Oh My King-07

1297 Kata
Oh My King-07 "Kalian layani mateku dengan sebaik-baiknya, kalau tidak, siap-siap saja menerima hukuman dariku. Mengerti?" kata Aldrik dengan nada yang otoriter. "Baik, king. Kami akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, king." Pria arogan yang tidak ku ketahui namanya tadi hendak pergi namun segera ku cegat. "Siapa kau?" tanyaku yang mungkin terdengar ambigu. Dia tersenyum miring. Sialnya malah terlihat begitu menggoda. "Aku? Tentu saja aku matemu. Namaku Aldrik Denni Brown, honey." Cup~ Aku ternganga tak percaya saat dia mengecup bibirku sekilas. Apa-apaan pria ini? Baru kenal saja sudah menciumku sembarangan. Sialnya lagi, saat aku hendak melampiaskan emosiku dia sudah menghilang dari hadapanku. "Dasar Aldrik sialan!" teriakku kesal dengan tangan yang meninju udara. Katakan saja tingkahku kekanakan tapi sumpah, aku begitu kesal dengannya. "Ayo, queen. Kami akan melayani anda." ujar salah satu pelayan yang tidak ku ketahui namanya. "Tidak usah! Aku bisa sendiri!" tolakku mentah-mentah. "Tidak bisa, queen. Kami pasti akan di hukum oleh king jika kami tidak melaksanakan tugas dengan baik." Aku menghela nafas gusar. "Terserah!" Mereka-para pelayan maksudku, menuntunku ke dalam kamar mandi. Lagi-lagi aku terpesona oleh keindahannya. Warna emas menyilaukan menusuk retina mataku. Segitu kayanya dia hingga semuanya hampir terbuat dari emas asli? "Aku sudah mandi, jadi hanya perlu berganti pakaian." Mereka mengangguk dan mulai memakaikan pakaian ribet kepadaku. Aku hanya diam dan merentangkan tanganku layaknya patung. "Kalian tahu siapa dia?" tanyaku memecah keheningan yang tercipta. "Maaf, apakah maksud Anda King Aldrik, queen?" Aku mendecakkan lidahku di dalam mulut. "Yah, siapa lagi." "King Aldrik adalah raja dari segala raja di dunia ini, queen. King begitu di hormati, di takuti, dan di segani di dunia ini. King belum pernah menjalin hubungan dengan siapa pun selama hidupnya karena terlalu cuek dan dingin dengan wanita, queen. Anda perempuan yang sangat beruntung karena mempunyai mate sesetia king, queen." Aku diam. Jadi, pria itu belum pernah menjalin hubungan dengan siapa pun. Entah kenapa aku merasa sedikit senang. Dan rasanya aku juga sedikit tidak percaya karena dia belum pernah menjalin hubungan dengan seseorang. Dia punya segalanya. Harta, kekuasaan, dan wajah tampan. Kuakui, dia begitu tampan. Wajahnya yang bak dewa yunani, tubuhnya tinggi dan kekar bahkan otot-otot menonjol di lengan bajunya, rahangnya begitu tegas, kulitnya putih bersih, mempunyai bahu yang lebar dan kokoh jika bersandar di bahunya itu aku yakin akan sangat nyaman, dia juga memiliki kharisma dan daya tarik tersendiri. Belum lagi mata dan rambutnya yang berwarna emas itu, membuatnya terlihat lebih sempurna. Aku bukan wanita munafik, dia begitu sempurna. "Apa benar dia belum pernah menjalin hubungan dengan siapa pun?" "Benar, queen. Hamba tidak berani berbohong kepada anda." "Apa alasan dia begitu dingin dan cuek?" "King menjadi seperti itu ka--" "Lancang sekali kau membicarakanku di belakang." desis sebuah suara penuh amarah. Secara refleks aku menolehkan kepalaku ke ambang pintu, di sana orang yang kami jadikan topik pembicaraan berdiri tak jauh dari kami dengan wajah murkanya. Aku sendiri sampai takut melihat wajah murkanya, apalagi pelayan, bahkan tangannya bergetar ketakutan. Dan untungnya, aku sudah selesai berpakaian. Kalau tidak, ahh, aku tidak bisa membayangkannya. "Maafkan kami, king." Suara yang bergetar itu berhasil membawaku ke realita. "Kalian pergi lah!" gumamku. Aku tidak suka melihat mereka yang begitu terintimidasi oleh Aldrik. Ini salah ku yang bertanya kepada mereka. "Tetap berdiri di tempat!" kata Aldrik lantang. "Stop! Jangan bawa mereka, ini urusan kita." kataku kesal. Akhirnya pria itu mengusir pelayan-pelayan tadi. Sementara aku, berjalan menghampirinya. "Jangan marah pada mereka. Aku yang bertanya tentangmu kepada mereka karena aku penasaran." kataku datar. Wajah yang semula marah dan menyeramkan itu sirna. Dia tersenyum begitu manis hingga aku sampai terpesona untuk sesaat. "Yah, aku tau." Melongo, itu lah yang kulakukan. Apa-apaan pria ini? Tadi dia marah-marah, sekarang dia malah tersenyum seperti orang gila. Apa dia punya kepribadian ganda? "Aku hanya tidak suka kau menanyakan tentangku kepada mereka, honey. Aku lebih suka kau menanyakan langsung kepadaku. Tanyakan lah, aku akan menjawabnya dengan senang hati." "Sialan, ku pikir kau marah tadi." desisku dan berjalan melewatinya. "Ayo lah, honey. Apa kau mau menanyakan sesuatu kepadaku? Aku akan menjawabnya dengan sepenuh hati." "Tidak ada." Grep~ Dia memeluk tubuhku dari belakang. Perasaan hangat melingkupi tubuh ku. Betapa nyamannya pelukan dia. "Aku suka kau penasaran akan hidupku, honey." Mengecupi leher jenjangku hingga aku berteriak secara refleks dan memberontak dari pelukannya. Aku memegangi leherku saat sudah terlepas. "Jangan pernah menciumi leherku lagi." Sungguh, aku paling tidak tahan jika seseorang menciumi area leherku. Dia hanya menyeringai tanpa membalas ucapanku. "Aku harus pergi sekarang. Pekerjaanku begitu menumpuk." "Tunggu. Aku mau bertanya, apa boleh?" "Tentu saja." Aku mengulum bibirku sejenak. "Apa aku bisa kembali ke dunia asalku? Maksudku, apakah aku bisa kembali ke dunia manusia." Sorot matanya menunjukkan kemarahan yang begitu kentara. "Apakah kau berniat meninggalkanku? Apa kurangnya aku di matamu? Aku sudah menunggu kedatanganmu selama beratus-ratus tahun, mate." Aku hanya diam meneguk salivaku dengan kasar. Tak kusangka, dia memegang daguku dengan tangan besarnya. Menatap mataku dalam dengan mata merahnya. Tunggu, matanya merah?! Bukan kah tadi matanya berwarna emas. Apa mataku sakit? "Kau tidak akan bisa keluar dari dunia ini, mate. Manusia yang terlempar ke dunia kami tidak akan bisa kembali lagi ke dunia asalnya, dengan kata lain, mereka akan terjebak di dunia ini untuk selamanya. Dan yah, kau sudah terjebak sekarang. Kau akan tetap di sini bersamaku selamanya. Kita akan menjalani hari-hari bersama hingga ajal memisahkan kita." Mata merahnya kembali berwarna emas. "Tidur lah, aku tahu kau pasti capek." dia menggendongku ala bridal style menuju ranjang. Membaringkanku dengan hati-hati di atas ranjang, dan menatap mataku dalam. Tangannya menyematkan anak rambutku ke belakang telingaku. "Honey, sebentar lagi kita akan menikah. Jadi, aku harap kau segera membuka hatimu untukku." Mataku melotot. Semudah itu kah dia berbicara tentang pernikahan? Padahal aku baru saja bertemu dengannya tapi dia--- ah, aku sampai tidak bisa berkata-kata jadinya. He's crazy. "Aldrik! Kita baru kenal. Kenapa kau mengambil keputusan untuk menikah secepat ini?!" protesku kemudian. "Aku hanya ingin mengikatmu seutuhnya. Hanya itu! Baik dengan persetujuanmu atau pun tanpa persetujuanmu, kau tidak bisa menolak. Aku lah di sini pengendali segalanya." katanya arogan. Aku menatap matanya kesal. "Tapi--" Hmmphhh! Dia membungkam mulutku yang hendak protes lagi dengan mulutnya. Aku berusaha mendorong dadanya, tapi tidak bisa karena dia bagaikan patung. Dia mencium bibirku dengan lembut, memasukkan lidahnya ke dalam mulutku dan menjelajah di dalamnya. Ini gila! Ciumannya begitu memabukkan hingga aku terbawa suasana. Entah sudah berapa lama kami berciuman, dia melepaskan tautan kami lalu mengusap bibirku dengan lembut. Tatapanku jatuh pada bibirnya yang memerah. Rasa hangat langsung melingkup area pipiku. Aku mengalihkan pandanganku ke arah lain, asal tidak menatap matanya. Aku merutuki kebodohanku di dalam hati. Bisa-bisanya aku terbawa suasana. Ingat Yuri! Kau tidak boleh jatuh ke dalam pesonanya. "Tidak perlu malu, honey." Membuang rasa malu yang menjalari tubuhku, aku menatapnya pura-pura kesal. "Siapa yang malu?!" "Gadis cantik di bawah kungkungan tubuhku." bisiknya, membuat bulu kudukku berdiri. Akhirnya aku mengerucutkan bibirku. "Menjauh lah dari tubuhku! Katanya kau mempunyai pekerjaan." usirku halus. "Yah. Aku harus pergi. Nanti aku akan memberikanmu ciuman panjang." dia mengedipkan matanya sebelah hingga berhasil membuatku mendengus. "Tidur lah," bisiknya lembut di telingaku. Dia mengecup kening, mata, hidung, dan kedua pipi ku sekilas. So sweet. "Hm." Aku memejamkan mata. Kurasakan tangannya mengelus puncak kepalaku, sungguh nyaman. Dia mencium keningku lagi. "Aku pergi dulu. Jangan coba-coba kabur dariku." "Hm." dehemku malas. Setelah dia keluar dari dalam kamar aku membuka mata lagi. Aku benar-benar tidak mengantuk sama sekali. Aku menatap pintu yang tertutup dan terkunci. Yah, dia mengunci pintu itu. Aku kesal? Tentu saja. Aku seperti tawanan saja. Tentang perasaanku kepadanya. Aku merasa nyaman dengan segala perlakuannya. Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat akibat ciumannya tadi. Sampai sekarang jantungku masih berdegup kencang. Mungkin setelah keluar dari dunia ini, aku akan periksa jantungku ke dokter. Siapa tahu aku mengidap penyakit jantung kronis. -TBC-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN