Gudang hening. Asap masih melayang, bau darah menusuk, tapi semua mata hanya tertuju pada dua pria yang berdiri berhadapan di tengah. Fandi, tegap dalam jas hitam sederhana, mata tajam tapi wajah tenang. Dargo, tubuh besar berlumuran darah, senyum bengis terukir, seolah malam itu adalah panggung pribadinya. “Jadi ini bocah Dirgantara,” ucap Dargo pelan, suaranya serak tapi penuh tenaga. “Kudengar kau hanya pewaris manja yang hidup di menara kaca.” Fandi menatap tanpa berkedip. “Dan kudengar kau cuma mayat berjalan yang belum sadar waktunya habis.” Hening sejenak. Alpha 7 dan Trio saling melirik, d**a mereka naik-turun, menahan rasa takut. Zayn berbisik dengan suara serak, “Sial… bahkan kata-kata mereka bikin bulu kuduk berdiri.” Dargo melangkah maju satu langkah. Lantai berderak d

