2. Angkat kaki

1091 Kata
Sesuai dengan perkataannya, hari ini kedua keluarga akan bertemu di sebuah retoran ternama. Kali ini Krisna benar-benar tidak berkata omong kosong.   Pagi-pagi buta, Krisna sudah meminta Melisa untuk mengantarkan gaun yang dikirim oleh calon menantunya. Meskipun Melisa sempat menolak, tapi ia tidak bisa berkutik saat mendengar penuturan Krisna mengenai kelakuan absurd putrinya itu.   “Setiap malam minggu, anak Mama itu selalu menjadi joki balapan liar dan dia selalu tidur di kost Ajun. Apa Mama masih bisa berkata jika Zeze itu anak yang polos?” tanya Krisnya.   “Papa tahu Mama hanya takut. Tapi Papa yakin ini adalah yang terbaik. Pergaulan dunia malam itu sangat berbahaya, jadi sebelum terlambat lebih baik kita jodohkan dan nikahkan Zeze secepatnya.”   Melisa akhirnya mengerti dan menuruti perkataan suaminya. Ia mulai bangkit, membawa sebuah kotak besar dan mewah dengan logo butik ternama di atasnya. Hidup sebagai orang biasa, menjadikan Melisa akhirnya sadar jika Zeze akan bisa hidup dengan lebih baik jika ia menikah dengan teman suaminya yang kaya raya.   Dengan penuh keyakinan, Melisa mulai mengetuk pintu tapi sayangnya ia sama sekali tidak mendengar jawaban dari dalam kamar putrinya. Baru saja ia berniat untuk membuka pintu tersebut, tapi pintu itu terbuka sendirinya, menampakan kamar yang sepi tak berpenghuni.   “Ze, apa kamu dikamar mandi? Cepat keluar, coba kamu lihat apa yang dikirimkan oleh calon tunangan mu,” panggil Melisa cepat.   Lima menit Melisa menunggu. Ada hal yang janggal, akhirnya perempuan itu memutuskan untuk membuka pintu kamar mandi dan benar saja dugaannya. Zeze sama sekali tidak ada dalam kamar mandi.   Melisa berusah untuk tenang. Ia kembali duduk dan menarik napasnya dalam, berharap jika apa yang dikatakan putrinya kemarin tidak benar-benar terjadi.   ***   Setelah kepergian Krisna, ia memutuskan untuk menemui Zeze dan menjelaskan segalanya. Tapi meskipun begitu Zeze tetap menolak perjodohan tersebut.   “Mama tahu kalau ini nggak adil buat kamu. Tapi Mama yakin, kalau dia bisa mewujudkan semua keinginan kamu,” kata Melisa kemarin.   “Tapi Ma, Ze masih muda dan Ze masih ingin bebas!”   “Begini saja! Besok kamu tetap hadir, setidaknya kamu bisa langsung bernegosiasi dengan calon tunangan mu. Mama yakin, pria itu pasti setuju dengan semua syarat yang kamu mau, lagi pula usianya sudah sangat matang, 30 tahun dan pasti dia sangat pengertian.”   “Mana ada! Pokoknya Ze nggak mau. Titik! Kalau Mama sama Papa tetap bersikeras buat jodohin aku sama cowok tua itu, aku bakalan angkat kaki dari rumah ini,” ancam Zeze pada Melisa.   Setelah perdebatan singkatnya itu, Melisa akhirnya keluar dari kamar putrinya dan langsung menghubungi Krisna. Tapi sayangnya Krisna sama sekali tidak menanggapi serius ancaman Zeze.   ***   Melisa mulai khawatir, ia lantas mencari apapun yang biasa ditinggalkan oleh seseorang sebelum meninggalkan rumah dan ia benar-benar menemukan sepucuk surat dari Zeze.   Dengan perlahan, Melisa mulai menarik kertas tersebut dan membukanya perlahan. Awalnya ia mengira ini sebuah lelucon, tapi setelah membaca semua isi dari surat tersebut, ia tahu jika putrinya itu tidak main-main.   ‘Mama, Ze pamit ya. Kalau Papa tetap bersikeras, Ze lebih baik pergi. Ze nggak mau nikah sama pria tua, dan lagipula Ze masih ingin mengejar karir Ze sendiri tanpa bantuan Papa dan Mama. Kecuali kalau Papa membatalkan niatnya buat jodohin aku. Mama jangan khawatir, Zee tahu mana yang baik dan mana yang buruk buat Zee sendiri. Setidaknya suatu hari nanti Zee bisa kembali dan bikin Mama sama Papa bangga dengan apa yang bisa Zee raih.’   “Papa!!! Zeze kabur....” teriakan Melisa sontak saja membuat seisi rumah mendengarnya.   Rumah yang mereka tinggali tidaklah besar, membuat Krisna sontak berlari menuju kamar tidur Zeze. Pria itu menatap Melisa yang sedang duduk dan memgang sepucuk surat peninggalan putrinya, membuat ia semakin geram.   “Mama lihat! Zeze bahkan memilih pergi dari rumah ini dari pada harus di jodohkan dengan Marvin. Padahal jika ia menerima perjodohan ini, Papa yakin Zeze akan hidup bahagia tanpa kekurangan apapun.”   Setelah meluapkan kekesalannya, Krisna lantas keluar dari kamar tersebut dan terdengar jika pria itu sedang menghubungi seseorang. Mereka seperti membuat janji temu, dan menambah rasa penasaran Melisa.   “Papa mau kemana?” teriak Melisa.   “Kita harus segera menemui keluarga mereka, setidaknya kita harus meminta maaf dengan kelakuan Zeze yang memalukan ini.”   Mereka semua bersiap dan langsung pergi menuju tempat yang telah ditentukan oleh calon besannya itu. Mungkin calon besan gagal. Ia tidak tahu harus menaruh wajahnya dimana, namun ini lebih baik dari pada ia sama sekali tidak meminta maaf.   ***   Sementara di depan kost sederhana milik Ajun, Zeze saat ini berdiri dengan membawa tas ransel di pundaknya. Gadis itu tidak membawa banyak barang, hanya beberapa kebutuhan wanita dan pakaian seadanya.   Keputusannya sudah bulat. Ia tidak akan kembali kecuali perjodohannya dengan pria tua itu dibatalkan. Dengan kasar ia menggedor pintu kost Ajun, membuat pria yang tengah sibuk bergelut dengan selimut tebalnya itu menggeram kesal karena tidurnya terganggu.   “Ajun! Jun... Lo masih hidup kan? Buka pintunya dong, gue pegel nih,” teriak Zeze tanpa ragu. Ia tahu betul jika sahabatnya itu saat ini masih tidur dan menyumbat telinganya.   Dug, dug, dug... Tidak berselang lama pintu terbuka, menampakan pria yang setengah sadar dengan muka bantal yang membuat perempuan itu mundu satu langkah.   “Apaan Zeze? Lo nggak salah minum obat, kan? Pagi-pagi begini gedor kost orang,” Ajun menggosok matanya yang masih sangat sulit untik ia buka dengan lebar.   “Ajun...! Hehehe... Selama satu minggu gue nginep di sini ya?”   Mata yang seperti terkena lem itu terbuka lebar dalam hitungan detik. Mulutnya menganga, tidak percaya dengan apa yang dikatakan perempuan bernama Zeze ini.   Zeze memang sering menginap di tempat kost Ajun, tapi tidak pernah lebih dari satu malam dan itupun ia akan pulang pagi dengan penampilan yang sangat feminim, layaknya perempuan normal. Setidaknya itu yang bisa dijelaskan Ajun, karena selebihnya Zeze seperti perempuan tidak normal yang suka mengganggu waktu istirahatnya.   “Tutup mulut lo, bau iler tahu nggak!!”   Ajun langsung menutup bibirnya rapat, tapi ia masih belum bisa menjawab ya atau tidak. Jika ia membiarkan Zeze tinggal bersamanya, bisa-bisa ia akan mendapat masalah dan jika ia tidak mengijinkan perempuan itu maka ia juga akan dalam masalah.   “Tunggu!! Gue mau nanya, lo kenapa bawa tas kaya orang minggat, huh?” Ajun mulai memberikan tatapan menyelidik dan membuat Zeze mendesis pelan.   “Gue emang minggat! Lo percaya gak sih, ternyata Papa tahu kalau gue suka jadi joki dan yang lebih parahnya lagi gue mau di jodohin, dan siang ini ada pertemuan kedua keluarga. Gimana kalau lo ada diposisi gue?” gadis itu mendramatisir nada bicaranya, berharap jika temannya itu akan membiarkan ia menginap.   “NO!! Gue nggak mau lo tinggal di sini, titik!"    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN