Tahun 2171, tepat 150 tahun sejak wabah penyakit di seluruh dunia yang menjatuhkan jutaan manusia dalam kematian seperti hilang dalam jentikan seorang Thanos. Berkat populasi manusia yang berkurang secara drastis, lambat laun bumi memulihkan dirinya. Hutan hijau kembali tumbuh, oksigen membaik dan berbagai flora serta fauna yang semula dinyatakan sudah punah, ternayata menemukan peradabannya kembali. Seolah tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, maka diadakan sebuah kongres yang membahas bagaimana menjaga kesehatan bumi tetap stabil tanpa menyingkirkan manusia.
Hingga akhirnya datanglah hari dimana seluruh manusia saling bekerja sama dan sepakat atas pilihan mereka yang meleburkan seluruh negara menjadi satu kemudian membaginya ke dalam beberapa sektor yang dikenal dengan sektor Selatan, Timur, Utara dan Barat. Masing-masing sektor memiliki peranan penting untuk menunjang sumber daya manusia dan alam. Dan yang paling penting adalah, manusia bekerja sama untuk menjaga bumi tetap lestari dan menghindari kejadian kepunahan pada beberapa spesies.
Sektor Utara ditugaskan untuk menjaga kelestarian alam dan hewan, sektor ini berfokus kepada cara pengembangbiakkan hewan dan tanaman yang sudah punah serta menjaga sumber yang masih ada agar tetap terjaga dan tidak mengalami kepunahan. Sektor timur bertugas untuk memproduksi dan menyuplai sumber sandang pangan kepada sektor lain. Jika di sektor Utara semuanya berasal dari alam, maka sektor Timur lah yang bertugas untuk mengelolanya. Sektor Barat lebih ditujukan pada pengembangan fashion seperti pakaian, tas, sepatu dan produksi lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan tersier manusia. Di sektor Barat sendiri, cukup banyak pabrik-pabrik yang beroperasi, tak jarang jika sektor Barat menjadi perhatian khusus bagi masyarakat, AHW (Agent of Hummanity Welfare) dan juga ISG (Inter-Sectoral Government). Yang terakhir adalah sektor Selatan, ditugaskan untuk menjadi sektor pengembangan teknologi. Dimana seluruh kebutuhan internet, transportasi, bahkan pengembangan antar ruang angkasa dijalankan di sektor ini.
Salah satu pria yang bertugas untuk menyokong kebutuhan teknologi adalah Easton Wyatt Jonathan. Ia adalah seorang pria berusia 30 tahun dan memiliki IQ 200. Hampir seluruh teknologi dari sektor Selatan, dibuat dan dikembangkan oleh dirinya. Tak heran jika ia memiliki perusahaannya sendiri bernama Flat Company dan menjadi salah satu orang terkaya di muka bumi. Easton memiliki kekayaan yang bahkan berada di luar nalar, dan jika memungkinkan, ia bisa saja membeli sektor Selatan untuknya seorang diri.
Kini, pria yang terkenal sebagai Southern Cold Rain itu sedang menyibukkan diri di atas meja kerjanya bersama dengan berbagai alat-alat anehnya. Suhu ruangan itu menunjukan angka 20°, angka yang normal dan cukup sejuk untuk melanjutkan aktifitas dalam ruangan. Easton sesekali mengehela nafasnya dan membenarkan posisi duduknya lalu kembali berkutat dengan benda-benda itu. Ia menyatukan berbagai bagian satu sama lain hingga akhirnya membentuk sebuah benda dengan bentuk dan fungsi baru.
Tok!
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu terdengar ke telinga Easton, namun ia tak menghiraukannya. Ia justru memperhatikan mainan barunya dan berusaha mengoperasikan benda itu apakah berfungsi dengan normal atau tidak. Selang beberapa detik, pintu ruangan pun terbuka, menampilkan sosok pria dengan kacamata, lengkap dengan jas rapi dan dasi berwarna biru dongker.
“Permisi,” ucapnya.
“Ya,” jawab Easton seolah ia sudah tahu siapa orang yang masuk ke dalam ruangannya.
Pria di ambang pintu itu segera menutup pintu dan melangkahkan kakinya ke hadapan Easton. Ia sedikit menggeser mainan baru milik Easton dan memberikan kotak hitam berukuran sedang yang berisikan chip kecil di dalamnya.
“Apa lagi ini?” tanya Easton sembari menaikkan kedua alisnya.
Ia beralih menatap pria di hadapannya dan secara bergantian melihat kotak hitam itu.
“Ini adalah beberapa mahasiswa yang akan magang di Flat Company. Mungkin sebaiknya kau melihat dan menilainya dengan matamu sendiri. Terkadang selera kita tidak sama, bukan?” tanya pria berkacamata itu sembari membuka beberapa lembar dokumen pengajuan yang berisikan data diri calon mahasiswa yang akan magang.
“Kau sudah memeriksa semuanya?” tanya Easton memastikan.
“Total berkas dokumen yang masuk ada 39000 pendaftar. Aku dan Mika sudah menyisihkan beberapa kandidat magang yang kami rasa tidak akan cocok dengan tempat ini, dan yang tersisa hanyalah 100 orang.”
Easton tampak menganggukan kepala. Tangannya meraih benda yang sempat ia rakit dan disingkirkan oleh rekannya lalu memasukkan benda itu ke dalam laci agar tidak terjatuh.
“Mau kuberi waktu untuk membacanya?” tanya pria itu memastikan.
“Alangkah lebih baik jika kau membuat teh lalu duduk manis menungguku di sofa, Diego,” jawab Easton.
Pria bernama Diego itu mengalihkan pandangannya ke sudut ruang kerja Easton, letak dimana mesin pembuat teh diletakkan di sana.
“Apa hanya ada teh?” tanya Diego.
“Mungkin sebaiknya kau periksa. Kemarin aku sudah minta pelayan untuk memasukkan s**u coklat kesukaanmu,” jawab Easton tanpa mengalihkan pandangannya dari layer monitor sembari menempelkan chip yang ada di dalam kotak hitam ke sisi layar monitornya itu satu persatu dan mulai ia baca satu persatu.
Mendengar jawaban Easton mengenai s**u coklat pada mesin itu ternyata cukup membangkitkan semangat Diego. Ia bergegas menuju sudut ruangan dan mengambil segelas s**u coklat beserta secangkir teh hangat untuk Easton. Setelah mendapatkan minumannya, ia bergegas meletakkan minuman itu di atas meja lalu menghampiri Easton.
“Mungkin akan lebih baik jika kau ikut minum bersamaku, bukan?” ujar Diego sembari memindahkan monitor layer sentuh beserta kotak hitam itu ke atas meja dengan sofa panjang.
“Kemarilah,” ajak Diego sambal mengisyaratkan tangannya pada Easton untuk berjalan menghampirinya.
Easton yang melihat itu hanya tersenyum kecil dan ia pun bangkit dari kursinya lalu menghampiri temannya dan langsung menyesap teh hangat yang sudah diambilkan oleh Diego.
“Jangan tersenyum padaku, Easton. Kau akan membuat orang berpikir kau menyukaiku,” ujar Diego sambal tertawa ringan.
“Aku masih normal, bodoh,” jawab Easton.
“Jika masih normal, kenapa kau masih melajang sampai sekarang Tuan Jonathan?”
Easton memicingkan matanya sinis menatap Diego yang kini duduk di hadapannya.
“Kau tau bukan bahwa ada 3 hal yang menyempurnakan seorang pria, yaitu harta, tahta dan wanita. Kau memiliki harta dan tahta, tapi tidak dengan yang ketiga,” ujar Diego mengejek.
“Apa kau sekarang berkencan dengan seorang wanita makanya berani mengatakan bahwa aku jomblo tua?”
Diego yang sedang meminum s**u coklatnya langsung tersedak ketika ia mendengar kata jomblo tua yang disebutkan oleh Easton.
“Aku tidak berkata demikian. Dan lagi, aku sedang menikmati masa mudaku dan memutuskan untuk tidak berkencan dengan siapapun sampai aku berusia 40 tahun.”
“Hei, kita ini seumuran. Kau lupa? Sudah 20 tahun bersama, tapi ternyata kau tidak berubah sedikitpun.”
“Apa maksudmu?”
“Ya, kau masih bodoh. Selalu menganggap dirimu muda, padahal kenyataannya kita seumuran. Dan perlu diingat, aku lebih pintar, lebih kaya dan lebih memiliki segalanya dibanding kau,” jelas Easton yang langsung menusuk ulu hati Diego.
“Dan kau pun masih sama, Tuan Jonathan. Tidak berubah sedikit pun sejak 20 tahun yang lalu. Kau masih saja berkata tanpa memikirkan perasaan orang lain. Ya….walau kurasa ada benarnya,” ujar Diego sembari menggosok tengkuknya.
“Itu semua karena aku pintar.”
“Tidak, itu karena kau tidak memiliki hati. Bahkan kau tidak pernah berpacaran.”
“Apa itu penting?”
“Ya, sangat. Cobalah berkencan dengan seorang wanita. Ketika kau jatuh cinta, hidupmu akan berubah,” jawab Diego dan mulai beranjak dari sofa dengan segelas s**u coklat yang masih melekat di tangan kirinya.
“Kau mau kemana?” tanya Easton.
“Kembali ke ruanganku. Kenapa? Mau ikut?”
“Tidak,” jawab Easton singkat.
“Tidak usah bertanya mau kemana jika kau tidak ingin ikut.”