"Aku melihat mobil Jonathan terparkir di sekitaran sini." Warren memberikan informasi begitu ia mendapati sesuatu yang mencurigakan saat ia mengantar dokter Martin ke rumah orang tua Julie. "Artinya, dia memantau pergerakan di rumah ini. Dan artinya lagi, dia pasti sedang bersiap dengan rencana selanjutnya."
"Astaga, apalagi yang mau dilakukan orang gila itu?" cerocos Sophie dengan kesal. "Setelah mengirim orang untuk menyuntikkan obat berbahaya pada Julie, apa sekarang dia berniat untuk menculik Julie lagi?"
"Sepertinya Jonathan memang berniat seperti itu," balas Julio. Pria itu, walau ia mencemaskan kondisi Julie yang saat ini tengah ditangani oleh dokter Martin, ia tetap berujar dengan tenang. "Artinya, kita harus membalasnya."
"Membalas?" Pak Pramudya mengulang.
"Iya, Om. Dia menunggu di sekitaran sini artinya dia tidak bisa masuk ke dalam sini. Dia menunggu Julie yang keluar agar dia bisa menculiknya. Makanya dia mengirim seseorang untuk menyuntikkan obat berbahaya untuk Julie. Sepertinya Jonathan menunggu hingga Julie kritis lalu dibawa ke rumah sakit."
"Lalu dia akan menculik Julie di rumah sakit?" tebak Sophie.
"Iya." Julio membenarkan. "Dia suka sekali melakukan hal seperti ini. Makanya saya mengatakan sejak awal agar Julie tidak dibawa ke rumah sakit, juga agar hanya dokter yang benar-benar dipercayai yang merawat Julie."
"Jadi, apa saranmu?" tanya Pak Pramudya.
"Mari ke rumah sakit, seperti yang diinginkan Jonathan."
"Bagaimana kalau Pak Jonathan benar-benar menculik Julie seperti yang kalian katakan?" cecar Pak Pramudya. Tak mau mengambil resiko.
"Saya tidak pernah mengatakan bahwa Julie yang harus dibawa ke rumah sakit, Om. Saya rasa Om tidak kekurangan orang untuk disuruh berpura-pura sebagai pasien untuk dibawa ke rumah sakit. Biarkan Jonathan berpikir bahwa Julie yang dibawa ambulance ke rumah sakit. Sehingga dia akan meninggalkan tempat ini."
"Baiklah, Om paham maksud kamu." Pak Pramudya mengangguk.
Setelahnya Pak Pramudya menghubungi seseorang agar rencana pembalasan untuk mengalihkan perhatian Jonathan ini dapat segera dieksekusi. Termasuk meminta seseorang untuk menjadi pasien pengganti dan mendatangkan ambulance ke rumahnya.
Di saat yang bersamaan dokter Martin keluar dari kamar Julie bersama asistennya. Artinya, ia telah selesai mengobati gadis itu. Wajahnya tak menunjukkan tanda-tanda yang harus membuat Julio bertambah cemas. Justru ekspresi di wajah dokter Martin menunjukkan bahwa kondisi Julie membaik.
"Untunglah cairan berbahaya itu baru masuk sedikit ke tubuh Julie. Bagus sekali kau langsung mencabut infusnya," puji dokter Martin atas tindakan cepat yang dilakukan Julio. "Jika saja dibiarkan lebih lama, maka Julie bisa sampai serangan jantung. Tapi, untunglah sekarang sudah membaik."
"Syukurlah ...." Bu Margaretha dan Pak Pramudya berucap serentak. Bahkan saking kompaknya, keduanya sama-sama mengelus d**a pertanda kelegaan.
"Terima kasih, dok," ujar Julio.
"Tentu, sudah jadi tugasku sebagai seorang dokter."
Pak Pramudya segera meraih tangan dokter Martin, berkali-kali ia ucap rasa terima kasihnya karena telah menyelamatkan Julie. Sementara Bu Margaretha dan Sophie sudah melenggang masuk ke dalam kamar untuk melihat Julie setelah dua wanita mengucap terima kasih pada dokter Martin.
"Om, boleh saya mengatakan sesuatu?"
Pak Pramudya yang hampir masuk ke kamar Julie menghentikan langkahnya. Ia berbalik ke sumber suara, kepada Julio. Pria itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar putri bungsunya.
"Tentu," jawabnya. "Mau bicara di bawah?" Pak Pramudya menawarkan, cukup peka jika Julio sepertinya hendak berbicara hal yang cukup serius.
Pak Pramudya dan Julio, lalu diikuti oleh Warren turun ke lantai satu. Mereka menuju ruang keluarga.
"Maaf, Om, saya mengatakan ini bukan bermaksud lancang atau bersikap tidak sopan. Tapi, kalau Om berkenan, saya ingin membawa Julie keluar dari rumah ini."
"Membawa Julie keluar dari rumah ini?" ulang Pak Pramudya.
"Tolong jangan menyalahpahami niat saya, Om. Saya ingin melindungi Julie. Anggaplah kita berhasil mengelabui Jonathan hari ini, dia akan mengikuti ambulance ke rumah sakit dan menculik orang yang ada di sana. Tapi, saat dia sadar kalau itu bukan Julie, dia akan datang lagi ke sini. Akan kembali memantau rumah ini lagi, dan sepertinya akan memantau lebih dari yang dia lakukan sebelumnya."
Pak Pramudya masih tampak diam. Belum memberikan respon apa pun. Tapi, pria itu tengah berpikir. Benarkah ia harus mempercayakan keselamatan Julie pada Julio? Padahal notabenenya pria itu tetaplah pria yang asing.
"Hari ini dia mengirimkan seseorang untuk menyuntikkan obat berbahaya pada Julie. Bukan hal mustahil dia akan kembali mengirimkan orang lain lagi. Om, Jonathan itu pria yang sangat berbahaya, lebih dari apa yang Om bisa pikirkan."
Seorang pria asing menawarkan bantuan? Kenapa kedengarannya sama saja berbahayanya? Julio tahu bagaimana berbahayanya tindakan-tindakan Jonathan, bukankah itu berarti jika pria itu telah melalui serangkaian hal berbahaya hingga ia bisa menyimpulkan hal berbahaya seputar Jonathan? Julio mungkin sama berbahayanya dengan Jonathan, atau bahkan lebih berbahaya. Lantas, pilihan mana yang harus diambil Pak Pramudya? Bisakah ia percaya pada Julio?
"Kalau Om percaya sama saya, maka Julie akan saya bawa ke tempat saya begitu ambulance dan pasien pengganti itu bergerak menuju rumah sakit."
"Secepat itu?"
"Iya, Om. Itu adalah waktu yang paling tepat karena Jonathan sedang lengah. Dia akan memusatkan perhatiannya pada ambulance yang ke rumah sakit. Makanya dia tidak akan memikirkan kemungkinan lain. Sekaligus menghindari agar Jonathan tidak tahu ke mana Julie dibawa pergi."
Pak Pramudya sungguh tak ingin membiarkan Julie dibawa pergi dari pengawasannya. Namun, di satu sisi ia memikirkan kebenaran ucapan Julio. Besok-besok Jonathan bisa mengirim lebih banyak orang untuk membahayakan Julie. Rupanya pertahanan rumahnya cukup mudah dikelabui oleh Jonatahan. Ia merasa malu akan hal itu, sebagai seorang ayah ia gagal melindungi anaknya.
"Julio, Om bukannya tidak percaya padamu. Hanya saja, entah Jonathan atau kamu, kalian sama-sama orang asing bagi kami."
"Saya paham maksud, Om. Keputusan tetap di tangan, Om. Om yang paling berhak menentukan perlindungan terbaik untuk Julie. Saya hanya menawarkan sedikit bantuan sebagai bentuk kepedulian saya pada Julie."
Seseorang tiba di rumah Pak Pramudya, seorang gadis muda yang dibawa oleh salah satu orang kepercayaan pria itu. Seorang gadis yang akan ditugaskan untuk menjadi pasien pengganti Julie. Gadis itu terlihat pucat, terlihat bahwa ia sedang sakit.
"Saya membawa seorang gadis muda seperti yang Bapak minta. Gadis ini sedang demam dan bisa dibawa ke rumah sakit. Sementara untuk ambulance yang Bapak minta juga akan segera sampai."
"Baiklah, begitu ambulancenya sampai, kalian langsung ke rumah sakit."
"Om, bolehkah jika saya merekomendasikan rumah sakitnya?" tanya Julio.
"Rumah sakit mana?"
Julio menyebutkan nama satu rumah sakit yang lokasinya tak begitu jauh dari kediaman orang tua Julie. Sengaja merekomendasikan rumah sakit tersebut karena tahu jika Jonathan memiliki antek-antek yang bekerja di sana. Di masa lalu, ia sering mendapati dokter di rumah sakit tersebut mengerjakan segala perintah Jonathan lalu diberi imbalan uang. Yah, semacam mempermudah pekerjaan orang-orang suruhan Jonathan.
Bahkan untuk mengelabui Jonathan, Julio memikirkan bagaimana caranya mempermudah urusan orang lain. Tidakkah itu justru mencurigakan?
"Ada apa dengan rumah sakit itu?"
"Tidak ada apa-apa, Om. Hanya merekomendasikan yang paling dekat dari sini. Biar Jonathan yakin kalau Julie benar-benar kritis. Tapi, jika Om ingin memilih rumah sakit lain juga tidak ada masalah."
"Baiklah." Pak Pramudya setuju. "Kalian dengar nama rumah sakitnya, bukan? Saat ambulancenya tiba, kalian ke sana."
"Baik, Pak."
"Maaf, Om, sekali lagi saya ingin memberi saran."
"Apa?"
"Sebaiknya Om dan Tante juga ikut ke rumah sakit."
"Untuk? Kenapa kami harus ke rumah sakit padahal bukan Julie yang dibawa ke sana. Harusnya kami tetap di sini untuk menjaga Julie."
"Tepat sekali, Om. Kalau Om dan Tante bahkan tidak ikut ke rumah sakit, apa itu masuk akal jika Julie yang dibawa ke rumah sakit? Hal sekecil ini pun bisa membuat Jonathan dan orang-orang suruhannya curiga. Agar mereka benar-benar percaya bahwa Julie yang dibawa ambulance, seharusnya Om dan Tante ikut juga ke rumah sakit."
Betul juga. Pak Pramudya tak berpikir sampai ke sana. Ia memandangi Julio lekat-lekat, anak muda ini penuh pertimbangan. Ia tampak tenang tapi bisa bergerak cepat. Pak Pramudya mulai tergerak hatinya untuk memercayakan Julie padanya.
"Terima kasih sarannya, Om akan bicara dulu sama mamanya Julie."
"Silakan, Om."
Pak Pramudya naik ke kamar Julie, ia mendapati putri bungsunya itu sedang diberi makanan oleh Bu Margaretha. Gadis itu bisa kembali di rumahnya karena pertolongan Julio. Belum lagi tindakan heroik Julio barusan, jika saja pria itu tak tiba tepat waktu dan melakukan pertolongan pada Julie, entah apa Julie masih bisa makan saat ini atau tidak. Atau bahkan mungkin sudah kembali diculik oleh Jonathan.
"Ma, Papa mau bicara sebentar."
"Mama lagi suapin Julie, Pa."
"Sebentar, Ma. Julie biar disuapin sama Sophie aja."
"Mama bicara aja sama Papa, sini biar Sophie yang suapin Julie." Sophie mengambil mangkuk dari tangan Bu Margaretha lalu duduk di tepian ranjang Julie, menggantikan posisi mamanya yang sudah keluar kamar bersama Pak Pramudya.
Pasangan suami istri itu kini berada di luar kamar Julie. Pak Pramudya menutup pintu kamar Julie dan mengajak istrinya untuk duduk di sofa yang ada di ruang terbuka antara kamar Julie dan Sophie.
"Mau ngomong apa, Pa?"
"Mama percaya gak sama Julio?"
"Julio?" Bu Margaretha membeo. "Julio emangnya kenapa, Pa?"
"Papa nanya, Ma. Apa Mama percaya dengan Julio?"
"Percaya dalam hal apa dulu, Pa?"
"Untuk menjaga Julie."
"Iya, Pa. Papa liat gak, apa yang udah dia lakukan buat Julie. Dia menerobos ke rumah penyekapan milik Pak Jonathan itu hal yang berbahaya, Pa. Tapi, dia masih masuk ke sana buat mencari Julie. Waktu dia membawa Julie pulang, Mama liat dia juga terluka, tapi dia sama sekali tidak mengeluh atau meminta ganti rugi atau imbalan sepeser pun."
Pak Pramudya sedikit menganggukkan kepalanya. Membenarkan apa yang dikatakan oleh Bu Margaretha. Tiap hal yang dilalukan oleh Julio, pria itu sama sekali tak meminta imbalan apa pun.
"Julio ingin membawa Julie, Ma."
"Membawa Julie? Membawa Julie gimana maksud Papa?"
"Dia menawarkan tempat yang aman buat Julie, Ma. Tempat yang tidak diketahui dan tidak bisa diakses oleh Pak Jonathan. Julio mau membawa Julie ke tempatnya, Ma. Jadi, kalau pun besok-besok Pak Jonathan bertindak hal-hal yang berbahaya seperti mengirim orang ke sini, Julie sudah aman."
"Di mana Julie bakalan dibawa, Pa?"
"Papa belum nanyain detailnya, Ma. Papa sebenarnya gak setuju kalo Julie dibawa sama orang asing. Tapi, kalau dipikir-pikir, omongan Julio itu ada benarnya. Begitu Pak Jonathan sadar kalau kita mengelabuinya, dia pasti akan mengirim orang lagi ke sini. Dan saat dia tahu kalo kita sudah berani mengelabuinya, pasti dia bakalan marah besar. Bukan hal mustahil untuk Pak Jonathan melakukan hal yang lebih berbahaya dari ini. Kali ini kita beruntung karena Julio lagi ada di sini, tapi bagaimana kalo Julio udah pulang?"
"Pa, jangan bikin Mama takut dong."
Pak Pramudya meraih tangan istrinya. "Papa juga takut, Ma. Papa takut saat Pak Jonathan datang ke sini terus Papa gak bisa melindungi Julie. Makanya Papa kepikiran buat mengungsikan Julie untuk sementara waktu. Karena itu Papa nanya ke Mama, Mama percaya gak sama Julio untuk jagain Julie?"
Bu Margaretha menatap lekat kedua bola mata suaminya. Sama, pria yang sedang ia tatap itu juga sedang menatapnya.
"Om, Tante," panggil Julio dengan sedikit ragu. Merasa menyesal sudah mengganggu keduanya. "Maaf, Om, Tante, saya ganggu waktunya, ambulancenya udah datang."
"Udah datang, yah?"
"Iya, Om," jawab Julio sambil menggaruk pelan belakang kepalanya. Sedikit salah tingkah sudah mencuri dengar percakapan kedua orang tua Julie.
"Ma, kita harus ke rumah sakit. Nyusulin ambulancenya, biar Pak Jonathan gak curiga kalo yang dibawa ke rumah sakit bukan Julie."
"Kalo kita ke rumah sakit, terus Julie gimana, Pa?"
"Ee-ee, Julie ...." Pak Pramudya hanya menggumam tak jelas, membuat istrinya makin bingung.
Saat itulah Julio berlutut di depan keduanya. Entah apa yang mendorongnya hingga ia sampai rela berlutut untuk sesuatu yang bahkan tidak membawa keuntungan baginya.
"Om, Tante, izinkan saya jagain Julie. Saya mungkin masih orang asing buat Om sama Tante, tapi saya peduli dengan keselamatan Julie. Saya mengenal Julie memang masih baru-baru ini, tapi Julie adalah satu-satunya orang yang memberikan saya pelukan saat saya sangat terpuruk. Saya yakin Tante melihat sendiri malam itu, Julie sangat memperhatikan saya, saya hanya ingin membalas kebaikannya. Saya ingin melindungi Julie."