1. Mimpi Mengerikan

1352 Kata
“Gggrrrhhh ….” Erangan menakutkan itu membuatku tersentak. Dimana aku? Kabut tipis menyelimuti tempat ini. Walau tak bisa melihatnya, aku yakin tempat ini asing bagiku. Nuansa mistis amat kental mewarnainya. Sayup-sayup kudengar bunyi gamelan yang memainkan tembang kuno yang beraura kelam.  “Maaa …” panggilku dengan hati ketar-ketir. Tak ada sahutan, yang kudengar justru gaung suaraku sendiri. Aku merasa terasing dibuatnya, seolah semua orang yang kukenal tengah meninggalkanku untuk menghadapi sesuatu yang mengerikan. Sesuatu yang menungguku seolah aku adalah mangsa empuknya! “Gggrrrhhh ….” Kembali kudengar suara erangan itu, kali ini terdengar lebih dekat. Aku sontak beringsut menjauh dari sumber suara. Yang tak kusangka, ada suara erangan lain dari belakang tubuhku. Ada berapa mereka? Dan mereka itu APA? Pertanyaanku segera terjawab begitu angin semilir meniup kabut tipis, menyibaknya hingga memunculkan beberapa sosok makhluk berbulu lebat hitam dengan mata merah menatapku kelaparan. Ya Allah. Makhluk apa ini? Mirip penampakan genderuwo yang pernah kutonton di film, tapi yang ini lebih mengerikan! Taring mereka begitu tajam, seolah siap dipakai untuk menyayat daging lembutku. “Pergiii …,” desisku mulai putus asa saat menyadari beberapa makhluk jahat ini mengepungku dari segala penjuru. “Faraaa ….” Seseorang memanggilku, namun aku yakin suara itu bukan milik makhluk jejadian yang mengerubungiku. Aku tak bisa melihat sosoknya, namun kehadirannya amat kurasakan. Bulu kudukku meremang menyadarinya. Kulantunkan ayat-ayat kursi yang entah bagaimana dengan fasih kukuasai untuk mengusir makhluk-makhluk j*****m yang berniat mencelakaiku. Mereka meraung marah karena mendadak merasa panas. Kesempatan itu kumanfaatkan untuk bergegas melarikan diri. Aku berlari secepat mungkin menembus kabut. Sepertinya aku justru masuk ke dalam hutan. Apa aku tersesat? Sedari tadi seolah aku hanya berputar-putar di tempat ini sementara langkah berat kaki makhluk-makhluk yang mengejarku semakin dekat. Bruk! Aku menabrak tubuh liat seseorang. Siapa dia? Spontan aku mendongak melihatnya karena tubuh orang itu begitu tinggi dan besar. Aku terpaku seketika. Raut wajahnya kaku dan dingin, tapi dia sangat tampan! Belum pernah aku menemukan cowok seindah dirinya. Namun kurasa aku harus menunda mengagumi ketampanan nan hakiki ini mengingat di belakangku ada makhluk-makhluk ganas yang berniat buruk padaku. “Tolooong,” pintaku memohon pada sosok rupawan di depanku. Tak sadar kedua tanganku memegang lengan kokohnya. Dia menyentuh kedua tanganku, mengenggamnya dengan hangat. Aku tersenyum lega karena yakin ada yang melindungiku. Senyumku lenyap saat dengan keji dia mendorongku kearah gerombolan makhluk durjana yang sedari tadi mengincarku. Aku terjerembap jatuh di tengah mereka, dengan buas mereka mengeroyokku. “Aaargh! Lepaskan! Lepaskan!” teriakku histeris. Aku berusaha menyepak ketika ada salah satu dari mereka yang menarik kakiku seolah ingin mencabutnya. Ditengah kekacauan ini, aku berusaha berdoa pada Sang Khalik, memohon pertolongannya. Namun doaku terputus begitu menyadari ada sosok lain yang menyerangku. Mengapa ada diriku disana? Aku tak habis mengerti!  Diriku yang lain tampak berbeda. Dia menyeringai keji, dari mulutnya terlontar kata yang dengan jelas dapat kudengar. “Gadiiing ….” Siapa Gading? Apa pemuda jahat yang tadi mendorongku hingga jatuh? Aku mendongak saat melihat ada bayangan yang menutupi wajahku. Mataku menatap nyalang begitu menyadari cowok jahat yang kuyakini bernama Gading tengah mengangkat kerisnya dan siap menghujamkan kearahku. “Jangaaan!” teriakku panik. Tanganku sontak terulur untuk melindungi wajahku. …. “Jangaaan!” Ada seseorang yang menepis tanganku di wajah, sembari menggoyang bahuku pelan. “Faraaa, bangun!” “Mama?” panggilku begitu mengenali suara orang yang membangunkanku.  Ternyata betul Mama. Dia menatapku khawatir dari balik kemudi mobil yang dikendarainya. Rupanya Mama bergegas menepikan mobilnya begitu mendengar jeritan histerisku. “Astagfirullah, nyebut Far. Ada apa denganmu? Kamu gak mungkin ….” “Ma, aku bermimpi,” potongku membenarkan dugaan Mama. Sebelah alis Mama naik mendengar pengakuanku. “Setelah delapan tahun kamu tak pernah bermimpi … mengapa mendadak kamu mengalaminya?” Aku terdiam, tak bisa menjawabnya. Namaku Fara. Semenjak kematian Papa dan adikku delapan tahun lalu, aku hidup berdua dengan Mama. Beliau membanting tulang untuk menghidupiku. Syukurlah kami tak pernah kekurangan, meski tak termasuk golongan keluarga kaya raya. Mamaku sangat ulet dan serba bisa. Ada saja idenya yang menghasilkan uang untuk membiayai hidup kami.  Mamaku sangat sibuk bekerja, itu sebabnya aku terbiasa ditinggalkan sendiri di rumah. Untung aku bukan gadis cengeng yang selalu menggantungkan diri pada pembantu. Dari kecil aku terbiasa mandiri. Jadi tak benar pakem anak tunggal akan menjadi manja dan tak bisa apa-apa. Walau kuakui aku senang bermanja-manja di bahu mamaku. Hehehe …. “Apa yang kau mimpikan, Nak?” tanya Mama setelah kembali meneruskan perjalanan. Ohya, kami sedang dalam perjalanan kembali ke kampung halaman Papa. Lebih tepatnya pindah ke Dusun Gampit, ke rumah peninggalan keluarga Papa. Beberapa minggu lalu Mama menerima surat yang menyatakan Pakde Kusuma, kakak Papa, telah meninggal. Ternyata beliau mewariskan rumah peninggalan keluarga Papa padaku, satu-satunya keturunan mereka yang tersisa. Aku tak menyangka, Mama memutuskan pindah ke dusun terpencil ini, meninggalkan kehidupan nyaman kami di kota. “Faraaa,” panggil Mama saat aku tak menjawab pertanyaannya. Aku menghela napas panjang sembari tersenyum masam. “Jelek dan mengerikan, Ma. Mengapa sekalinya bermimpi, Fara dijulidin setan dan ….” Aku ragu melanjutkannya. Apa Mama tak akan menertawaiku jika kuceritakan didalam mimpiku aku bertemu cowok yang menjahatiku dan diriku yang jahat? “Kamu kebanyakan nonton film horor, kali. Apa semalam Fara begadang menontonnya di youtube?” selidik Mama. “Ish, Mama. Fara semalam tidur cepat kok. Kan, Mama bilang perjalanan kita amat jauh dan melelahkan. Ini sudah sepuluh jam lebih, lagipula … mengapa dari tadi mobil kita berkelok-kelok di jalanan tengah hutan gelap ini? Mungkin itu sebabnya Fara mimpi jelek. Mama gak salah jalan?” Mama mengedipkan mata riang. “Jangan khawatir. Mama sudah pernah kesana. Dusun Papa tinggal dulu memang amat terpencil. Sebelum tiba di dusun itu kita akan melalui jalan panjang berkelok-kelok yang dikelilingi hutan.” “Serem banget!” Aku mengedikkan bahu seraya menatap sekitarku. Mendadak aku teringat akan mimpiku. Ada satu hal yang terpatri dalam benakku. “Ma, percaya enggak kalau mimpi kita suatu saat bisa menjadi kenyataan?” celetukku tiba-tiba berganti topik. Mama memutar bola matanya malas. “Mulai lagi deh. Jangan mikir yang aneh-aneh. Sudah delapan tahun kamu gak pernah mengungkit ini. Dulu setelah kecelakaan ….”  Mama berhenti bicara setelah sadar dirinya keceplosan bicara. Wajahnya berubah mendung. Aku tahu peristiwa kecelakaan yang menewaskan Papa dan adik masih meninggalkan luka mendalam di hati Mama. Tak seharusnya aku membuatnya teringat hal menyedihkan itu.       Mimpi mengerikan, enyahlah! “Ma, masih berapa lagi kita sampai di rumah Papa? Fara dah capek nih,” kataku pura-pura mengeluh manja untuk mengalihkan perhatian Mama. Pinggang berkeretak pelan saat kuputar sembilan puluh derajat. Kebetulan tatapanku jatuh pada sosok perempuan bergaun putih dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan hingga menutupi wajahnya. Aneh, mengapa ada perempuan berpenampilan berantakan berjalan sendiri di tengah hutan? “Mungkin tak sampai sejam lagi kita tiba.” Aku mengabaikan jawaban Mama karena asik memperhatikan sosok bergaun panjang putih itu. Dia berjalan sangat cepat, seolah tengah terbang. Eh, mengapa dia berjalan di depan mobil Mama? “Ma, awaaas! Nanti tertabrak!” pekikku seraya menekan klakson mobil.  Tiiiin …. Tiiin …. Tiiin …. Mama sontak menghentikan mobil dan menatapku heran. “Fara! Ada apa denganmu? Mengapa tiba-tiba kamu berteriak dan menekan klakson? Memang, apa yang akan kita tabrak?” berondong Mama kesal. Aku menunjuk ke depan mobil.  “Mama tak melihatnya? Ada perempuan berbaju putih yang ….” Loh, kemana dia?  Perempuan itu seolah lenyap ditiup angin! Tak mungkin dia terbang begitu saja, kan? Atau aku yang salah lihat? Batinku keheranan. “Mungkin Fara salah lihat. Maaf, Ma.” Mama menghembuskan napas untuk menghilangkan kekesalannya. Dia berusaha tersenyum dengan wajahnya yang kentara capek. Aku merasa bersalah telah menganggu perjalanan kami. “Maaf, Ma. Fara gak akan bikin kacau lagi,” janjiku padanya. Mama tersenyum lantas mencubit pipi chubby-ku gemas. “It’s oke. Kita lanjut ya? Keburu malam. Jalanan makin sepi dan gelap nih,” keluh Mama. Mama kembali melajukan mobil. Meski berjanji tak akan berulah lagi, namun masih ada rasa penasaran dalam hatiku. Tersimpan keyakinan bahwa tadi aku tak salah melihat. Aku mengedarkan pandangan untuk mencari sosok aneh perempuan yang kulihat tadi.  Deg! Aku menemukannya di antara lebatnya pohon-pohon. Kali ini aku melihat wajahnya yang sangat pucat dan pias. Dan dia tersenyum padaku, menampilkan giginya yang berdarah!  Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN