03 - Tunangan - √

1286 Kata
Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, Reza dan Ani akhirnya sampai di tempat tujuan Reza. Ani mengedarkan pandangannya, menatap lingkungan sekelilingnya dengan kening berkerut. Sepertinya ia baru melihat restoran ini? Padahal ia sering melalui jalan yang baru saja ia dan Reza lalui. Mungkin restoran ini baru buka beberapa hari belakang ini, karena ia masih melihat beberapa karangan bunga cantik nan segar yang berjejer rapi di hadapannya. Ani melirik Reza dengan mata memicing penuh curiga. "Ngapain kita ke sini?" tanyanya penasaran. "Makanlah, lapar tahu. Ayo turun." tanpa menunggu balasan Ani, Reza menautkan jemarinya dengan jemari Ani dan bergegas memasuki restoran miliknya. Begitu mereka sampai di dalam restoran, mereka langsung menjadi pusat perhatian dari para karyawan yang bekerja di sana, tak terkecuali Lia yang kini menghampiri keduanya. "Hai Za," sapa Lia ramah. Lia adalah salah satu pegawai di restoran ini, lebih tepatnya manager. "Hai Li. Tolong siapkan bahan masakan dan antar ke ruangan gue ya." Lia mengangguk lalu melirik Ani, meneliti penampilan Ani dari ujung kaki sampai ujung kepala. Pandangan Lia lantas tertuju pada jemari Ani dan Reza yang saling bertaut dengan sangat eratnya. Ani yang merasa di perhatikan oleh Lia sontak mengangkat dagunya dengan gaya angkuh. "Kenapa? Ada yang salah sama penampilan gue?" tanyanya menantang. Lia sontak menggeleng dengan kepala tertunduk. "Ma-maaf," jawabnya terbata. Lia tidak menyangka kalau gadis yang kini bersama Reza akan bertanya terus terang seperti itu padanya. Reza menarik Ani, membuat Ani masuk ke dalam dekapannya. "Galak banget sih," bisiknya sambil terkekeh. Ani mendengus, memilih mengamati suasana restoran yang sangat ramai oleh hiruk pikuk manusia yang tentu saja sedang asik menikmati makanan mereka sambil bercengkerama. "Za, lauknya mau ayam atau ikan?" tanya Lia. Reza mencolek dagu Ani, membuat Ani mendengus tak suka. Ani menoleh, menatap Reza dengan mata melotot. "Apaan sih?" tanyanya ketus. "Lauknya mau ikan atau mau ayam?" tanya Reza lemah lembut, mengabaikan raut wajah kecut yang Ani berikan. "Ayam aja," sahut Ani cepat. Reza mengangguk lalu melirik Lia. "Sesuai yang Ani minta, lauknya ayam, sayurnya kangkung, sisanya seperti biasa." Lia mengangguk tanda mengerti, lalu bergegas menuju ruang penyimpan bahan makanan untuk menyiapkan semua bahan masakan yang Reza minta. Ani mencoba melepaskan tangan Reza yang kini melingkari pinggangnya. Ia merasa risih dan tidak nyaman karena banyak pasang mata yang kini menatapnya dengan berbagai macam ekspresi. Tapi bukannya terlepas, Reza malah semakin menarik tubuh Ani merapat padanya. Reza bergegas melangkah menuju ruangan khusus miliknya. Saat ini Reza dan Ani sudah berada di ruangan Reza yang sangat luas dan megah. Dengan sekali sentakan, Ani melepas tangan Reza dari pinggangnya dan itu berhasil. Reza hanya terkekeh lalu membuka jaket kulitnya dan menaruhnya di sofa yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. "Gue enggak suka sama perempuan tadi," ungkap Ani blak-blakan. Ia sama sekali tidak peduli kalau Reza akan marah atau tersinggung dengan ucapannya. Reza sontak menoleh, menatap Ani dengan mata menyipit. "Kenapa gak suka?" tanyanya dengan nada geli. "Centil," sahut Ani dengan nada ketus. "Kamu juga centil, cerewet lagi," sahut Reza tak mau kalah. Ani sontak menoleh, menatap Reza dengan mata melotot. "Enggak yah!" sanggahnya cepat. Tidak terima dengan apa yang baru saja Reza ucapkan. "Iya enggak. Enggak salah kan maksudnya?" Reza menaikan-turunkan salah satu alisnya, sengaja menggoda Ani. Ani memalingkan wajahnya ke arah lain, enggan menatap Reza yang malah terkekeh begitu melihat raut wajah kecut Ani. "Terserah," ketus Ani dengan tangan bersedekap dan bibir yang kini cemberut. Lagi-lagi Reza menarik Ani, membawa tubuh mungil Ani masuk ke dalam pelukannya. "Enggak boleh cemberut," bisiknya dengan suara memberat. Ani mendongak, menatap tepat di manik hitam Reza yang juga sedang menatapnya dengan intens. "Kenapa enggak boleh cemberut?" tanyanya gugup. Tentu saja ia gugup, ia tidak pernah bersentuhan sedekat ini dengan seorang pria, tapi sekarang jaraknya dan Reza benar-benar dekat. Ia bahkan bisa merasakan hembusan nafa Reza yang beraroma mint. Reza tersenyum, lalu kembali menurunkan pandangannya pada bibir Ani yang tipis tapi sangat menggoda. Tangan kanan Reza terulur, membelai bibir ranum Ani dengan gerakan sensual. "Karena aku jadi pengen lumat bibir tipis kamu," sahutnya dengan suara yang semakin memberat. Bulu kuduk Ani meremang begitu mendengar bisikan Reza yang terdengar sangat intim. Tanpa sadar, Ani menggigit bibirnya, membuat manik hitam Reza semakin menggelap. "Jangan di gigit," desis Reza. Ani tidak sempat mengutarakan ucapannya karena bibirnya sudah terlebih dulu di bungkam bibir Reza. Reza melumat bibir ranum Ani dengan gerakan pelan, tak ingin membuat Ani terkejut. Mata keduanya lantas terpejam dengan bibir Reza yang kini mulai mengulum bibir atas dan bawah Ani secara bergantian. Tanpa sadar, Ani melenguh. Membuat Reza semakin bersemangat, juga begairah untuk terus mengulum, melumat bibir tipis Ani yang sangat lembut juga manis. Reza membawa kedua tangan Ani agar mengalung di lehernya lalu mengangkat tubuh Ani ke dalam gendongannya, mendudukan Ani tepat di pantri tanpa sedetikpun melepas tautan bibir mereka. "Balas sayang," gumam Reza di sela ciumannya. Seolah terhipnotis dengan ucapan Reza, dengan perasaan malu-malu, Ani membalas ciuman Reza, melumat bibir atas dan bawah Reza dengan gerakan yang masih kaku. Gerakan kaku Ani malah membuat senyum Reza mengembang. Pria itu jelas tahu kalau gadis yang kini sedang membalas ciumannya ini sama sekali belum tersentuh dan ia adalah pria pertama yang menyentuhnya sejauh ini. Kedua tangan Ani merambat naik, meremas rambut Reza dengan sangat kuat. Menyalurkan rasa nikmat yang baru pertama kali ia rasakan. Reza merapatkan tubuhnya pada tubuh Ani, membuat Ani bisa merasakan sesuatu yang menyembul di balik celana bahan yang Reza pakai. Reza meremas pinggul Ani dengan gerakan sensual, menimbulkan geleyar aneh pada setiap seluruh sel saraf di tubuh Ani. Ani menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar ciuman, tapi ia tidak tahu apa yang tubuhnya inginkan. Reza mengerang, saat miliknya semakin terasa linu dan juga sakit. f**k! Miliknya sudah tegak berdiri dengan sempurna, hanya karena sebuah ciuman. Dasar burung murahan! Tapi burungnya tidak murahan, karena hanya dengan Ani dan saat berdekatan dengan Ani lah ia merasakan nafsu birahinya bergejolak. Naik dengan drastis. Sialan! Brak!!! Suara benda jatuh membuat keduanya terkejut bukan main. Tautan bibir keduanya terlepas, dan Ani langsung membenamkan wajahnya di ceruk leher Reza, malu karena aksi tak senonohnya dengan Reza tepergok orang yang entah itu siapa. Mata Reza terpejam, mencoba meredam emosi yang bercokol dalam hatinya. Reza menoleh dan ia mendapati Lia yang berdiri mematung dengan wajah pucat pasi. "Lain kali, kalau mau masuk ketuk pintu dulu!" Peringatnya tegas. "Ii-iya, maaf Za," ujar Lia lirih dengan kepala tertunduk. Wajah Reza yang tegas dan dingin cukup membuat Lia ketakutan. Lia baru pertama kali melihat Reza semenyeramkan itu. Dengan cepat, Lia memunguti bahan masakan yang baru saja ia tumpahkan dan bergegas keluar dari ruangan Reza untuk mengganti bahan masakan tersebut dengan yang baru. Reza mendekap erat tubuh Ani, mengecupi puncuk kepala Ani. "Kamu mau sampai kapan peluk aku?" tanyanya dengan nada geli. Ani sontak melepas pelukannya mendorong tubuh Reza agat menjauh darinya. Reza tergelak dan itu membuat Ani malu bukan main. Ani menunduk dengan wajah merah padam, ia merasa malu dengan apa yang baru saja terjadi. Bayangkan, ia dan Reza baru saja berciuman dan sialannya, kenapa pula ia membalas ciuman Reza? Sepertinya ada yang salah dengan kinerja otak dan juga hatinya. Reza membelai wajag merona Ani dengan jemarinya. "Kamu cemburu gak kalau aku dekat dengan perempuan lain?" Ani yang masih di landa gugup hanya menggeleng. "Padahal aku berharap kalau kamu cemburu," gumam Reza yang ternyata masih bisa Ani dengar. Ani mendongak, menatap Reza dengan raut wajah kecut. "Ngapain cemburu, pacar juga bukan." "Aku calon suami kamu, bukan pacar kamu." "Kata siapa?" "Kata Bunda," sahut Reza santai. Kening Ani berkerut begitu mendengar jawaban Reza. "Bunda? Bunda siapa?" tanyanya penasaran. Reza menatap Ani dengan mata memicing dan alis bertaut, bahkan kini kedua tangannya bersedekap. "Jangan bilang kalau kamu sama sekali belum tahu kalau kita itu akan segera bertunangan?" Mata Ani sukses membola begitu mendengar jawaban Reza. "Tunangan!" jeritnya histeris.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN