Menyerah

1003 Kata
Flashback. Penolakan Dirga yang kesekian kali masih tetap tak menyurutkan tekad Naia untuk membuat sang suami mencintainya. 'Cinta perlu diperjuangkan, bukan datang sendiri,' batin Naia. Tidak ada kata kapok untuk menjerat hati suami. Dia melihat gambaran lebih besar dari pada mengeluh dengan rasa sakit. Ungkapan memenangkan hati pria lewat perutnya masih ia pegang karena itu satu-satunya semangat yang ia miliki untuk mengambil hati suami tampannya. "Nak Naia, apa kamu yakin mau ke kantor Tuan Dirga? Bibi kok khawatir ya?" tanya Bi Siti. " Iya Bi. Kalau aku mau mendapatkan hatinya maka aku harus menunjukkan perhatian padanya kan? Sebentar lagi waktunya makan siang, aku harus ke kantor mas Dirga." Naia dengan semangat mengepak makanan untuk Dirga, lalu berdendang menuju ke perusahaan sang suami. Berharap jika perhatiannya akan membuat hati Dirga tersentuh meski sedikit. Bi Siti bukannya tidak setuju dengan sikap Naia dan segala perhatian yang gadis itu berikan. Akan tetapi dia takut kalau semua harapannya hanya akan berakhir kekecewaan. Bi Siti tahu benar kalau Dirga tidak pernah memberi uang buat Naia, sehingga gadis itu harus meminjam uang dari saudaranya dengan berbagai alasan. Dia juga tidak memperhatikan dirinya karena takut masalah rumah tangganya diketahui sang ayah. Gadis itu sebenarnya kesulitan dan sering menangis diam-diam di kamar, tapi ia bersikap baik-baik saja setelah keluar kamar. 'Semoga kamu diberi ketabahan Nak Naia. ' *** Langkah kaki Naia terhenti di sebuah gedung tinggi di mana perusahaan ekspedisi milik keluarga Dirga berada. Dari yang ia dengar, kantor Dirga menyewa di lantai lima belas. 'Semangat Naia, jangan menyerah,' batin Naia menyemangati diri sendiri. Usai menghembuskan nafas kasar, Naia melangkah menuju ke lift. Dia menekan tombol angka lima belas. 'Ya ampun, jantungku berdebar keras,' kata Naia dalam hati. Dia sangat gugup. Sejujurnya ia takut kalau Dirga akan mengusirnya. Pikiran itu terus mengganti sampai bunyi denting lift yang menyadarkannya. Kembali ia menarik nafas sebelum melangkah masuk ke sebuah lorong yang salah satu di antara pintunya, terdapat papan nama bertuliskan A.T Ekspedisi. "Ini pasti perusahaan mas Dirga," guman Naia. Dia membuka pintu, sebuah ruangan dengan beberapa karyawan duduk di kubikel mereka yang berjajar. Ada tanaman hijau yang terletak di masing-masing kubikel bersama dengan komputer. Suasana nampak sibuk, dan begitu ia masuk-- seluruh ruangan menjadi hening. Beberapa dari mereka tahu kalau Naia adalah istri bos mereka, tapi semua orang di sini tahu benar apa yang terjadi. "Selamat siang Bu Naia. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Reseptionis. Naia menebak kalau ia menerima klien dan menunjukkan ke tempat yang dibutuhkan tamu. "Ruangan mas Dirga dimana Mbak?" tanya Naia. Ia memperhatikan kalau gadis yang bertanya padanya bernama Sari. "I-itu..." Sari agak gugup menunjukkan ruangan Dirga. Sebab siapapun tahu ada apa dibalik pintu kantor tempat Dirga bekerja. Naia bingung karena Sari tak kunjung menjawab pertanyaannya. Dia justru seolah meminta bantuan rekan-rekannya. Naia yang tidak sabar pun melihat salah satu pintu yang memiliki tulisan CEO, tanpa ragu ia menuju ke tempat itu. " Bu Naia, tunggu dulu..." Sari berusaha mengejar Naia agar tidak datang ke sana. Namun terlambat. Naia sudah mengetuk pintu itu dan membukanya. Pantas saja gadis tadi bingung dengan pertanyaannya. Sang suami yang ia banggakan ternyata memiliki wanita lain, dan yang mengejutkan wanita itu adalah Silvi. Mereka berada di sofa, bibir mereka terpaut sedangkan Silvi hampir tak berbusana. Pemandangan yang menyedihkan untuk seorang istri yang berniat mendapatkan hati sang suami. Naia membeku sambil menatap keduanya yang memperbaiki pakaian masing-masing. Yang pertama selesai adalah Dirga dan ia menatap nyalang pada Naia. "Kau! beraninya kamu datang ke ruanganku tanpa mengetuk pintu. Apa orang tuamu tidak mengajarkan mu sopan santun. " Naia tahu kalau ia tidak memiliki harapan. Ternyata suaminya memiliki tambahan hati, sekertarisnya pula. Pasti kisah mereka sudah berlangsung lama. Ingin sekali ia menertawakan diri sendiri karena apa yang ia lihat. "Aku tidak mendapatkan ajaran sempurna tentang sopan santun, tapi yang aku tahu-- ayahku tidak mengajarkan aku bermain dengan pria lain saat aku bersuami," jawab Naia dingin. Matanya yang tadi bersinar penuh harapan segera padam. Dirga bahkan merasa seram melihat Naia yang berwajah dingin. Punggungnya serasa disiram es. Selama ini ia terbiasa melihat Naia yang tersenyum cantik saat menatapnya. "Mbak Naia, maafkan aku ya? tapi kami saling mencintai. Hubungan kamu sudah berlangsung sejak SMA." Silvi mendekati Naia dengan senyum miris. Matanya juga berkaca-kaca seolah ia merasa bersalah. Tidak ada yang melihat senyum kemenangan di bibirnya. 'Dirga itu milikku. Kau hanya penyusup.' "Mbak, aku rela menjadi istri kedua mas Dirga asal aku bisa bersamanya. Aku sangat mencintai mas Dirga begitu pula mas Dirga. Dia terpaksa menerima perjodohan ini karena paksaan ayahnya," ujar Silvi. Dia berperan menjadi korban dari pada pelakor. Ucapannya justru memposisikan Naia sebagai orang yang merebut kekasihnya. Naia tahu benar niat Silvi, tapi ia hanya melihat ke arah Dirga dan menanti klasifikasi dari sang suami. Dirga menghela nafas kasar. Tertangkap saat berciuman dengan Silvi dan berbuat hal yang hampir menjurus bukan rencananya. Ia memang akan mengatakan hubungannya pada Naia tapi tidak secepat ini. "Pulanglah. Aku akan menjelaskan semuanya nanti." Naia berbalik keluar. Segera ia mendapatkan tatapan iba dari semua karyawan yang ada di sini. Naia sungguh merasa malu tapi dua orang yang ada di belakangnya justru tak tahu malu. Sari segera mengantar Naia ke pintu depan. Dia khawatir dengan kondisi Naia yang bergetar karena emosi. Ia yakin kalau hati Naia hancur. "Bu, saya panggilan taksi ya? jangan berkendara dalam kondisi pikiran yang kalut, " saran Sari. "Aku akan memanggil sendiri Mbak. Kamu kembali bekerja saja, aku baik-baik saja kok." Bohong. Namun apa boleh buat. Ia tidak mau dikasihani oleh siapapun termasuk Sari dan semua karyawan yang tahu hubungan Dirga. Sari mundur dan membiarkan Naia pergi sendiri. Gadis itu menatap iba pada istri bosnya yang nampak shok. Tentu saja, siapa yang tidak shok saat tahu kalau suaminya memiliki kekasih, apalagi mereka termasuk pengantin baru. Naia pun memanggil taksi, dia memang ke sini tanpa menggunakan kendaraan pribadi. Ia bersyukur tidak menggunakan mobil sekarang sebab ia bisa menangis sepuasnya di taksi tanpa khawatir menabrak. 'Sabar Naia... kau tidak boleh hancur karena ini,' ucap Naia dalam hati. Namun kali ini ia tidak tahan untuk tidak menangis. Rasanya sangat sakit dan memalukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN