1. Satu Malam di Seminyak

2183 Kata
Hara tidak pernah suka suasana yang ada di kelab malam. Terlalu bising, ramai, dan menyesakkan. Tetapi, patah hati justru membuatnya nekat mendatangi sebuah kelab malam yang selama ini sangat anti untuk didatanginya. Hara datang kesana semata-mata hanya untuk minum sendirian. Dan tidak tanggung-tanggung, kelab malam yang didatangi Hara berada di daerah Seminyak, Bali. Sementara Hara sendiri merupakan seseorang yang berdomisili di Jakarta. Kelab malam yang didatangi Hara berada di resort mewah tempatnya menginap. Sengaja ia memilih tempat itu, karena kalau nanti dirinya mabuk, ia hanya perlu jalan kaki menuju kamarnya yang terletak tidak terlalu jauh dari kelab itu. Mirisnya, di saat nyaris semua orang di kelab ini datang bersama kenalan, teman-teman, bahkan pasangan dan bercengkerama bersama disana, Hara justru duduk sendirian di kursi yang berada persis di depan meja bar. Dan sejak tadi, ia menenggak gelas demi gelas whiskey seperti orang frustasi. Oh, tepatnya Hara memang sedang frustasi. Terima kasih kepada patah hati yang penyebabnya selalu saja sama, Hara yang terkenal genius berubah jadi orang bodoh. "f**k you. f**k you. f**k you." Hara mengumpat sendiri setelah meletakkan—nyaris membanting—shot glass-nya ke atas meja marbel bar. Kepala Hara mulai pening dan kini ia ingin menangis setelah memberikan umpatan terhadap orang yang telah membuatnya jadi menyedihkan seperti ini. Padahal, mau Hara mengumpat sekeras apapun juga orang itu tidak akan tahu akan tetap merasa bahagia bersama orang lain. Ah, kalau sampai teman-teman dan keluarga Hara tahu kalau ia pergi mabuk-mabukkan sendirian ke Bali karena memikirkan orang itu seperti ini, mereka pasti akan marah padanya. Marah besar. Mereka pasti akan bilang, untuk apa masih sedih karena orang b******k itu? It's his loss for leaving you, so why bother still mourning over him? He doesn't deserve your feelings. Ya, memang mudah bilang begitu. Tapi apa Hara bisa mengontrol perasaannya sendiri untuk tidak merasa sakit hati dan sedih lagi? Kalau bisa juga sudah dari dulu Hara mengatur ulang perasaannya dan membuang jauh-jauh semua memori dan perasaan khusus menyangkut orang itu. Sayangnya, hati Hara bukan data komputer yang bisa diatur hanya dalam sekali klik. Hati Hara lebih kompleks dari itu. "f**k you, really, for ruining my heart again." Sekali lagi Hara mengumpat, lalu kembali menenggak entah gelas whiskey-nya yang ke berapa. "Yeah. f**k them." Hara mengernyit mendengar umpatannya disahuti. Ia menoleh ke samping, mendapati seorang laki-laki duduk berjarak satu kursi darinya. Laki-laki itu juga sedang minum sendirian, sama seperti Hara. Meskipun keadaan kelab remang dan Hara tidak bisa melihat wajah laki-laki itu dengan jelas, Hara tetap bisa menebak kalau laki-laki itu sama-sama f****d up sepertinya. "Patah hati juga?" Tanya Hara diiringi kekehan kecil. Laki-laki itu menoleh padanya dan mengeluarkan sebuah senyuman miring. Wajahnya memang tidak terlihat jelas, tapi entah kenapa Hara merasa tidak asing. Namun kepala Hara terlalu pening untuk memerhatikan lebih cermat wajah laki-laki itu dan mengingat-ingat dimana ia pernah melihat wajah tersebut sebelumnya. "Kelihatan jelas?" Tanya laki-laki itu. Hara mengangguk. "Karena kamu kelihatan sama f****d-up-nya kayak saya." "Kamu nggak salah." "Congratulate me then." "Congrats." "Thanks." Keduanya tertawa. Laki-laki itu pun berpindah untuk duduk di kursi tepat di samping Hara. "Kamu kenapa patah hati?" tanyanya setelah mereka duduk bersebelahan. "Abis ketemu mantan, ngelihat dia sama istrinya udah gendong anak dan lagi check up calon anak kedua mereka," jawab Hara miris. "Kamu sendiri kenapa?" "Mantan saya nikah hari ini." "Ouch. Saya pernah ngerasain itu." Hara menepuk-nepuk bahu laki-laki itu prihatin. Menyebabkan laki-laki itu hanya bisa tersenyum sedih. "Saya tau rasanya gimana. Sakit banget, kan? Apalagi kalau kamu masih sayang banget sama mantan kamu itu." "Saya masih sayang banget sama dia," ujar laki-laki itu. Hara tertawa. "Sama," gumamnya menyedihkan. "Saya juga masih sayang sama mantan saya. Sesuatu yang benar-benar bodoh karena itu cuma bisa nyakitin diri saya sendiri." Laki-laki itu ikut tertawa, prihatin dengan nasib mereka berdua yang sama-sama tidak bisa melupakan seseorang dari masa lalu mereka. Ia pun mendekatkan gelas minumannya pada gelas di tangan Hara. "Cheers untuk patah hati kita?" Hara nyengir dan dengan senang hati menyentuhkan gelas miliknya pada gelas laki-laki itu hingga menimbulkan suara denting khas gelas yang beradu. "Cheers." Keduanya minum dari gelas masing-masing. Awalnya hanya sekali, lalu berlanjut menjadi dua kali, tiga kali, dan seterusnya sampai mereka sendiri lupa dengan hitungan gelas minuman yang telah mereka teguk. Alhasil, efek dari bergelas-gelas minuman itu membuat mereka semakin mabuk. Terlebih lagi Hara yang memang toleransi alkoholnya tidak terlalu tinggi. Perempuan itu sudah tersenyum sendiri dengan kepala berat dan wajah memerah. Ia bahkan sudah tidak kuat lagi untuk mengangkat kepala dan berakhir menyandarkan pipinya pada meja marbel bar yang dingin. Laki-laki itu pun tidak jauh berbeda. Ia sudah mulai mabuk, walau tidak semabuk Hara. Ia masih bisa duduk tegak dan bertopang dagu memerhatikan Hara yang ada di sebelahnya. Di mata laki-laki itu, saat ini Hara tampak lucu, manis, dan...seksi? "Selain minum, menurut kamu apa yang bisa dilakukan untuk sesaat ngelupain patah hati?" Pertanyaan itu membuat Hara nyengir seperti orang gila. Jawaban yang kemudian keluar dari bibirnya adalah jawaban yang tentu tidak akan diberikannya kepada orang asing ketika otak cerdasnya sedang waras. "n*****t. n***e. Ena-ena. f*****g. Having s*x. Make love.You name it." Jawaban Hara pun menyebabkan tawa laki-laki itu pecah. "Serius?" "Iya." Hara menyeringai. Ia pun bersusah payah mengangkat kepalanya yang sudah pusing demi mendekatkan wajahnya pada laki-laki itu dan membisikkan sebuah pertanyaan yang menggoda, "Kenapa? Mau?" Laki-laki itu balas tersenyum miring dan membunuh jarak di antara wajah mereka hingga keduanya bisa merasakan deru napas masing-masing. "Kalau saya jawab iya, nanti kamu mundur." "Well." Hara justru menaruh satu tangannya pada bahu-bahu laki-laki itu. "Siapa bilang saya bakal mundur? Lagian ya, udah lama banget terakhir kali saya disentuh sama laki-laki. And you know what? Your lips looks so tempting, I wanna kiss it." "Don't tease me." Hara mencebikkan bibir. "Kenapa?" Laki-laki itu tersenyum hingga Hara bisa melihat kedua lesung pipinya. Satu tangannya menyentuh lembut wajah Hara. "Nanti saya jadi mau kamu sekarang." "Yaudah, ayo sekarang," balas Hara diiringi senyum lebar. "Tapi di kamar kamu aja ya, soalnya saya lupa kamar saya dimana. Hehehe." Inilah kenapa orang-orang terdekat Hara tidak mau Hara mabuk-mabukan sendirian. Karena jika sudah mabuk, seorang Hara Arimbi Paramartha bisa melakukan hal-hal gila di luar akal sehatnya. Dan sialnya, malam ini Hara sedang sial. Seharusnya malam ini Hara bertemu orang waras yang menolaknya dan menyadarkannya. Namun, ia justru bertemu dengan seseorang yang sama sepertinya; mabuk, patah hati, dan butuh kehangatan dari orang lain untuk membuat patah hatinya terlupakan, meski hanya sesaat. *** SRETTT. Hara membulatkan matanya mendengar suara kain robek, kemudian ia tertawa begitu menyadari bahwa bagian lengan kemeja yang dipakainya saat inilah yang baru saja robek, ulah dari laki-laki yang sejak tadi menciumnya dengan rakus. Laki-laki itu sendiri terlihat tidak berdosa, masih sibuk menciumi leher Hara yang mana dinikmati oleh perempuan itu dan sesekali membuatnya mendesah. Tangan Hara ada di helaian halus rambut laki-laki itu. "Baju saya robek," ujar Hara. Laki-laki itu mengangkat wajahnya, menatap Hara yang ada di bawahnya dengan kedua matanya yang membulat penuh tanya. "Kenapa bisa robek?" "Kamu tarik," ujar Hara diiringi tawa kecil. "Bentar ya." Kemudian, tanpa berpikir lagi—tentu saja, Hara melepas kemejanya dan melemparkannya asal ke lantai. "It's better," ujarnya. Lalu, tangannya ganti melepas satu per satu kancing kemeja laki-laki itu, dan sisanya laki-laki itu selesaikan sendiri dengan melepaskan sepenuhnya kemeja tersebut dan ikut membuangnya ke lantai. "Now it's so much better." Laki-laki itu tersenyum, kemudian kembali menjemput bibir Hara ke dalam sebuah ciuman untuk yang kesekian kalinya. Entah sudah berapa lama mereka seperti ini, Hara maupun laki-laki itu tidak ingat. Selain karena keduanya sama-sama mabuk, mereka juga lupa waktu karena yang ada di pikiran mereka saat ini hanyalah eksistensi masing-masing. Di detik pertama masuk ke dalam kamar ini, mereka sudah berciuman. Entah siapa duluan. Yang pasti, Hara sudah bersandar pada pintu yang terkunci, sementara laki-laki itu merengkuh pinggangnya and they kissed like there is no tomorrow. Sampai pada akhirnya, ciuman yang bermula di depan pintu, jadi berpindah ke atas tempat tidur. Meskipun sedang mabuk, keduanya masih bisa merasakan kehangatan dan kenikmatan yang saling mereka beri lewat sesi make out mereka. And everything feels so good. Ini bukan pertama kalinya Hara melakukan make out bersama seorang laki-laki, tapi baru kali ini ia melakukannya sampai lupa diri dan ingin memberikan semuanya yang telah Hara jaga selama ini kepada laki-laki itu. Hara tidak peduli yang lain lagi. Ia bahkan sama sekali tidak terpikir tenten penyesalan yang akan didapatnya besok pagi. Yang hanya bisa dipikirkan Hara sekarang adalah, dia mau laki-laki ini. "Nama kamu siapa?" Hara bertanya ketika mereka sedang saling memisahkan diri, namun cukup dekat untuk merasakan hangat napas masing-masing. "Wira," jawab laki-laki itu tanpa berpikir dua kali. Hara diam sebentar, memandangi wajah yang ada di hadapannya dengan saksama. Meski kepalanya sedang berputar-putar, ia bisa mengenali wajah tampan itu. Hidungnya yang mancung, sepasang alisnya yang tebal, bibirnya yang sempurna, dan kedua lesung pipi itu. Satu nama tiba-tiba meluncur keluar dari bibir Hara. "Wirasena Pranaja Gardapati?" "Kenapa kamu bisa tau nama lengkap saya?" Tanya laki-laki bernama Wira itu dengan bingung. "Cuma nebak." Wira tersenyum. "Terus nama kamu siapa?" Bukannya menjawab, Hara justru menarik Wira kembali mendekat dan mengecup bibir laki-laki itu lagi. "Itu nggak penting," gumam Hara. "Let's just continue where we left and finish it, okay?" Wira tidak menolak dan balas mencium Hara lagi. Menyelesaikan kegiatan mereka dengan sejuta kenikmatan yang membuat mereka lupa segalanya. Setidaknya untuk malam itu. *** Sinar matahari yang menyinari wajahnya membuat Wira mengernyit dalam tidurnya. Ia mencoba berganti posisi dengan menghadap ke arah yang berlawanan dari sumber cahaya matahari itu. Namun percuma, karena ia tetap merasakan hangat sinar matahari tersebut menerpa punggungnya yang telanjang. Wira pun pada akhirnya memilih untuk membuka mata. Matanya spontan menyipit karena masih belum terbiasa dengan sinar yang memenuhi kamarnya saat ini. Beberapa kali ia mengerjap untuk menyesuaikan penglihatannya. Barulah Wira sadar kalau dirinya berada di kamar yang di sewanya di resort mewah tempatnya menginap selama beberapa hari di Seminyak, Bali. Ia menoleh pada jendela yang menjadi sumber dari masuknya sinar matahari dan mendapati bahwa semua gorden dari jendela tinggi dan besar itu tidak tertutup. Ia pun bisa langsung melihat pemandangan beranda kamarnya yang berhadapan langsung dengan laut lepas. Wira terdiam sebentar karena mencoba mengingat kapan ia kembali ke kamarnya ini. Seingat Wira, semalam ia datang ke kelab yang ada di resort ini, namun ia tidak ingat sama sekali kapan ia kembali. Wira mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya yang kosong. Ia pun merubah posisinya untuk menoleh ke samping dan mendapati betapa berantakan seprei tempat tidurnya sekarang. Ketiba tiba-tiba pusing menyerang kepalanya, Wira berjengit. Lalu, sebuah ingatan tentang semalam muncul, membuat Wira segera duduk dan melotot terkejut. "s**t," gumamnya. Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan mendapati kalau dirinya saat ini sedang telanjang. "What the f**k?" Umpatan Wira itu dijawab dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Dari dalam sana, keluar seorang perempuan cantik—sangat cantik—yang penampilannya terlihat berantakan, baik itu pakaiannya maupun rambutnya. Bahkan salah satu bagian dari kemeja yang dipakai perempuan itu robek dan ia mencoba menutupinya dengan tangan. Melihatnya membuat Wira langsung yakin bahwa itu adalah ulahnya semalam. Mereka bertatapan dengan ekspresi wajah yang sama-sama horror karena penuh keterkejutan. Shit. Wira kembali mengumpat dalam hati. Did he just have a one night stand with that woman? Selama beberapa saat mereka hanya diam. Wira tidak mampu mengatakan apa-apa karena situasi yang ada benar-benar membuatnya speechless. Kepalanya pun semakin berdenyut nyeri. Pada akhirnya, perempuan itu jadi yang pertama memutus eye contact mereka. Tanpa melihat Wira, ia pun berkata, "Apa yang terjadi semalam...tolong lupain. I hope we will never meet ever again." Tidak membiarkan Wira menjawab, perempuan itu pun terlebih dahulu pergi meninggalkan kamar Wira, membiarkan Wira larut sendiri dalam keterkejutannya. Bayangan kejadian semalam tiba-tiba muncul di benak Wira. Ia sudah ingat semuanya. Mulai dari pertemuannya dengan perempuan itu di kelab malam, mereka berdua yang mabuk, Wira yang mengajaknya ke kamar ini, their kisses, her touch, her, and everything. Bahkan desah perempuan itu semalam. Wira ingat semuanya kecuali nama perempuan itu. Karena memang mereka tidak berkenalan. Eh, apa mungkin mereka berkenalan tapi Wira lupa? Sial. Untuk yang pertama kalinya dalam hidup, seorang Wirasena Pranaja Gardapati merasa sangat b******k karena telah melakukan hubungan seksual dengan orang asing yang tidak dikenalnya sama sekali. One night stand istilahnya. Dan selama ini, Wira tidak pernah terpikir sama sekali untuk melakukan itu. Patah hati dan alkohol sialan! Karena dua hal itu, Wira jadi melakukan ini di luar akal sehatnya. Wira mengacak rambutnya frustasi dan mengutuki dirinya sendiri. Ia pun memungut celana dalamnya yang ada di lantai, memakainya lalu bangkit berdiri untuk menuju kamar mandi. Dan saat itu, Wira tidak sengaja melihat sebuah noda darah yang ada di atas seprei putih tempat tidurnya. Sebuah ingatan lain pun muncul. "It's my first time, Kak Wira..." "Don't worry. I'll do it gently, okay?" Potongan percakapan yang terjadi antara mereka semalam dan noda merah di seprei tersebut membuat Wira semakin frustasi. So...he took her virginity? Gila! Dan perempuan cantik tadi terlihat sangat muda. Kengerian Wira pun semakin bertambah, bagaimana kalau ternyata perempuan itu merupakan seorang anak di bawah umur? "f**k. f**k. Fuck." Wira mengumpat sambil menjambak rambutnya sendiri. Dosa apa yang telah diperbuatnya semalam? Ini benar-benar gila. Dan lebih gila lagi karena Wira kembali mengingat hal lain yang membuatnya segera memeriksa setiap kotak sampah yang ada di kamarnya. Begitu ia tidak mendapati satu pun kondom bekas di dalam tempat sampah itu, Wira terduduk lemas di lantai. "Double f**k," umpatnya lagi. They did it without any condom last night. Without condom. WITHOUT C-O-N-D-O-M. Perasaan Wira semakin tidak enak. Instingnya mengatakan, kejadian semalam akan menyebabkan sesuatu yang buruk terjadi padanya nanti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN