2

1295 Kata
Sabtu sore, Nico memutuskan untuk mampir ke salah satu pusat perbelanjaan di daerah Semanggi sepulang bimbel, tadinya Nico menghubungi dua sahabatnya, Arif dan Dika untuk ia ajak main tetapi kedua temannya itu sedang ada urusan masing-masing dan mau tak mau Nico memilih pergi ke mall tersebut. Nico memutuskan mengunjungi toko buku. Nico menatap deretan komik detective conan yang bersusun rapi di rak. Tidak hanya matanya, jarinya ikut menelusuri satu persatu komik berseri itu, mengingat-ingat sudah sampai seri keberapa ia membacanya terakhir kali. Setelah menemukan apa yang dicarinya Nico sudah akan bergegas membawa komiknya ke kasir namun tatapannya terarah pada cewek yang sedang celangak-celinguk menatap keadaan sekitar. Nico, semula mengira cewek itu akan menyelundupkan komik ke dalam tasnya. Dan Nico sama sekali tidak berkeinginan untuk melaporkannya karena toko buku tempatnya sekarang punya alat pendeteksi di pintu masuk serta cctv di berbagai sudut. Tetapi setelah Nico memperhatikan lebih lagi, Nico mulai ingat kalau wajah cewek itu agak familiar. "Aman!" ucap cewek itu pelan namun dapat Nico tangkap karena Nico persis berdiri dibelakangnya hanya saja terbatas oleh rak. Nico terus memperhatikan gerak-gerik cewek itu sampai akhirnya tiba-tiba cewek itu menghilang dari pandangan karena berjongkok. Nico bukanlah tipikal orang kepoan yang akan mengendap-endap untuk melihat apa yang sedang dilakukan cewek tadi, tetapi wajah familiar gadis itu membuatnya mau tidak mau mengintip apa yang sedang dilakukan cewek tadi dan Nico tidak menyangka, kalau cewek itu sedang duduk dilantai toko buku dengan komik ditangannya. Jadi, cewek tadi berhasil mengeluarkan komik itu dari bungkusnya toh. Nico menggeleng-geleng, anak-anak jaman sekarang kelakuannya semakin menjadi-jadi. Nico mungkin lupa, kalau dia juga anak jaman sekarang. Nico lalu mengedikkan bahu dan berjalan meninggalkan tempat tersebut lalu Nico mendengar suara pegawai toko buku yang menegur kelakuan cewek tadi. "Mba, kalau mau baca disini cari yang udah gak disegel aja," "Ih mas, kalau ada yang udah gak disegel juga saya pasti milih itu. Masalahnya ini gak ada mas," seiring langkah Nico yang semakin menjauh, suara perdebatan antara cewek itu dan pegawai toko buku semakin saru dan tidak terdengar, tapi tanpa Nico sadari bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman. Senyuman yang sangat jarang bisa terlihat dari bibir seorang Nico Anugerah. *** Cherry menghela nafasnya, jenuh. Ia sudah duduk di lantai toko buku sambil membaca komik hampir satu jam lebih dan cowok yang ia tunggu belum juga muncul. Bahkan Demitri dan Acel, teman satu kelompoknya yang hari ini janjian untuk mencari buku sebagai bahan tugas mereka sudah pulang lebih dulu setelah menemukan buku yang dicari dan meninggalkan Cherry sendiri di toko buku tersebut. Dika—cowok yang Cherry tunggu—sampai setelah menantang maut dijalanan dengan Rocky—motor kesayangannya—hanya dalam waktu dua puluh menit. Begitu memasuki area toko buku, mata Dika langsung jelalatan mencari keberadaan Cherry dan entah kenapa kakinya begitu saja langsung melangkah ke rak dimana tempat komik-komik berada. Setelah sekelas dengan Cherry kurang lebih hampir sebulan, Dika tau kalau cewek cerewet dan ceria itu pencinta komik. Tetapi bukan komik sejenis detective conan atau doraemon, melainkan komik-komik serial cantik alias romance. Selain itu Dika juga tau banget kalau Cherry bandar drama korea. Dia sering ke sekolah bawa flashdisk bahkan harddisk titipan temen-temennya yang sudah dia isiin drama-drama korea menye. Dika juga tidak mengerti, sejak kapan dia jadi suka memperhatikan Cherry. Dan ketika Dika menemukan Cherry yang sedang senyum-senyum sendiri sambil duduk bersila di lantai toko buku dengan komik ditangannya, mau gak mau Dika tersenyum. "Sem," panggil Dika setelah beberapa puluh detik diem sambil senyum-senyum memandangi teman sekelasnya itu. Ohiya, ‘sem’ adalah panggilan Dika untuk Cherry, maksudnya adalah kependekan dari asem, secara rasa buah ceri itu asem. Cherry yang hari itu tampil kasual dengan baju rajut lengan panjang dan jeans denim lengkap dengan rambut diikat asal mendongak dan tatapannya langsung bertubrukan dengan tatapan milik Dika. "Nama gue Cherry!" tandas Cherry seraya berdiri dari duduknya tetapi tidak berniat untuk mengembalikan komik yang tengah dibacanya. Dika lalu tersenyum jahil. "Tapi Cherry kan asem," lanjut Dika sambil memasukkan sebelah tangannya ke kantung jaketnya. Cherry tidak mendengarkan dan lanjut membaca. Dika lalu memperhatikan sekeliling "lah, Acel sama Demitri mana?" Cherry tidak merespon dan lebih memilih fokus membaca, apalagi komik yang sedang ia baca itu kini sedang berada di puncak klimaks dan lagi seru-serunya, jadi suara Dika Cuma seperti angin lalu di telinga Cherry. Ohiya, Dika ini merupakan teman sekelas Cherry yang sejak awal perkenalannya dengan Cherry sudah gemar sekali mengusik Cherry. Katanya Cherry punya wajah dan nama yang sama imutnya, ditambah Cherry yang sangat ekspresif jika sedang dijaili membuat Dika semakin suka menggoda Cherry. Bukan Dika namanya kalau membiarkan Cherry bisa hidup tenang, dengan senyum miring khas psikopat nemu mangsa, Dika mendekati Cherry lalu menjalankan jemarinya untuk menoel pinggang Cherry. Mungkin Cuma sekedar colekan, tetapi efeknya dasyat. Cherry refleks menjerit dan menjatuhkan komiknya. Dan hasilnya? Dika langsung ngakak sambil jongkok. Cherry menggeram lalu menggertakan giginya sambil memungut komik yang sudah setengahnya ia baca itu dalam diam. Dia tidak perduli menjadi pusat perhatian karena jeritannya, tetapi dia kesal karena bacaannya diganggu. Dika yang memperhatikan gerakan Cherry langsung siaga, karena diamnya Cherry itu biasanya awal mula musibah untuknya. "Cherr—" bugh bugh bugh! Cherry sukses menghadiahi Dika gebukan di lengan dan punggungnya. Cherry walaupun punya badan kecil tetapi tenaganya ngalahin kuli angkut pasar—alias gede banget. Dika sampai meringis menerima gebukan-gebukan itu dibadannya. "Sialan, sialan, sialan! Dika monyet ancol!" Dika hanya bisa pasrah saat mulut Cherry menghujaninya dengan kalimat tidak berkeprimanusiaan. Segala penghuni ragunan disatuin sama Ancol, udah jelas-jelas beda. Antara sudah puas melampiaskan kekesalannya pada Dika atau karena Cherry sudah capek memukuli Dika, akhirnya cewek itu berhenti sambil mengatur napas. Dan bukannya Dika takut dengan Cherry, dia malah gemes sendiri melihat Cherry terengah-engah. Dasar iblis. "Udah puas marahnya?" tanya Dika dengan nada meledek. Cherry mengangkat kepalan tangannya. "Mau lagi?" Dika langsung angkat tangan tanda tidak sanggup. "Lagian lo gue tanya yang lain pada kemana malah nyuekin gue." Cherry mendengus. "Ya udah pada pulanglah! Ini udah kesorean tau!" Dika mengernyit sambil melihat jam tangannya. "Perasaan baru jam empat lewat," ucapnya bingung. Cherry memutar bola matanya, lalu tangannya dengan ahli meletakkan komik yang sejak tadi ia baca ke deretan paling belakang dan mengambil satu yang masih terbungkus rapi. "Mau pada malem mingguan lah! Emangnya lo, jones!" tandas Cherry judes. Dika mencibir. "Gak nyadar dih sendirinya," ledek Dika balik dan sukses mendapat pelototan dari Cherry, tetapi cewek itu tidak punya kata-kata untuk dilempar balik jadi cewek itu hanya berjalan ke arah kasir sambil membawa komik yang akan dibelinya. "Perasaan lo udah baca komik itu tadi, ngapain lagi lo beli?" tanya Dika penasaran saat Cherry sudah masuk barisan di kasir. Cherry lalu mendelik. "Gara-gara siapa gue bacanya gak sampe selesai?" tanyanya sinis dan Dika langsung merasa gak enak. Aneh juga saat seorang Mahardika merasa tidak enak setelah mengerjai orang lain, padahal selama ini Dika sering mengerjai orang termasuk Nico dan Arif dengan candaan yang lebih fatal. Atau mungkin karena Cherry...cewek? "Terus abis ini kita kemana?" tanya Dika sambil ikut maju saat barisan di kasir semakin menipis. Cherry lalu terlihat berfikir. "rumah gue aja, kita tinggal ngetik ulang doang kok. Tadi gue udah nandain halaman dan bagian mana aja yang harus dikutip," jelasnya. Dika hanya manggut-manggut mengiyakan. Lalu saat giliran Cherry membayar tanpa babibu Dika langsung menyela Cherry dengan memberikan selembar uang lima puluh ribu ke penjaga kasir. Cherry sudah akan protes tetapi Dika langsung menarik plastik berisi komik itu dan tangan Cherry untuk minggir dari meja kasir. "Udah gak apa-apa, itung-itung ganti rugi karena bikin lo gagal baca itu sampe selesai," ucap Dika menjelaskan. Dia yakin Cherry akan protes tetapi yang terjadi justru, "Ihh tau lo mau bayarin gue ambil yang lain juga deh!" Andai kata ini dalam film, sudah pasti ada efek suara tuewewew yang menandakan Dika sweatdrop. Tetapi bukannya jadi ilfeel atau gimana, Dika justru tersenyum dan berusaha mati-matian untuk tidak mencubit gemas pipi Cherry. Ini cewek, unik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN