Chapter 1

1123 Kata
Pedro POV Aku kembali menarik selimutku untuk melindungi kulitku dari hawa dingin yang menusuk, menggeliat mencoba tidur kembali. Namun, sebuah sentuhan melecehkan menyeret kesadaranku secara paksa, membuat mataku langsung terbuka lebar-lebar dalam seketika. Hal pertama yang aku lihat adalah setan tetangga sebelah. Ia tengah duduk di atas perutku. Entah bagaimana bisa, sudah terekspose jelas. Eh? Tunggu dulu ... AKU NAKED!? "GYAAA!!" jeritku, seraya menendang setan itu menjauh, menarik selimutku dengan segera untuk menutupi tubuhku yang polos. Akan tetapi, sialnya si setan malah berhasil mengelak dari tendanganku. Dengan santainya, dia melompat turun dari tempat awalnya, di atas perutku tadi. Berpindah bersandar pada dinding dengan gaya sok cool. Menyilangkan kaki, dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku jasnya. "Sudah bangun, Bunny?" tanyanya. Dengan nada bicara riang gembira, terlihat menjijikkan untuk ukuran om-om tua. "KELUAR DARI KAMARKU, AGUSTA!!" Aku mengusir dengan kasar. Melempari apa pun yang bisa aku raih, tapi sialnya ... si setan Agusta itu, bisa mengelakkan dengan sangat baik. "Tidak mau, My Bunny~. Hari ini suhu badanmu 1°C lebih tinggi dari suhu normal lho! Mau aku buatkan minuman hangat agar tidak sakit?" tanyanya sok perhatian, bertolak belakang dengan wajah penuh seringai licik itu. Berbicara tentang perbedaan 1°C yang membuatku merasa ngeri, akan skill penguntitnya itu. "TIDAK!! KELUAR!!!" teriakku lagi, mengusir. Akhirnya ... setelah berteriak, mengumpat dan acara saling dorong, Agusta keluar juga dari kamarku. Buru-buru aku memakai pakaianku, sebelum Agusta kembali. Tak ingin berakhir jadi objek pelecehan seksualnya. Namanya adalah Agusta Alano. Seorang psikolog, peneliti, penulis sekaligus dosen yang berumur 34 tahun. Hanya dua tahun lebih muda dari usia ibuku dan hampir dua kali usiaku. Namaku Pedro Moero, aku sendiri seorang siswa tahun terakhir sekolah menengah atas. Usiaku baru 18 tahun dan hidupku sudah sangat berat gara-gara kehadiran Agusta. Semuanya dimulai sejak dua hari yang lalu, di mana aku sedang berbaik hati dan menolong 'manusia peliharaan' Agusta. Bukannya berterima kasih, Agusta malah menerorku. Kemarin, setelah aku membantunya memasak bubur untuk 'peliharaannya' yang sakit itu ... Agusta malah dengan tidak tahu dirinya, mengikutiku sepanjang hari. Berakhir dengan kata-kata memuakkan yang dibuktikannya hari ini. Aku pun kembali terngiang-ngiang ucapan Agusta sebelum dia pulang kemarin. "Mulai sekarang, kamu adalah kelinci percobaanku, Bunny. Kamu milikku. Besok pagi, aku akan datang membangunkanmu dengan penuh cinta." Tubuhku langsung merinding ngeri, mengingat kata-kata dengan nada bicara centil mencurigakan itu. *** Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, sebelum menaiki bus sekolahku yang memang menyediakan jasa antar jemput untuk siswa-siswinya, memastikan Agusta tidak ada di dekatku. Setelah merasa aman, aku pun memasuki bus dan duduk di kursi paling belakang, tempat duduk yang sudah aku klaim sebagai milikku. Aku menyandarkan kepala ke sandaran kursi, sambil mendengarkan rekaman materi percakapan dalam bahasa Inggris. Karena aku akan pindah ke rumah ayahku di Inggris untuk kuliah nanti, jadinya belajar bahasa Inggris merupakan prioritasku saat ini. Namun, mendadak sebuah tangan menarik kepalaku hingga menyandar pada pundaknya. Merasa risih, aku langsung melepas headphone-ku, berbalik ke arahnya berniat mengumpat marah. "Sialan! Apa yang kau laku – " umpatanku terpotong. Lantaran tangan sialan itu menarik tengkukku, sementara bibirnya melumat bibirku. Mataku langsung melotot kaget. Refleks aku langsung mengepal tanganku, meninju perut pria kurang ajar itu, tapi sialnya ... dengan tangan yang lain, dia berhasil menahan tinjuku. Setelah puas melecehkan bibirku, Agusta menyeringai jahil. "Aku suka bibirmu, Bunny~." Berbicara dengan riang gembira. Lalu menarik kepalaku agar bersandar di dadanya yang bidang itu. "Lepaskan! Lepaskan! Lepaskan!!" Aku meronta-ronta, mendorongnya menjauh dengan sekuat tenaga. "Tidak mau! Aku suka memeluk tubuhmu, keras dan berotot," katanya lagi, terdengar seperti melecehkan di telingaku. "Mr. Collin!! Pria ini menyusup ke dalam bus dan melecehkanku!!" pekikku. Melapor ke Mr. Collin, wali kelasku. Bus sekolah kami, setiap kelas memiliki busnya sendiri. Dengan wali kelas yang ikut naik bus itu setiap hari demi mengawasi muridnya agar tidak membolos. Namun sialnya, Mr. Collin malah dengan cuek membaca sebuah buku di kursinya, tepat di belakang supir bus. Sedangkan teman-teman sekelasku, entah kenapa juga terdiam sambil membuang muka, berpura-pura tidak melihatku? Ada apa ini? "Percuma saja meminta tolong, Bunny. Aku sudah mengancam mereka semua~." Refleks kepalaku menoleh menatap ke wajah Agusta. Wajah yang selalu terlihat senang, menyeringai licik atau m***m itu. "BOHONG!?" Aku tidak percaya. Membantahnya, dengan tatapan kesal. Namun menit berikutnya, aku langsung percaya. Kala Agusta memberiku sebuah buku berjudul, 'Buku Aib Manusia Di Sekitar Kelinciku'. Buku yang berisikan semua aib teman-teman sekelasku, guru, dan bahkan direktur sekolah. Tertulis rinci dan memiliki bukti yang jelas. Buku setebal 2000 halaman itu, tidak lupa dicap tulisan 'COPY'. Yang berarti, ini hanya salinannya saja. Matilah aku! Tiga bulan sebelum kelulusan dan tiga bulan sebelum pindah ke Inggris ... bisakah aku bertahan dari serangan si setan penguntit, berbahaya satu ini? "TIDAKKK!!!" jeritku putus asa. Saat sadar bahwa hidupku tidak lagi menyenangkan. "Khuhuhu ... sudah sampai lho, Bunny. Yuk turun!" Dan ketika mataku bertemu pandang dengan wajah yang dihiasi seringai licik itu ... aku tahu, kalau aku hanya bisa pasrah diseret oleh Agusta. Membiarkan dia membawaku menuruni bus, hingga sampai di kelasku. Hebat sekali setan ini. Bagaimana caranya dia mengetahui semua aib dan letak kelasku hanya dalam dua hari? Lagi pula, bukannya Si Setan harus bekerja? Ya! Itu dia! Dia, kan orang sibuk! "Agusta, bukannya kamu punya pekerjaan yang harus diurus?" tanyaku saat pelajaran tengah berlangsung, kepada Agusta yang telah mengusir teman sebangkuku dan menggantikan posisinya. Jangan tanya kenapa guruku mengizinkan om-om yang bahkan bukan murid sekolah ini, mengikuti pelajaran. Karena jawabannya sudah jelas, buku laknat itu! "Aku seorang freelancer, Bunny. Jadi tenang saja. Semua waktuku untukmu," jawab Agusta, sambil mengedipkan mata genit. Aku mau muntah! Sial! Bagaimana bisa dia freelance dengan empat pekerjaan sekaligus? Orang ini membuatku begitu frustrasi. Aku harus mencari cara untuk mengusirnya dari hidupku! "Bunny~ Fuuu~." Mendadak, Agusta memanggilku sambil berbisik, kemudian meniup telingaku. "Hiii!" Aku langsung merinding, mundur menjauh darinya, sambil memegang telingaku yang dia tiup dan .... BRAK! "AW!" Aku meringis, terjatuh dari kursiku. "Hahaha ... reaksimu lucu, Bunny! Aku tambah cinta deh!" Sementara si setan tertawa terbahak-bahak. Ia menulis entah apa di notesnya, lalu tersenyum penuh arti dan mengulurkan tangannya padaku. Baru sekarang, sok mau menolong, setelah tadi menertawakan aku seperti itu. Aku mendengus kesal, menendang ke arah lututnya. Dan tentu saja tendangan ku gagal lagi. Karena lawanku setan dan dia sangat jago mengelak. Padahal aku ini juara karate antar sekolah, tapi semua kebanggaan dan kekuatanku seolah tidak berarti di depannya. Sial! Aku merasa terhina! "MENJAUH DARI KU HOMO!!" makiku kasar. "Tidak mau!" Namun, si setan tetap menyeringai menyebalkan sambil memelukku. Tak peduli, seberapa keras aku meronta-ronta melawan. Selama jam pelajaran, di mana semua penghuni kelas bersikap seolah-olah kami tidak ada. Pada akhirnya, apa pun yang aku lakukan sia-sia. Si setan tetap dengan santainya menguntitku ke mana-mana hingga aku benar-benar tertidur di malam hari. Membuatku dengan putus asa. Hanya bisa berharap, dia tidak kembali saat aku membuka mataku besok pagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN