan mendekati sepupunya itu. “Kak, Ara boleh minta tolong nggak sama Kakak?” “Kamu mau minta tolong apa? Selagi Kakak bisa bantu pasti akan kakak bantu,” “Eum, Ara sedang ada tugas sekolah, melukis tentang mahluk hidup contohnya seperti hewan atau tumbuhan gitu. Nah ... Kakak kan tahu, Ara nggak bisa ngelukis, jadi boleh ya, Ara minta ajarin Kakak buat ngelukis,” Xena terseyum manis. “Ya tentu boleh dong Ara. Memangnya tugasnya mau dikumpul kapan?” “Sebenarnya itu praktek Kak, dan itu dua hari lagi, tapikan karena Ara belum bisa. Maka dari itu Ara mau minta bantuan Kak Xena untuk ajarin Ara melukis.” “Okeh, kalau begitu sekarbang aja gimana? Kamu sudah punya bahan-bahannya kan?” Arabelle pun langsung mengangguk dan memberikan senyuman lebar diwajahnya, ia sangat senang dengan jawaban Xena yang seperti ini, terlihat bahwa ia sangat bahagia dan ceria seperti dulu lagi. “Iya Kak, Ara ada kok bahan-bahannya. Tapi Ara ganti baju dulu ya.” ujarnya yang langsung dianggukan oleh Xena. ***** Di ruangannya. Ardi tengah memikirkan pasal berkas yang ia baca tadi. “Xena. Apa benar itu tadi berkas lamaran dari Xena, tapi dilihat dari namanya, sepertinya itu memang benar milik Xena.” Ardi bingung ia memijat keningnya sekilas lalu menghela napasnya sejenak. 'Jika memang benar Xena melamar pekerjaan disini, lalu diterima. Maka aku harus memberitahu pada Xena bahwa ia harus menyembunyikan identitas aslinya, kalau sebenarnya ia mempunyai sebuah trauma akan masalalunya dulu. Karena kalau sampai seruruh kantor ini tahu. maka kemungkinan besar pelaku dari pembantaian tersebut akan mencari keberadaan Xena.' batinnya. “Iya, pulang nanti, aku akan bertanya langung pada Xena.” monolongnya. ***** Di ruangan Xavier, ia tengah berbicang dengan Anton pasal Xena. "Maksud Bapak, segera mempercepat proses gadis ini, untuk apa, Pak?" Tanya Anton. “Hubungi wanita itu sekarang, dan bilang padanya bahwa besok dia akan dinterview.” Jelas perkataan atasanya ini membuat bingung Anton, karena tidak seperti biasanya bosnya ini menangani pasal penerimaan karyawan seperti ini apalagi berkas tersebut adalah lamaran untuk karyawan ‘OB’. “Kenapa kamu bengong?” Pertanyaan Xavier, membuat Anton pun tersadar dan kembali fokus pada bosanya ini. “Em, tidak Pak. Saya hanya bingung saja, Pak. inikan berkas lamaran untuk OB, tidak seperti biasanya Bapak mengurusi pasal lamaran yang seperti ini.” “Sudahlah, kamu tidak usah banyak tanya, lebih baik kamu kerjakan apa yang saya perintahkan.” tegasnya. "Maaf, Pak. Sebelumnya. Tapi saya harus dari awal Pak, menangani prosesnya. Sedangkan gadis ini baru ini dua menaruh lamarannya." "Jadi kamu ingin membantah perintah saya?" Anton terkejut dan langsung mengangguk. "Em, Baik Pak. Kalau begitu saya permisi." Ia pun segera keluar dari ruangan itu. Xavier menghela napasnya sejenak, tiba-tiba Lucas masuk dan membuatnya pun kembali fokus. “Ada apa Lucas?” Lucas terdiam sejenak, ia mengatur napasnya yang akan memberitahu pasal Jovita. “Lucas?” Lucas pun langsung tersadar dan melihat bosnya. “Eum, ini tentang ... Jovita, Pak.” Keningnya langsung berkerut. “Ada apa lagi dengan dia?” ***** Di kamar Arabelle, mereka tengah menyiapkan perlengkapan untuk melukis. Kertas kanvas berukuran besar, serta cat warna yang lengkap dan tak lupa juga pensil untuk menggambar pola yang akan mereka lukis nantinya, sudah disiapkan oleh Arebelle. “Bahan-bahannya sudah lengkap kan Kak?” Xena memerhatikan lagi bahan-bahan tersebut seraya berpikir apa lagi yang mereka butuhkan. “Eum, sepertinya semuanya sudah lengkap,” “Jadi gimana Kak, apa kita mulai sekarang melukisnya?” Xena mengangguk seraya tersenyum. “Boleh. Kalau begitu kamu mau melukis apa?” Pandangan Arabelle melihat kearah atas, ia memikirkan mahluk hidup seperti apa yang akan ia lukis. Ara kembali melihat Xena, ia menggeleng karena bingung dengan apa yang akan dilukisnya, kabrena Ara memang tidak punya bakat melukis seperti Xena. “Ara nggak tahu Kak, Ara bingung.” “Eum ... bagaimana kalau gambar bunga?” tanya Xena memberi saran. Arabelle memetikkan jarinya. “Ide bagus tuh Kak. Boleh juga, gimana kalau kita lukis bunga mawar aja. Kakak bisa kan?” Xena mengangguk. “Boleh, kita buat dulu polanya menggunakan pensil ya.” “Yaudah, kalau gitu ajarin Ara ya Kak.” ucapnya yang langsung dianggukan oleh Xena. Xena pun mulai menggambar pola bunga mawab di kanvas itu menggunakan pensil, sedangkan Ara pun mulai mengikutinya di kanvas yang satunya. Jari-jemari lentik milik Xena menari indah diatas kanvas tersebut, sungguh melukis adalah kesukaanya, sudah lama sekali pula ia tidak pernah melukis. Tak lama, Xena pun telah selesai menggambar pola bunga mawar itu lalu ia memandanginya dengan senyuman manis diwajah cantiknya. “Wah ... punya Kakak bagus banget, punya Ara kenapa sepertibenang kusut begini,” keluhnya. Xena melihat kearah pola yang dibuat oleh Ababrelle. ia tertawa kecil dan memang milik Aba seperti benang kusut yang tak beraturan. Xena menaruh kanvas miliknya lalu mengambil kanvas milik Ara dan mengganti lembar kertas itu dengan yang baru. “Yaudah, sini Kakak ajarin ya.” ucapnya dengan lembut. Kring ... Kring .... Suara telpon rumah yang berdering membuat atensi mereka pun terlaihkan dan saling melihat satu sama lain. “Sepertinya itu suara telpon rumah Kak,” ucap Ara yang langsung dianggukan oleh Xena. “Yasudah, kamu tunggu sini biar Kakak saja yang angkat ya.” Xena pun langsung keluar dari kamar dan segera menujuke ruang tengah lalu mengangkatnya. “Hallo,” “Hallo, apakah benar ini nomor telpon milik Aurelia Xena?” “Eum iya benar saya sendiri. Maaf anda siapa ya dan ada keperluan apa?” “Saya Anton, kepala HRD di Perusaahan. PT. Good Property. Saya ingin memberitahu kalau besok pagi anda datang kesini untuk interview pasal pekerjaan yang anda lamar.” Xena terdiam sejenak. Sungguh, ia tak percaya kalau ternyata berkas yang baru taruh tadi pagi, bisa mendapatkan respon secepat ini. “Jadi bagaiamana? Besok pagi anda bisa datang kesini?” Xenalangsung tersadar dan segera menjawabnya. “Iya-iya saya bisa.” “Baik kalau begitu terima kasih, dan selamat sore.” “Iya, selamat sore.” Xena pun menutup telpon tersebut. Ia masih melongo, karena tak percaya dengan kabar yang baru saja ia terima kalau dirinya besok sudah bisa interview di perusahaan tersebut. 'Hah? Secepat ini. Bukankah biasanya harus menunggu lama.' batinnya. Konfirmasi
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN