Sarapan kali ini suasananya sedikit mencair.. entah kenapa Dimas tidak merasakan aura tekanan yang biasanya, dari orang tuanya untuk merubah penampilannya.
Danu dan mitya pagi ini terlihat berpakaian formal elegan dan rapih. Dimas merasa ada yang salah. tapi dia terlalu malas untuk menanyakannya. Setiap hari suasananya pasti canggung seperti ini, bahkan jika ada tamu pun, mereka tidak akan menyadari jika Dimas adalah putra tunggal mereka.
"Dimas ceritakan apa yang kau lihat dari aqila" tiba-tiba mitya bertanya dengan senyuman manis. Dimas tidak jadi menyantap makanan dan melihat ibunya dengan keheranan. Ibunya biasanya tidak tersenyum selembut ini..
"Yah dia cantik dan menarik, itu saja." Jawab Dimas apa adanya. Mitya tidak puas dengan jawaban itu, "kau tau tidak? Latar belakang dan status keluarganya?" Mitya bertanya lagi.
"Itu tidak penting ibu, apa ayah menikahi ibu karena melihat status keluarga? Jika iya, aku merasa hina telah terlahir di dunia." Memang sedikit kurang ajar Dimas berkata sedemikan. Tapi status sosial seseorang bukanlah jaminan dia wanita yang baik atau tidak.
Mitya terdiam , dia menusuk daging soto nya memakan dan mengunyahnya. Laku sedikit menghentakkan garpunya ke meja. "Maaf aku terlalu kasar tadi ibu, aku tidak bermaksud..." Dimas melihat ayahnya, Danu meliriknya tajam karena Dimas membuat ibunya ngambek, dan jika Mitya ngambek, sangat susah untuk dirayu.
"Ekhem. Jadi.. siapa wanita yang akan kalian jodohkan denganku?" Dimas berusaha mencair kan Suasana. Tapi pertanyaan itu tidak dijawab oleh mereka. "Kau tidak perlu memikirkannya, Minggu depan nanti kau bisa lihat sendiri, dia putri dari salah satu keluarga kelas atas, yang memonopoli dunia. Hanya orang tertentu yang bisa bertemu dengan mereka, kau tau betapa susahnya ayah mendapatkan koneksi ini...."
Danu selesai dengan makanannya, setalah selesai makan. Kebiasaan orang kaya adalah membalikkan sendok & garpu nya kebawah. Lalu mengelap mulutnya dengan tisu. Dimas tidak pernah melakukan itu, dia selalu membawa gelas & piring kotornya ke wastafel. Dan mencucinya sendiri....
Danu dan mitya hanya bisa pasrah, lagipula itu semua adalah ajaran mendiang kakeknya.. "hei anakku yang tampan. Minggu depan kau harus memakai pakaian yang rapih yah? Ibu gak mau menurunkan harga diri didepan keluarga calon istri mu nanti" mitya meminum air putih...
"Siap ibu...." Jawab Dimas dengan santai, mitya mendekati Dimas dan membawanya ke depan cermin besar di ruangan itu. "Lihatlah sayang, kau itu ganteng, meskipun Indonesian banget.. bersikap sederhana itu boleh, bergaya apa adanya itu bagus, tapi kali ini.. yang kita temui bukan keluarga kaleng-kaleng. Mengertilah ya"
Mendengar ocehan sang ibu, Dimas tersenyum lembut dan mengangguk, " aku tidak akan mengecewakan kalian kok, tenang saja" Dimas berpamitan berangkat. Menaiki sepeda usang miliknya, melaju pelan dengan suara khasnya...
"Oh telingaku berdenging sakit setiap kali anak itu mengayuh sepeda tua itu" keluh mitya.
"Sebentar lagi dia pasti berubah. Lihat saja, aku tau seberapa besar, pengaruh dari keluarga FourA." Danu tersenyum singkat, Mitya juga tersenyum penuh arti. "Tapi aku terkejut Aqila di kuliah kan di kampus yang sama dengan Dimas, apa ini artinya mereka sudah mulai mengawasi kita? " Mitya mengikuti suaminya...
Mereka akan pergi rapat keluar kota.
"Wajar jika mereka menyelidiki kita , biarkan saja, yang penting kita tidak boleh membuat mereka marah " Danu membukakan pintu mobil untuk istrinya, mitya masuk dengan elok "mba Laila, kita akan menginap 2 malam, tolong perhatikan Dimas ya"
"Siap tuan besar " tunduk Laila
"Jangan izinkan dia keluar malam, panggil para penjaga seret dan kunci dia jika perlu. " Danu..
"Dimengerti " ucap Laila.
"Kami pergi dulu" Danu mengendarai mobilnya
"Selamat jalan tuan besar " Laila melihat kedua majikannya pergi, lalu masuk kedalam rumah ..
Wajah sopan nya berubah. "Hhh..!! Siapa yang peduli jika tuan muda melakukan itu?! Tugasku hanya membersihkan rumah!! Bukan baby sister!! Sialan!! " Laila mengumpat, dia melihat ke arah cctv rumah. "Jika tidak ada alat itu aku bisa menikmati rumah ini! Cih cctv sialan!".
*
*
*
Dimas POV
Hari ini aku mencari Aqila kemana-mana, sejak kapan aku lebih memikirkan hal lain dari pada pelajaran? Ini sebuah penurunan. aku tau itu. Tapi meskipun udh keliling kampus aku belum menemukan keberadaannya. Ya sudah lah....
Aku tidak boleh berharap toh Minggu depan aku juga akan dijodohkan dan itu bukan sama dia. Tapi setidaknya aku ingin melihatnya....
Taris menaruh teh kotak ke mejaku "..?" Kaget dan bingung. Aku melihat taris yang menggoda ku seperti biasa. "Aku tidak suka teh manis" ...
Aku menolak dengan senyuman, entah harus berapa kali aku menyadarkannya. Aku takut psikologis taris terganggu.
"Em.. minum saja, barang kali kau suka. Dimas setelah lulus, kau mau kerja Dimana?" Kini taris membuat mata mengharap. Aku pilu melihat usahanya. Sebenarnya aku kasihan.
"Aku tidak tau, belum kepikiran. Kamu sendiri mau magang kemana?"
"Aku berencana mengikuti mu"
Jujur itu sangat menggangguku. Ah.. aku hanya bisa tersenyum. Sebelum memijat kepalaku...
Ungkapan itu mengatakan jika kedepannya dia akan selalu ada Dimana pun. Apa yang taris lakukan jika dia tau aku akan dijodohkan. Apa dia akan menggila? Tapi yang jelas dia tersakiti.
"Taris farahola" panggil dosen.
"Ah iya pak?" Toleh Taris.
"Apa yang kau lakukan! Kau harus latihan! Kau itu vokalis utama!" Teriak dosen itu.
"Ah iya maafkan saya, saya segara latihan lagi" taris berjalan pergi. Dia memilih jurusan music
Dilihat dari manapun dia terbaca ingin menjadi penyanyi. Aku iba, jika perasaan taris terhadap ku menjadi penghalang impiannya yang sebenarnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Tidak lama kemudian bonta berlari bagai kuda, aku langsung membuat pertahanan perisai agar tidak dipeluk oleh-nya. "DIMAS...!!!" bonta mendobrak meja ku "apa?" Untung saja bonta nge-rem. Aku tidak perlu berhati-hati
"Aqila ternyata masuk ke jurusan music!" bonta terlihat panik. aku bingung kenapa dia sepanik itu. " Ya trus kenapa klo Aqila ikut music?" Aku heran di awal. Tapi aku tersadar jika yang ikut jurusan itu pada satu orang.
"Itu artinya taris akan menjadi mentor Aqila! Haduh! Gimana kalo taris tau kau naksir Aqila?" Bonta gelisah sendiri, padahal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dia, bonta terlalu menghawatirkan aku sebegitu nya.
"Tenang bonta, taris tidak akan tau kok, lagian.. aku akan dijodohkan Minggu depan" lesu ku...
"KAU APA....!!???" teriak bonta. Aku otomatis langsung membungkam mulutnya dan menguncinya di lenganku. "Sshh!! Bisa gak sih biasa aja?!" Bisik ku malu karena anak² sekelas melihat ke arahku.
"Siapa jodohmu Dimas?" Bagai tamu tak diundang, Audhi nongol diantara kita. "Buset! Ah kalian berdua" aku mengusir mereka bedua ingin serius mengerjakan tugas.
"Kau gak tau seperti apa orang nya?" -Bonta.
"Aku yakin ayah ibumu pasti memilih keluarga yang seperingkat atau lebih tinggi" -Audhi
"CK, aku tidak ingin memikirkannya, jika gadis yang dipilih orang tuaku adalah yang terbaik. Aku harus apa?" Aku kembali menyibukkan diri dengan buku di meja ku.
"Haaah.. Tewas aku susah-susah mencari data Aqila buat kamu dim.. " bonta mengeluh kesal.
"Aku tidak pernah meminta mu melakukannya toh" melihat kekecewaan sahabatku, aku juga sedikit merasa bersalah. Tapi... Apa yang akan terjadi jika taris bertemu aqila? Apa taris akan baik-baik saja? Semoga tidak terjadi apa-apa.
*
*
*
Taris POV.
Hari ini Dimas kembali menolakku. Sedikit ada rasa jenuh. Tapi aku tidak menyerah, akan aku buat Dimas paham akan rasa cinta ku . Lihatlah
Dimas aku pasti membuat mu menyesal. Sekarang aku harus fokus pada kuliah vokal ku.
Aku memasuki ruangan music kampus, tidak ada mahasiswa yang berbakat seperti ku, aku diberikan ruangan khusus untuk latihan. Karna suaraku sangat indah, para dosen memuji ku...
"Aku ingin suatu hari Dimas mendengarkan lagu cintaku untuknya. " Sebelum menyanyi aku berdoa dengan menggenggam tanganku di d**a, menghirup nafas panjang dan mulai bernyanyi... Tapi saat aku ada ditengah lagu... tiba-tiba ada suara music yang mengikuti irama ku. Aku terkejut dan melihat sekitar...
Ada seseorang gadis berambut hitam panjang, dia membawa biola bas. Di ujung ruangan, dia menunduk jadi aku tidak bisa melihat wajahnya Karena ketutupan rambutnya yang lebat. Tapi ini menjadi mengerikan.
"Hai.. aku tidak tau kau ada disana, apa yang kau lakukan di ruangan ku?" Tanyaku dengan sopan nan lembut. Gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap tajam ke arahku... Aku jadi berkeringat dingin dan memundurkan langkah kaki ku.
"Kau bisa bernyanyi nada tinggi, aku iri" Aqila mengangkat biola bass yang berat ke atas meja lalu berjalan ke arahku.
"Em.. apa kau mahasiswa baru? Namaku taris." Aku ketakutan, aku terus mundur hingga menyentuh tembok. Tatapannya seram ....
"Aku Aqila, apa kau pernah ke Opera music?"
Aqila berbicara normal, meski nadanya dalam dan penuh penindasan, aku mendongak mulai memberanikan diri. Mungkin dia gadis yang baik, covernya aja kayak di film Wednesday.
"Ah iya aku pernah kesana sesekali. Apa kamu suka Opera music Aqila?" Tanyaku sedikit terbata-bata.
"Iya, mereka seperti orang yang di atur dan bisa digunakan oleh selembar kertas, berjejer melingkar membuat suara yang indah. Akan lebih indah aku yang menguasainya " Aqila bicara tapi aku tidak tahu apa maksudnya...
"Em.. tapi itulah yang dinamakan Opera dik.."
"Seperti orang yang mengayunkan tangannya, dan berasa mengatur para musisi. Kau hanya berakting didepan padahal yang mengatur itu bukan dirimu. melainkan hanya kertas.."
"A..apa maksudmu?"
"Music tercipta karena sebuah perasaan, sekali hancur music itu menjadi rendah, sekali besar music itu menjadi tinggi, nada yang dihasilkan akan menuntun imajinasi mu, terlalu terhanyut lalu menangis. lagu itu akan membunuhmu "
".......?...." Aku memproses apa yang Aqila ingin katakan, dia seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Jangan menyesal"
"A..aku sedang latihan dik... kenapa aku harus menyesal? Haha"
"Semoga hidupmu bahagia, seperti gelombang aliran music, kadang itu menyakitkan, kadang itu menyenangkan. Darah yang kau keluarkan nantinya tidak berarti apa-apa" Aqila sangat datar. Tapi nada bicaranya yang kali ini agak melembut dan tidak terlalu menekan lawan..
"Ahaha.. iya benar, kau ingin menjadi seorang musisi yah? Bagaimana jika aku jadi mentor mu? Apa kau pandai bermain bass?" Aku jadi lebih nyaman sekarang. Aqila.. Gadis ini agak unik tapi lumayan lucu juga jika dilihat-lihat...
"Tidak terima kasih. Maaf sudah mengganggu" Aqila berjalan keluar dan biola bass sebesar itu
. Aku kagum dia Gadis yang kuat. Tapi apa yang dia mau katakan tadi itu?
"Gadis aneh" aku tidak tau maksudnya masuk ke ruangan latihan ku. Dan membicarakan hal sepele yang tidak berguna seperti tadi.
*
*
*
Aqila POV.
Dia akan mati, jika dia tidak bisa mengontrol emosi cintanya dia akan mati. Setahun dari sekarang. Dan aku adalah penyebab kematian mahasiswi tadi. Bagus, aku membunuh orang lagi... Tanpa melakukan apapun.
"Aqila BABY .... " Suara mengganggu dari anak yang terus menempel seperti benalu, aku tidak menghentikan langkah kakiku untuknya.
"Caca!! Jangan lebay gitu nanti dikira kau suka sesama jenis! Dih" Jihan menyodok Caca kayak biasanya. Dan habis ini dia akan menanyakan..
'aqila ayo kita makan bersama'. Aku menolak lalu pergi... Baru 4 hari pergi ke kampus ini tapi aku tidak menyangka ada orang yang mau aja berteman denganku. Menyebalkan.
"Aqila ayo kita makan bersama? Aku di ajak mas Franky ke taman untuk nge date" Jihan
"Beruntungnya, Jihan tubuh gempal mu ada yang suka juga yah" Caca menyoel manja.
"Pergi tanpa aku" aku buru-buru pergi dari mereka, berharap mereka membenci sifatku.
"Eeehh...??" Ucap mereka berdua dengan nada kecewa, nada itu bisa membuatku tersenyum sekilas. Setelah ini aku akan pergi melabrak dosen yang selingkuh di gudang belakang. Aku tidak tahan dengan aroma merah busuk yang mereka ciptakan. Para jin juga membencinya..
*
Aku sampai di gudang belakang kampus, tempat yang seharusnya digunakan untuk menyimpan barang-barang. Digunakan untuk hal semacam itu. Tanpa ragu aku membuka pintu geser besi ini hingga jebol.
Lihatlah kepanikan dua orang dewasa itu, tidak
Apa mereka dewasa? Ketika manusia sederajat bahkan lebih rendah dari binatang.. oh mereka marah. Dosen pria akan menamparku. Tampar saja. Sudah lama aku tidak merasakan nikmat siksaan. Aku diam dan siap menerima tamparan dari dosen itu... Tapi.....
"Apa yang hendak anda lakukan pak?" Dimas menangkis tangan pak dosen itu. Dari kapan dia datang? Dia menghentikan kenikmatan yang hendak aku dapatkan. Menjengkelkan.
"Eh! Eh. Nak Dimas. Ah ini dia ini...! " Suara yang gugup tidak bisa mengelak. Yang dosen perempuan dibelakang sana sedang memakai bajunya. Sial, harusnya aku yang mengurus ini sendirian. Belum waktunya kamu datang Dimas Syaputra.
Biarkan aku sendiri dulu.
"Anda mau menampar mahasiswi pak?" Dimas berdalih seperti seorang pahlawan. Aku risih.
"Tidak kami hanya ingin memberikannya etika! Apa yang kalian lakukan di jam pelajaran!?" Si dosen tidak sadar klo ini sudah jam pulang.
"Enak yah, meninggalkan tanggung jawab dan bermain-main disini" aku menyindir mereka, dan iya wajah tegang mereka makin menegang
"Apa.. apa maksudmu?" Dimas kebingungan. Aku tidak percaya dia lah yang akan menjadi raja ku? Aku perlu menjahit kembali otaknya.
"Maaf.. maaf kan kami tolong jangan beri tau siapa ²... Nak Aqila kumohon, maafkan kami..!! Seperti kau memaafkan Bu Endang. Yah? Yah?"
Dua dosen itu meringkuk memohon memelas.
"Dasar binatang" ucapku sambil meninggalkan mereka semua. Aku ingin pulang karena sudah banyak energi negatif yang aku serap. Dimas... Bersiaplah untuk patah hati.
Dimas membiarkan aku pergi, dia tidak mengejar. Itu bagus. Kepekaannya lumayan.
*
Dimas POV.
Aku datang ke gudang belakang, hendak mengembalikan bola basket milik kampus habis berlatih. Terdengar suara orang marah dan aku berlari kesana. Ada dosen yang mau menampar pipi Aqila. Dengan sigap aku menolong Aqila. Kupikir Aqila akan merasa tertolong. Tapi Pandangannya malah berkata sebaliknya, apa Aqila tidak ingin ditolong?
Aku tidak tau apa yang telah terjadi sebelumnya. Tapi yang jelas aku tau, dosen² ini melakukan hal yang tidak terpuji. Aku sedikit kecewa karena dari dulu aku menghormati mereka, Aqila berjalan pergi lebih dulu, aku paham dia tidak suka suasana seperti ini.
"inikah yang kalian lakukan?" Aku yang tidak habis pikir menjadi merasa jengkel. " Dimas!! Maafkan bapak! Jangan beri tau siapa² yah! Jangan laporkan apapun! " Mereka memohon.
Aku miris melihat cincin nikah dari mereka berdua. Kehidupan orang dewasa sangat aneh.
"Aqila mungkin melakukannya pak. Tapi aku tidak. Aku akan melaporkan hal ini hingga selesai dan. Bapak juga ibu harus menerima konsekuensinya dengan harga diri." Aku tidak suka dengan penghianatan. Aku langsung pergi untuk melaporkan hal ini. Tapi ketika aku mau pergi, aku dipukul dengan tongkat baseball...
Gelap..
Samar-samar aku melihat mereka berdua melarikan diri, dan sesuatu terjadi kepada dua dosen itu. sebelum aku benar-benar pingsan. Ada Bayangan hitam... Dan langkah kaki yang menghampiri ku. Rambut lembut menyentuh wajahku. ..
"Kau sungguh perlu adaptasi yah" suara Aqila.