6. Dimanakah Keadilan?

1179 Kata
"Malam Pak, saya Maharani. Ada kepentingan apa bapak mencari saya?" "Saya Fajar Alviano, kepala polisi yang menangani laporan Bu Claudia terkait perselingkuhan. Jadi saya mohon kerjasamanya untuk ikut ke kantor." "Apa maksudnya perselingkuhan? Anak saya tidak mungkin melakukannya. Dia sudah mempunyai pasangan dan mereka akan segera menikah?" "Ayah, Rani mohon tenang ya. Maaf.... maafin Rani". Aku meraih kedua tangan ayah dan mencium punggung tangannya lalu beranjak pergi tanpa berani menatapnya. "Mari Pak, kita jalan." Ayah masih berdiri mematung melihatku berlalu. Namun, Laras segera menyadarkannya. "Yah, kita harus segera menyusul Mbak Rani. Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi? Ini pasti fitnah. Ini tidak benar. Laras akan menjemput ibu di pasar dan segera ke kantor polisi. Ayah jalan terlebih dahulu." "Baik Ras, kamu harus pelan-pelan menjelaskan kepada ibu. Jangan membuatnya panik. Ingat ibu punya penyakit jantung." ***** "Iya, Paman semua berjalan lancar. Claudia sudah melaporkan Bima. Aku akan menyulut api supaya hal ini menjadi berita yang besar. Dengan rekaman video yang ada, aku yakin ini akan menjadi heboh dan perlahan kita hancurkan keluarga mereka." "Oke Fan, Paman tunggu kabar baik dari kamu." "Paman urus segala sesuatu di sana termasuk Bi Sumi. Apa dia bisa dipercaya?" "Tentu, Sumi itu berutang banyak sama Paman. Jadi dia akan menuruti perintah Paman." ***** Di kantor polisi, sudah ada Pak Bima dan istrinya, Bu Claudia dengan pengacara mereka masing-masing. Saat melihatku, Bu Claudia menatapku dengan tajam seolah ingin menerkamku. Aku hanya menunduk dan berusaha menenangkan diri. Aku masih teringat kejadian di villa dan takut hal itu terulang lagi. "Baiklah, semua sudah berkumpul. Jadi kita bisa mulai melakukan investigasi." "Ini bukti yang saya punya. Rekaman video saat mereka bermesraan juga bukti transaksi sejumlah uang yang suami saya berikan ke wanita jalang itu." Kepala polisi itu memutar video dan mengecek kebenaran transaksi yang masuk ke rekeningku. Betapa malunya aku, melihat video yang diputar. Ternyata ada yang merekam kejadian saat aku dan Pak Bima bermesraan di ruang tamu. Mataku mulai berkaca-kaca dan airmata mengalir tanpa bisa ku tahan sedangkan Pak Bima terlihat santai. "Sudah jelas kan semua bukti ini. Aku tahu selama ini kamu selingkuh. Aku hanya belum mempunyai bukti. Sekarang aku akan menuntut kamu." "Berapa uang yang kamu inginkan? Aku akan segera mentransfernya ke rekeningmu. Jadi jangan kekanak-kanakan. Atau kamu mau segera bercerai. Ayo kita lakukan. Aku sudah muak dengan pernikahan ini." "Jahat kamu Mas. Kamu pikir semua bisa diselesaikan dengan uang? Aku akan penjarakan kamu." "Jangan bercanda. Ini cuma masalah sepele. Aku bebas melakukan apapun karena kamu tidak bisa memenuhi kewajibanmu sebagai istri. Wajar kalau aku mencari kesenangan diluar. Bukan begitu, Pak Fajar?" ***** Ayah baru saja tiba dan segera menghampiriku. "Ada apa ini sebenarnya, Ran?" "Ayah" "Ooo, jadi Anda ayah wanita jalang ini." "Jaga mulut Anda. Anak saya wanita baik-baik." "Cihhh, dia itu PE...LAKOR, dia menggoda suami orang, menidurinya lalu mengeruk uang suami saya...", sambil mengarahkan telunjuknya ke arahku. "Tidak mungkin, Anda jangan sembarangan menuduh. Apa ada buktinya?" "Begini Pak, tolong Bapak tenang. Semua berjalan sesuai prosedur. Kami sudah memiliki bukti yang cukup. Jadi saya minta kesediaan Bapak untuk tidak memperkeruh suasana." "Rani, katakan semua ini tidak benar kan. Katakan pada Ayah." Ibu dan Laras pun datang lalu segera menghampiri aku dan ayah. "Ada apa ini sebenarnya? Yah, Ran, ada apa?" Aku hanya bisa menangis tersedu sedu. Tak ada yang bisa kuucapkan karena semua bukti itu nyata. "Maaf Bu, tolong tenang dan duduk. Kami masih dalam investigasi." "Saudari Maharani, apa Anda ingin melakukan pembelaan?" "Begini Pak, pengacara saya, Pak Ronald yang akan mengurus semua. Jadi saya minta Anda jangan menekan saksi. Sekarang saya akan membayar jaminan untuk kami. Anda tidak bisa menahan kami." "Claudia kita selesaikan masalah ini di rumah. Jangan membuat rumit masalah sepele seperti ini." Hatiku terasa sakit mendengar perkataan Pak Bima. Dia hanya menganggap masalah ini sepele padahal semua harapan dan impianku hancur. Aku sudah mengecewakan ayah dan ibu. Lalu bagaimana dengan Mas Ryan bila dia tahu masalah ini? "Baiklah Pak Bima dan Bu Claudia bisa merundingkan masalah ini. Apa akan diselesaikan secara kekeluargaan atau akan ditindaklanjutin ke jalur hukum. Saya tunggu keputusannya." Pak Bima dan Bu Claudia meninggalkan kantor polisi dan aku juga diperbolehkan pulang setelah menandatangani pernyataan. Ibu masih berlinang air mata dan ayah tampak menahan amarah. Mereka berboncengan pulang ke rumah sedangkan aku pulang dibonceng Laras. Kami berhenti sebentar di taman. "Mbak, apa semua itu benar? Mbak tidur dengan bos Mbak. Mbak menjadi pelakor? Gak, Laras gak percaya. Walaupun semua bukti mengarah ke Mbak dan semua orang menuduh Mbak. Laras tahu itu semua tidak benar. Katakan yang sebenarnya terjadi Mbak. Laras akan membela Mbak apapun yang terjadi." "Terimakasih Ras, kamu percaya Mbak. Mbak sudah mengecewakan ayah dan ibu juga Mas Ryan. Mbak takut." Aku menangis sambil memeluk erat Laras. Lalu aku menceritakan semua kejadian yang terjadi di villa dari awal sampai akhir tanpa terlewat. "Ras, Mbak gak tahu mengapa Mbak menjadi liar seperti itu tapi Mbak melakukan semua itu secara sadar. Apa yang harus Mbak lakukan?" "Ini tidak adil. Mbak kehilangan kehormatan Mbak tapi Mbak malah dituduh pelakor. Laras tidak terima. Laras akan membuktikan Mbak tidak bersalah. Mbak disini adalah korban bukan tersangka." "Tapi siapa yang akan percaya Mbak? Semua bukti memojokkan Mbak." "Laras akan mencari bukti dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi? Mbak harus kuat dan tegar. Kita akan melewatinya bersama." ***** "Pak Kuncoro, kita dalam masalah. Pagi ini beredar video perselingkuhan Pak Bima dan sekretarisnya." "Apa maksudnya?" "Saya sudah kirimkan videonya dan semalam Bu Claudia melaporkan perselingkuhan Pak Bima ke kantor polisi." "Bima..., Bima..., masalah apa lagi yang dia timbulkan." "Gibran, tolong kamu pantau terus situasinya dan kabarkan kepada saya. Dalam 3 hari ini, saya akan pulang." "Baik Pak Kuncoro." "Ada apa Pi?", tanya Anna Bagaskara yang merupakan ibu dari Bima. "Anakmu itu selalu membuat masalah. Dan menantu kesayangan Mami itu juga sudah kelewat batas." "Apa maksud Papi?" "Claudia merekam video perselingkuhan Bima dengan sekretarisnya dan menyebarkannya. Semalam dia juga melaporkan Bima ke kantor polisi." "Tidak mungkin Claudia seperti itu." "Sudahlah Mami pasti selalu membelanya. Dalam 3 hari ini, kita akan kembali dan semua masalah pasti selesai kalau ada Papi." "Mami ikut kata Papi aja." ***** Dor.... dor.... dor.... Suara pintu rumah kami yang digedor sangat kencang saat masih pukul 6 pagi. "Pak Tio...., Bu Ambar.... keluar." Ayah dan ibu serta aku dan Laras terbangun dan segera membuka pintu. "Ini dia wanita pelakor itu. Heh, Rani. Ngakunya sarjana tapi pekerjaannya pelakor. Lebih baik kamu pergi dari kampung kita ini. Kami gak sudi ada pelakor tinggal disini. Ibu dan anak sama aja." "Bu Broto, apa maksud ibu?" "Pura-pura baik sebenarnya busuk. Cuihh..." "Iya Rani harus kita usir. Bisa-bisa suami kita di goda sama dia." "Iya benar tuh Pak RT. Usir....usir.... usir.... usir." "Tenang, tenang ibu-ibu. Kita bicarakan ini secara kekeluargaan. Kita tidak boleh menghakimi." "Jangan-jangan Pak RT juga tergoda sama si Rani itu jadi membelanya." "Astagfiullah, ibu-ibu." "Ini ada apa sebenarnya Pak RT." "Ini Pak Tio, Bu Ambar", sambil memberikan hp yang berisi video saat Bu Claudia melabrakku di villa. Jadi video saat aku hanya terbalut selimut itu menyebar. Aku hancur, benar-benar hancur. Mengapa ini terjadi kepadaku? Apa salahku? Dimanakah keadilan? Lalu tiba-tiba ibu ambruk sambil menekan dadanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN