Ini Salah Aku?

2217 Kata
Ririn baru saja selesai mandi pagi walaupun sebenarnya sekarang tuh tidak pagi - pagi amat, sudah mau jam sepuluh, berarti sudah menjelang siang. Dia langsung menuju ke kamar mamanya soalnya tadi dia dipanggil kata Rahayu. Kebetulan juga papanya baru saja pulang beberapa waktu yang lalu, mungkin ada yang mau mereka bicarakan. Ririn mengetuk pintu dan terdengar sahutan menyuruh masuk, suara mamanya. Terlihat mama Priska sedang duduk di tempat tidur sambil bersandar di kepala tempat tidur, sedangkan papa Owie ada di kursi baca dengan kaki selonjor di bangku kecil di depannya. "Mama manggil aku?" "Iya, sini deh Dek," panggil mama Priska menyuruh Ririn duduk di sebelahnya. Ririn menaiki tempat tidur mamanya dan dengan enaknya dia tiduran diatas paha mamanya. "Masih capek?" "Nggak, udah enak tadi di pijat." "Semalam pake baju siapa dek?" "Tante Andin, Papa nonton?" "Iya." "Bagus nggak Pa?" "Bagus, tapi lagu yang pertama Papa ngeri Adek kepleset deh ... semangat banget." Ririn terkekeh. "Kan aku udah latihan Pa, jadi hati - hati juga. Papa komentarnya kayak mas Iksan deh, ngeri aku kepleset." "Iksan?" "Iya." "Dek, Mama semalam telponan sama mamanya Alvin," ucap Priska menyela pembicaraan anak dan suaminya. "Ooo, ngomongin apa memangnya?" "Ya ngomongin pertunangan kalian lah, apa lagi memangnya?" "Ada yang berubah? Bukannya waktu itu sudah selesai ngomonginnya?" "Teknisnya nggak ada yang berubah, tapi ada satu masukan dari mamanya buat kita." "Apa?" "Mamanya bilang kenapa nggak nikah aja sekalian?" Ririn langsung duduk, "Nikah? Mana bisa ma, kontrakku yang iklan skincare itu masih ada setahun lagi lho kurang lebih, belum bisa nikah, kena pinalti aku nanti." "Mama juga bilang gitu, dia bilang bayar aja sisa kontraknya." "Jangan nggak profesional kalo kerja, seenaknya memutus kontrak gitu, lain kali nggak ada yang percaya lagi," sela papa Owie mendengar ucapan Priska atas usul mama Alvin. "Aku juga nggak ada rencana memutus kontrak kerja kok Pa," jawab Ririn. Ririn memang sudah dua tahun ini menjadi brand Ambassador sebuah produk kecantikan, dia dibayar sangat mahal untuk kontrak tiga tahun , jadi rasanya tidak mungkin juga dia akan mengorbankan itu untuk rencana pernikahan yang sangat mendadak, lagipula dia dan Alvin sudah pernah membahas ini dan sudah setuju dengan pertunangan ini dulu dan baru menikah tahun depan, kenapa jadi berubah? "Bagus, harus bertanggung jawab." "Yaudah nanti mama bilang ke Mama Alvin deh, acara mas Kana kan dua minggu lagi, berarti satu setengah bulan lagi acara kalian ya, kosongkan waktu, nanti mama pastikan dulu tanggalnya sama pihak Dharmawangsa dan mamanya Alvin juga." "Iya." "Menjelang itu istiqarah Dek." "Buat apa Hon?" tanya Priska. "Lho sholat kok buat apa?" Owie balik bertanya. "Bukan itu maksudku, istiqarah itu kan pasti ada tujuan spesifik, misalnya punya pilihan yang akan dimantapkan, minta petunjuk ... gitu lho maksudku, bukan nanya buat apa sholat." "Ya minta petunjuk ke Allah, apakah ini memang sudah yang terbaik, manusia kan tempatnya salah ... bisa aja kan Ririn salah, bukan berarti Alvin pilihan yang salah, hanya dialog sama Allah, apakah ini sudah benar ... kalo memang benar, minta dilancarkan semua urusan, gitu aja." "Tuh dengar kata Papa, Dek." "Iya." "Alvin kapan pulang dari Batam?" "Besok." "Adek ngomong sama dia, tapi pasti mamanya juga sudah ngasih tahu juga kan?" "Pasti lah." "Adek ada berapa orang yang mau diundang nanti?" "Berapa ya? Nggak banyak lah Ma, paling beberapa teman satu label sama aku dan Alvin ... itu doang, temen sekolah sama temen kuliah nanti aja pas nikah." "Jadi berapa orang tuh kira - kira, ada lima puluh?" "Nggak lah, dua puluh orang aja, itu kan belum tentu datang semua Ma. O iya paling tambah mas Iksan aja." "Iksan?" "Iya, kenapa emangnya ma?" tanya Ririn yang melihat wajah mamanya seperti orang heran menyebut nama Iksan, tadi papanya, sekarang mamanya. "Yakin mau ngundang Iksan dek?" "Nggak usah di undang," sahut papa Owie. "Yah, aku sudah bilang suruh mas Iksan datang, aku suruh request libur malah. Memangnya kenapa sih Pa?" "Terus dia bilang apa?" tanya mama Priska mengabaikan pertanyaan Ririn. "Dia bilang oke." Priska menoleh ke Owie, lalu kembali ke Ririn. "Kalo Iksan di undang, berarti Mama harus undang Mamanya juga dong Dek, nggak enak kalo nggak diundang." "Ya nggak apa - apa Ma, Tante Rosa pasti dengan senang hati datang, apalagi kalo aku yang ngomong langsung ... nggak mungkin nggak datang ." Ririn benar - benar tidak memahami keresahan hati orang tuanya, dia hanya berpikir keakrabannya dengan Iksan dan keluarganya saja. Ririn pernah beberapa kali bertemu dengan mamanya Iksan, waktu acara ulangtahun pernikahan orang tuanya sama ulang tahun Iksan, bukan itu saja, acara di rumah Ririn pun saat mengundang orang lain di luar keluarga, pasti keluarga Iksan juga termasuk dalam daftar yang diundang. Papa Owie dan Mama Priska kan juga kenal baik dengan orang tua Iksan, bahkan bisa dibilang lumayan dekat, tapi tentu saja dalam kapasitas sebagai sahabat Owka sejak mereka dalam pendidikan pilot dulu. Mereka sering bertemu di Bali dan di lanjutkan sering mengirim hampers saat puasa dan lebaran. Jadi sebenarnya tidak heran juga kalau Ririn merasa sah - sah saja mengundang keluarga Iksan, dia tidak memperhitungkan perasaan Iksan, soalnya Iksan juga tidak menunjukkan perubahan apa - apa walau tahu Ririn punya pacar bahkan akan bertunangan dengan Alvin, Iksan tetap baik dan boleh dikatakan jadi teman setia Ririn yang selalu hadir bagaimanapun keadaannya, jadi ini salah siapa sebenarnya? Tiga orang itu, orang tua dan anak gadis mereka itu terus lanjut berbincang hal lainnya, termasuk juga soal jadwal - jadwal show Ririn dan pekerjaannya di Royal, cukup lama sampai setengah jam-an, lalu tidak lama kemudian Ririn keluar dari kamar orang tuanya, katanya mau lanjut leyeh - leyeh di kamarnya. "Aku nggak setuju kalo Iksan dan orang tuanya di undang," Owie membuka pembicaraan setelah Ririn keluar dari kamar mereka. "Aku sebenarnya juga Hon .. tapi dia sudah terlanjur ngomong gitu sama Iksan gimana? Kalo Iksan diundang terus aku nggak undang Bimo sama Rosa kok kayaknya malah nggak enak, bingungin banget deh," Priska rupanya juga menggalau. "Kamu tuh harus ngomong sama Ririn soal Iksan. Kayaknya dia nggak ngerti apa kelewat nyaman sama Iksan, kamu bilang mereka masih sering banget pergi berdua kan?" Priska mengangguk. "Oke dia anggap Iksan kakaknya, tapi kan kita semua tahu Iksan suka sama dia, kasihan anak itu. Sebagai sesama laki - laki aku yakin perasaannya juga hancur lah, cuma nggak mau ngomong aja. Aku juga nggak tahu apa Bimo tahu soal perasaan Iksan ke Ririn, kalo dia cuma tahunya Iksan sahabat aa' sih nggak apa - apa ya, tapi sebagai orang tua dia pasti memperhatikan juga kan? Ingat nggak kamu waktu kita lagi ke Singapore terus ada undangan ulang tahun perkawinan mereka, siapa yang datang? Ririn kan? Bukan datang mewakili kita atau aa' yang lagi terbang, tapi di jemput Iksan dan sebagai gandengannya. Ckk ... aku jadi kepikiran, kamu sih manjain dia banget, ketemu orang kayak Iksan pula ... makin seenaknya dia," keluh Owie. "Dih malah nyalahin aku, kamu tuh yang manjain dia, dari kecil juga kamu yang nurutin Ririn," ucap Priska yang tidak terima disalahkan Owie. "Lagian Iksan itu ya ... duh, aku tuh udah ngomong sama aa' juga untuk ngomongin ke Iksan, jangan nurutin Adek banget, tapi nggak tahu deh, aa' sudah ngomong apa belum ... nggak ada efeknya sama sekali. Tetap aja wara - wiri berdua." "Kayaknya harus ngomong ke Adek, bukan ke Iksan." "Kenapa tadi kamu nggak ngomong langsung ke Adek?" "Baru kepikiran." "Terus aku harus bilang apa hon?" "Bilang sama dia, kalo sudah mau tunangan sama Alvin, jangan lagi berhubungan sama Iksan, ya maksudnya ala kadarnya aja dan nggak seperti biasa lagi, jangan sampai janjian - janjian, telpon - telponan rutin sama Iksan. Lagian itu si Alvin nggak cemburu apa ya lihat Adek jalan sama Iksan gitu?" "Alvin bukan kamu hon ..." "Ckk ... kedekatan Adek sama Iksan itu agak luar biasa, Iksan bukan Nandi yang memang temenan sama kamu sejak lama dan tidak ada issue apa - apa, awal kedekatan mereka kan karena Iksan ada maksud." Priska terdiam. Dia sedang berpikir juga. "Alvin bisa aja nggak tahu soal perasaan Iksan ke Ririn, kan dulu dia tahunya Iksan sepupu Adek, belakangan baru tahu Iksan itu temen deket aa'," jelas Priska. "Masa sudah pacaran beberapa tahun dia nggak curiga sama sekali kalau ada cowok lain jalan terus - terusan sama pacarnya yang bisa saja punya 'feeling' sama pacarnya kan? Bahkan mereka pernah liburan bareng walau rame - rame. Bodoh apa masa bodoh sih itu?" "Ckk ... kamu jangan ngomong gitu sama Adek, ngambek pula nanti dia." "Ya nggak, aku gemes aja. Beberapa kali aku ngobrol sama Alvin, aku lihat ada yang salah sama anak ini, tapi aku nggak tahu apa ... terus terang aku sebenarnya agak kurang sreg, tapi aku nggak mau jadi orang tua yang ngelarang - larang anak soal jodoh, apalagi cuma aku aja yang nggak sreg, nanti kalian bilang aku nggak rela anak gadisnya nikah, jadi aku mau berusaha santai kayak papa menghadapi Dana dulu." "Jadi gimana? Kamu nggak mau bilang feeling kamu ke Adek? Kalo aku sih lihatnya Alvin itu baik - baik aja orangnya, sopan, terpelajar juga. Keluarganya juga nggak ada masalah kan? Kita sudah kenal dan melihat mereka juga dari keluarga baik - baik." "Iya, everything is fine kelihatannya, tapi aku nggak tahu ada perasaan apa ini. Makanya aku suruh Adek Istiqarah, karena aku pun melakukan itu. Ya bisa saja feeling ini karena aku takut anak gadisku salah pilih pendamping, jadi aku agak berlebihan." "Apa kita panggil lagi Adek?" "Nanti deh, kita makan siang dulu ... perut kenyang bisa bikin enak ngobrol." "Kita makan keluar yuk Hon ... ajak Adek." "Ya boleh..." *** Tidak perlu jauh - jauh cari resto, di area tempat tinggal mereka banyak sekali pilihan resto, dari lokal sampai interlokal juga ada, dari nasional sampai Internasional pun tersedia. Minggu yang santai, banyak keluarga seperti mereka memilih makan bersama di luar rumah. Pilihan jatuh ke Sofia gunawarman, resto yang dekorasinya klasik dan mirip kerajaan - kerajaan zaman dulu dan lokasinya benar - benar dekat dengan rumah mereka, bahkan kalau mau berjalan kaki saja bisa sepuluh menit sampai, tapi tetap saja range rover Owie keluar dari garasi. Tidak ada pembicaraan apapun awalnya, Ririn juga tidak berpikir kalau orang tuanya mau bicara serius dengannya. Dia hanya menikmati makanan yang disajikan. Mereka membahas soal salad sampai hidangan utama yang mereka pilih berbeda. "Aku belum pernah makan Apple Crumble yang lebih enak dari ini, disini sih terbaik menurut aku," ucap Ririn sedang menilai dessertnya. Dia sudah beberapa kali makan disini dan selalu memesan ini. "Mama pernah makan di Singapore ada juga yang mirip ini Dek." "O kalo di luar negri sih ada lah Ma, aku waktu itu pernah makan juga di Korea, mas Iksan yang ngajakin, enak juga tuh. Maksud aku tadi tuh di Jakarta." "Owh." Owie meyimak pembicaraan mereka sambil menyeka bibirnya dengan serbet putih. "Dek, Alvin nggak cemburu kamu sama Iksan terus?" "Cemburu? Ya nggak lah ... Alvin kan tahu siapa mas Iksan, Pa. Lagian aku juga nggak pernah sembunyi - sembunyi perginya. Alvin itu malah cemburu kalo aku pergi sama temen - temen artis yang cewek - cewek, sasaran empuk cowok - cowok katanya, mostly temen - temen ku itu jomblo Pa, jadi Alvin pikir pasti mereka jadi inceran cowok - cowok, takutnya aku jadi salah satu target juga, itu juga salah satu alasan yang bikin dia minta tunangan dulu, soalnya kan kami belum bisa nikah tahun ini," jawab Ririn sambil tertawa kecil. "Ini Papa kasih masukan ke Adek ya," ucap Owie hati hati. "Soal apa Pa?" "Iksan." "Kenapa mas Iksan?" tanya Ririn sambil menautkan alisnya. "Sebagai laki - laki, Papa kok kasihan sekali lihat nasib Iksan itu." Ririn tidak menyela, dia diam saja sambil menyimak ucapan papanya yang masih berupa teka - teki di kepalanya. "Seperti kita tahu kalo Iksan itu dari awal sudah menaruh hati sama Adek, sudah bertahun - tahun malah, Papa nggak tahu apa dia pernah bilang langsung ke adek atau nggak, tapi kita juga sudah tahu langsung dari aa'." Owie menjeda ucapannya sambil melihat reaksi Ririn, walau dia mendengarkan sambil menikmati dessert, tapi terlihat ada perubahan di raut wajahnya. "Adek pernah terpikir nggak saat dia selalu berada diantara adek dan Alvin? Susah lho dek menjaga perasaan supaya tetap waras gitu. Kalo papa jadi Iksan, sudah papa bawa lari adek ntah kemana terserah lah asal jangan sama Alvin." Sekarang wajah Ririn baru terlihat terkejut. "Tapi mas Iksan nggak kelihatan seperti Papa reaksinya, dia baek - baek aja. Mas Iksan bener - bener tulus temenan sama aku Pa ... kalo nggak tulus pasti dia sudah pergi lama." "Nah itu lah, bisa - bisanya dia menahan perasaannya sendiri, makanya Papa bilang tadi ... Papa kasihan banget lihat dia. Apalagi Adek seperti memanfaatkan dia di segala keadaan, ini dalam tanda kutip ya dan tololnya Iksan nurut lagi, itu level cintanya nggak main - main lho dek." Ririn meletakkan sendok kecilnya disisi mangkok dessert-nya yang belum habis, perhatiannya sudah teralih, ada satu kata yang langsung mengganjal pikirannya sekaligus berefek tidak nafsu lagi menghabiskan dessert yang konon katanya apple crumble terenak di Jakarta beberapa menit yang lalu itu. "Jadi kesimpulannya Papa mau bilang ini salah aku?" tanya Ririn yang langsung mengambil kesimpulan sendiri karena dia merasa jahat dibilang papanya memanfaatkan Iksan, dia tidak merasa sama sekali. Owie melirik ke Priska yang hanya diam sebagai wasit di antara bapak dan anak itu. "Saat ini ya, Papa menganggap ini salah Adek. Tapi mari kita urai dulu kejadian demi kejadian supaya tahu dimana titik salah nya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN