PART FIVE

2403 Kata
Sesuai kesepakatan kami, Myesha tinggal di rumah Lex. Karena mustahil gadis itu bisa tinggal di rumahku mengingat aku yang hidup bersama orangtuaku. Rumah Lex yang hanya ditempati Lex seorang menjadi satu-satunya tempat yang cocok untuk menyembunyikan Myesha dari penghuni Atlantis lainnya.  Sudah dua hari tepatnya Myesha berada di Atlantis, setiap harinya aku rutin mengunjunginya di rumah Lex. Bahkan kami pun selalu menemani gadis itu berjalan-jalan mengelilingi Atlantis.  Awalnya, kecemasanku akan Myesha yang berniat merebut Lex dariku sempat sirna karena ku lihat sikap Lex padaku masih sama seperti dulu. Tidak berubah sedikit pun meski sudah dua hari ada Myesha yang tinggal di rumahnya.  Kami bertiga sangat dekat seiring berjalannya waktu. Lex yang awalnya selalu bersikap sinis pada Myesha pun mulai berubah. Lex mulai memperlakukan Myesha dengan baik layaknya seorang teman.  Ya, kecurigaanku pada Myesha menguap begitu saja karena terlalu terhanyut dengan kedekatan kami bertiga.  Hingga kejadian hari ini membuatku kembali sadar betapa bodohnya aku. Seharusnya aku tidak mempercayai Myesha semudah itu. Bahkan seharusnya aku mengembalikan Myesha secepatnya ke tempat asalnya yaitu di daratan. Kesalahan besar karena aku yang menyelamatkannya tempo hari. Aku pun sangat bodoh karena menyarankan Myesha untuk menetap di rumah Lex. Sekarang meski aku menyesali perbuatanku, rasanya semua sudah terlambat.  Hari ini, seperti biasa aku bersama dua sahabat baikku, Nata dan Nora serta bersama putri Atlantis lainnya, mengunjungi Mother Cassandra.  Kami mendengarkan kisah yang dia ceritakan.  Hingga kami pun berhamburan keluar dari kediaman Mother Cassandra setelah acara itu selesai.  Aku dan kedua sahabatku bercanda seperti biasa. Melempar candaan bahkan berbagi pengalaman yang kami alami ketika kami tidak bertemu.  Ketika tiba-tiba Nata memekik terkejut, kami bertiga pun seketika menghentikan gerakan ekor kami yang berayun.  “Ash, bukannya itu Lex ya?!”  Pekikan seperti itulah yang meluncur dari mulut Nata. Kuikuti arah yang ditunjuknya dan aku tak tahu harus berekspresi seperti apa selain diam membatu.  Di depan sana, cukup jauh dari tempat kami berada, ku lihat Lex sedang berduaan dengan Myesha. Tentu saja kedua kaki gadis itu diubah menjadi ekor oleh Lex dengan kekuatan sihirnya. Mereka berenang bersama seraya berpegangan tangan. Wajah Lex yang sedang tersenyum dan menatap lembut pada Myesha, membuat hatiku berdenyut sakit.  Bahkan saat bersamaku, tak pernah ku lihat tatapan Lex seperti itu. Dan senyumannya, jelas baru pertama kalinya ku lihat sepanjang belasan tahun lamanya aku mengenal dan dekat dengan Lex.  Lex yang biasanya ku lihat murung dan senang menyendiri, hari ini ku lihat seperti sosok lain. Merman di depan itu terlihat hidup dan ceria. Bibirnya terus mengulum senyum sambil memandang wajah gadis di sampingnya. Aku tak tahu apa yang sedang diceritakan Myesha padanya hingga Lex berekspresi seperti itu.  “Ashley,” panggil Nora, yang membuatku terenyak dan tersadar dari pikiranku yang sempat melalangbuana. “Siapa mermaid yang bersama Lex itu? Aku belum pernah melihatnya.” Nora yang melontarkan tanya ini.  Aku tertegun, tak tahu harus menjawab apa. Rasanya tak mungkin aku menjawab yang sejujurnya. Mengatakan pada dua sahabatku bahwa kami menyembunyikan manusia di dalam Atlantis. Tak bisa ku bayangkan akan semurka apa Nata dan Nora jika mengetahuinya.  Karena itu, ku putuskan untuk menutupinya.  “Dia ... teman Lex,” jawabku. “Dari mana asalnya? Aku juga belum pernah melihatnya.” Nata ikut berkomentar.  Aku yakin sekarang bola mataku sedang bergulir gelisah karena faktanya aku tengah memutar otak untuk mencari alasan yang masuk akal dan bisa dipercayai Nora serta Nata.  “Hmm ... dia memang bukan dari pusat Atlantis. Dia berasal dari belahan laut lain, cukup jauh dari tempat tinggal kita,” jawabku bohong.  Kedua sahabatku saling berpandangan, aku tahu karakter mereka, rasanya mustahil mereka akan mempercayaiku begitu saja.  Aku berani menjawab seperti itu karena lautan ini jelas sangat luas bahkan lebih luas dari daratan yang ditempati manusia. Kehidupan mermaid tidak hanya berpusat di Atlantis ini, melainkan dari belahan laut lainnya. Dan bagi para mermaid serta merman petualang, biasanya mereka akan melakukan penjelajahan untuk mengarungi lautan. Banyak pula mermaid dari belahan laut lain yang datang ke Atlantis. Seperti keluarga Nora contohnya. Dulu mereka bukan penghuni Atlantis. Mereka berasal dari belahan laut lain dan singgah di Atlantis. Hingga akhirnya memutuskan untuk menjadi penghuni tetap Atlantis.  Jadi, kupikir hanya jawaban ini yang paling masuk akal.  “Dari lautan mana dia berasal?” tanya Nora yang sukses membuatku garagapan. “Hmm ... aku tidak tahu pastinya. Aku belum banyak bertanya padanya. Nanti akan aku tanyakan.” Aku menjawab sekenanya sembari terkekeh untuk membuyarkan kegugupan yang sedang melandaku.  “Mereka benar hanya berteman?” Nata kembali bertanya, tatapannya masih tertuju pada Lex dan Myesha yang masih berjalan-jalan bersama.  “Iya, mereka hanya teman,” jawabku tegas. Aku mencoba berpikir positif tentang mereka berdua, tak ingin berpikir yang tidak-tidak. Kuyakini kedekatan mereka karena mereka bersahabat dekat sekarang.  “Tapi ... maaf ya Ash, aku mengatakan ini.”  Aku mengernyitkan dahi terutama saat ku lihat Nata tampak ragu-ragu melanjutkan ucapannya.  Aku pun mengangguk detik itu juga, “Katakan saja, Nat,” sahutku.  “Aku merasa kedekatan mereka sangat aneh. Coba lihat mereka berenang sambil berpegangan tangan, seperti pasangan kekasih saja.”  Aku tersentak dan untuk kesekian kalinya rasa sakit itu mendera ulu hatiku.  Aku terkekeh menanggapinya, “Mustahil. Mereka hanya teman. Tidak lebih.”  “Aku setuju dengan Nata.”  Refleks aku menoleh pada Nora yang berdiri di samping kiri, sedang Nata di samping kananku.  “Dari cara Lex menatap mermaid itu, aku yakin itu tatapan merman yang sedang jatuh cinta.”  Kedua mataku melebar tentu saja mendengar ucapan Nora yang menyayat hati ini.  “Bukan maksud menakut-nakutimu, Ash. Tapi itulah yang kulihat. Aku cukup berpengalaman dengan merman karena aku sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan mereka.”  “Aku juga berpikir demikian.” Nata menimpali. “Mereka terlihat seperti sedang jatuh cinta.”  Aku memberengutkan bibir, menolak mentah-mentah ucapan kedua sahabatku.  “Yang kalian katakan tidak benar. Lex tidak mungkin jatuh cinta pada Myesha. Mereka hanya teman, tidak lebih!” sahutku sedikit meninggikan suara.  Nora mengangkat dua bahunya sedang Nata bersedekap d**a dengan tatapan mengiba yang tertuju padaku.  “Mau dengar nasihat kami?” tanya Nora. Aku tertegun sejenak sebelum anggukan  kecil kuberikan padanya.  “Temui Lex dan tanyakan padanya tentang perasaannya pada mermaid itu dengan konsekuensi kau harus siap mendengar apa pun jawabannya. Termasuk jika jawabannya menyakiti hatimu.”  “Dan jika tebakan kami benar dia mencintai mermaid itu, ku sarankan padamu untuk menerimanya, Ash,” tutup Nora yang sukses membuatku tersentak dalam diam.  “Lex tidak mungkin jatuh cinta padanya.  Dia ... dia ...” Dan lidahku tiba-tiba kelu sekedar untuk melanjutkan ucapanku yang menggantung di tenggorokan.  “Ashley,” panggil Nata lembut sembari menyentuh bahuku. “Aku tahu kau sangat mencintai Lex. Aku juga tahu selama ini kau tidak pernah dekat dengan merman mana pun. Kau hanya dekat dengan Lex. Wajar jika kau tidak memiliki pengalaman karena kau belum pernah menjalin hubungan dengan satu merman pun. Berbeda denganku dan Nora.”  “Kami mengatakan ini bukan menakut-nakutimu. Sebaliknya, kami tidak ingin kau sakit hati. Kami sayang padamu, Ashley. Kami tidak ingin kau menderita karena seorang merman.”  “Benar yang dikatakan Nata, merman bukan hanya Lex seorang. Masih banyak merman lain. Kau mencintainya bukan berarti kau bisa memaksakan Lex agar merasakan hal yang sama denganmu, kan?”  “Kenapa kalian mengatakan ini seolah tahu persis isi hati Lex?!” tanyaku emosi hingga suaraku kembali meninggi.  “Kami tahu, Ash. Tidak perlu membaca isi hatinya. Hanya dengan melihat perlakuannya dan tatapannya pada mermaid itu, kami tahu dia jatuh cinta padanya. Karena seperti itulah perlakuan dan tatapan yang kami dapatkan dari merman yang pernah menjadi kekasih kami, benar kan, Nat?”  Nata mengangguk, mengiyakan ucapan Nora.  Aku menundukan kepala, tak ingin mempercayai perkataan kedua sahabatku ini.  “Ashley, kau begitu polos. Karena itulah kami mengkhawatirkanmu. Apalagi setelah tahu begitu cintanya kau pada Lex. Kami takut cintamu bertepuk sebelah tangan.”  Aku menepis tangan Nata yang masih bertengger di bahuku, betapa kesal aku mendengar perkataannya ini.  “Jangan bicara sembarangan. Siapa yang cintanya bertepuk sebelah tangan? Aku yakin Lex juga mencintaiku.” “Apa pernah dia mengatakan itu padamu?”  Aku diam seribu bahasa setelah kata-kata Nora spontan membuat pikiranku melalangbuana ke masa lalu. Mengingat-ingat pernahkah Lex mengatakan dia mencintaiku. Dan jawabannya, TIDAK. Tak pernah sekalipun Lex menyatakan cintanya padaku.  “Dia bilang sangat menyayangiku,” sahutku dengan wajah tegak penuh percaya diri. Ya, aku ingat betul Lex sering mengatakan ini.  Kedua sahabatku kembali saling berpandangan sebelum mereka menggeleng sembari mendesah pelan.  “Sayang dan cinta itu berbeda Ashley,” sahut Nora. “Sayang itu bisa ditujukan kepada keluarga atau sahabat. Sedangkan cinta adalah perasaan yang ditujukan pada lawan jenis. Apa pernah Lex mengatakan dia mencintaimu dan menginginkanmu menjadi pasangannya suatu hari nanti?”  Aku tak tahan lagi mendengar ucapan Nora dan Nata hingga air mataku meleleh dengan sendirinya.  “Dia tidak pernah mengatakan itu kan?” tanya Nora. Dan aku hanya diam, mulutku bungkam serapat mungkin.  “Mencintai seseorang itu memang tidak salah. Yang salah jika kau memaksakan kehendakmu. Ashley, kami menasehatimu seperti ini agar kau sadar. Lex bukan poros duniamu. Masih banyak merman lain di Atlantis bahkan di lautan yang membentang luas ini. Jangan memaksakan dirimu harus memilikinya.”  “Diam!!” teriakku sembari menutup kedua telingaku dengan telapak tangan. Nora yang menasihatiku sejak tadi akhirnya bungkam.  “Kalian sahabatku, kupikir kalian yang paling memahami perasaanmu. Nyatanya tidak. Kalian tidak mengerti apa pun tentang perasaanku.” Ucapanku ini, aku tahu pasti menyakiti mereka, namun aku tak peduli. Aku tetap mengutarakan isi hatiku.  “Lex bukan hanya sekedar merman yang kucintai. Dia lebih dari itu bagiku,” ujarku. “Dia adalah merman yang menemaniku sejak aku anak-anak. Setiap hari aku menghabiskan waktu dengannya bahkan lebih sering aku bersamanya dibanding aku bersama kalian berdua dan orangtuaku.”  “Lex bukan hanya sahabat baikku, tapi dia pahlawan bagiku. Jika bukan karena dia yang memberikan separuh kekuatan sihirnya padaku, aku pasti sudah mati sejak lama. Aku masih hidup sampai sekarang karena pengorbanan Lex.” “Aku mencintainya dan aku akan melakukan apa pun untuk tetap bersamanya.”  “Ashley, kami mengerti perasaanmu.” Nata yang menyahut. “Kami hanya tidak ingin kau menderita karena cinta yang kau rasakan pada Lex. Kau berhak bahagia, Ash. Sekalipun itu bukan dengan Lex.” “Matamu hanya tertuju pada Lex, tanpa kau sadari ada banyak merman yang siap membahagiakanmu di luaran sana. Matamu dibutakan oleh cinta sepihakmu pada Lex.”  Aku tersentak, kata-kata pedas Nora benar-benar serasa menghujam jantungku.  “Lex menyayangimu, tapi dia tidak mencintaimu. Jika dia mencintaimu, mungkin sudah lama dia memintamu menjadi kekasihnya. Aku selalu takut cintamu bertepuk sebelah tangan padanya. Dan sekarang, setelah melihat pemandangan tadi, aku semakin yakin ketakutanku menjadi nyata.” Nora kembali melanjutkan. “Ashley sadarlah, Lex tidak mencintaimu. Carilah kebahagianmu dengan merman lain.”  Aku mendorong Nora disertai air mata bercucuran. Lalu mendorong Nata setelahnya.  “Diam kalian berdua. Sudah cukup!!” teriakku sembari menggeleng berulang kali. “Aku hanya ingin Lex, aku tidak ingin merman yang lain!”  Setelah meneriakkan itu, aku pun berenang cepat meninggalkan Nora dan Nata. Sedangkan sosok Lex dan Myesha sudah tak tampak lagi, mereka sudah pergi jauh ke tempat yang tak ku ketahui.   ***    Setelah menangis sepuasnya seorang diri di dalam rumahku. Aku pun memutuskan untuk menemui Lex dan Myesha. Mereka berdua seharusnya sudah ada di rumah Lex mengingat kejadian yang ku lihat tadi sudah berlangsung cukup lama. Setibanya di depan rumah Lex, gerakan tanganku yang hendak membuka pintu, terhenti. Aku mendengar suara tawa mereka mengalun di dalam. Di satu sisi, aku senang karena mereka sudah kembali, yang mana artinya kedatanganku tidak sia-sia. Di sisi lain, lagi-lagi hatiku berdenyut sakit, kedekatan mereka melebihi yang aku perkirakan.  Aku membuka pintu pada akhirnya dan ku lihat mereka sedang duduk mengelilingi meja batu yang biasa kami gunakan untuk meletakan makanan.  Myesha terlihat sumringah saat melihatku. Dia bergegas menghampiriku.  “Ashley, akhirnya kau datang. Apa hari ini kau sesibuk itu hingga baru bisa menemui kami sekarang?” tanyanya antusias.  Aku tak menjawab, aku memandangi wajahnya dengan sinis sebelum ku tepis kasar tangannya yang menyentuhku. Aku pun berenang menghampiri Lex dan duduk di sampingnya. “Kau kenapa, Ash?” tanya Lex sarat akan kecemasan yang kentara. “Kenapa wajahmu masam? Ada masalah?” katanya lagi sambil mengusap wajahku dengan lembut. “Aku ...” Aku menjeda karena menatap wajah tampan Lex lebih menarik minatku. “Kau kenapa? Kalau ada masalah, ceritakan padaku. Aku akan membantumu sebisaku.” Masih dengan jari-jari besarnya yang mengusap wajahku, Lex kembali bertanya.  Spontan aku menghamburkan diri dalam pelukannya, lantas menangis sejadi-jadinya. Kata-kata Nora dan Nata kembali terngiang di ingatanku.  “Si cengeng ini. Kenapa menangis? Ada yang menyakitimu? Katakan padaku siapa, aku akan memberinya pelajaran.” Lex membalas pelukanku sembari mengelus-elus punggungku dengan lembut.  “Ashley, kau kenapa? Jika ada masalah, ceritakan saja. Aku juga akan membantumu sebisaku.” Myesha ikut menimpali. Namun ku abaikan.  “Aku merindukanmu, Lex. Rindu sekali.”  Suara kekehan Lex mengudara, “Aku di sini. Kapan pun kau bisa menemuiku di sini jika kau merindukanku. Kau ini lucu sekali, Ash. Dasar manja,” sahut Lex, lalu kembali terkekeh geli.  “Bagaimana kalau kau menginap saja di sini, Ashley? Jika kau sudah siap dan merasa tenang, ceritakan masalahmu pada kami. Kau tidak sendirian. Ada aku dan Lex yang siap membantumu.”  Aku melepas pelukanku pada Lex, menoleh pada Myesha yang sedang melempar senyum hangat padaku.  “Kau tahu, Ash. Kami baru saja pulang berjalan-jalan. Aku akan menceritakannya padamu. Bagaimana?Mau dengar?”  Aku mengangguk setuju, tak menolak tawaran Lex ini. Setelah itu, aku pun mendengar Lex dan Myesha menceritakan perjalanan mereka tadi secara bergantian. Dan lagi-lagi membuatku sadar mereka memang sedekat itu. Tak ada lagi kecanggungan di antara mereka bahkan sebaliknya ... mereka terlihat bagaikan diriku dan Lex di masa lalu. Seolah mereka sudah lama saling mengenal dan bersama.   ***   Aku menuruti permintaan Myesha untuk menginap di rumah Lex. Lagipula ini kesempatanku untuk memastikan hubungan mereka sudah sejauh apa. Serta apa yang mereka lakukan saat berduaan, tanpa aku bersama mereka.  Ketika malam tiba, aku tidur satu ruangan dan satu ranjang dengan Myesha. Ranjang yang kami tiduri terbuat dari batu. Tak ada yang aneh pada awalnya, Myesha tidur dengan lelapnya di sampingku. Hingga tanpa sadar aku pun ikut tertidur.  Namun, saat tengah malam tiba dan aku terbangun dari tidurku karena bermimpi buruk. Aku terkejut menemukan sosok Myesha menghilang. Dia yang seharusnya terbaring di sampingku, sudah tak terlihat di dalam ruangan ini.  Aku pun beranjak bangun untuk mencarinya. Ku telusuri rumah Lex dan betapa terkejutnya aku menemukan Myesha sedang bersama Lex di teras rumah. Yang lebih menyayat hati, ku lihat mereka sedang berpelukan di mana Myesha menyandarkan kepalanya di d**a bidang Lex.  Aku berdeham cukup kencang, membuat keduanya tersentak dan menoleh bersamaan padaku.  “Apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian tidak tidur?” tanyaku sinis dan penuh curiga.  Lex melambaikan tangannya, memberi isyarat agar aku mendekat. Tanpa menolak, aku pun berenang mendekatinya.  “Ada sesuatu yang harus kami beritahukan padamu, Ash,” katanya yang sukses membuat jantungku berdebar kencang. Sebuah firasat buruk seketika menyerang hatiku.  “Pengaruh sihirku pada Myesha hanya bertahan sampai besok. Artinya Myesha harus segera kembali ke daratan.”  Bahuku yang sempat merosot kembali menegak, senyuman tanpa sadar tercetak di wajahku. Berpikir Myesha akhirnya akan kembali ke dunianya yang mana artinya dia tidak akan menjadi pengganggu antara aku dan Lex lagi.  “Aku berencana untuk mengantarnya,” ucap Lex. “Aku juga akan mengantarnya.” Aku menawarkan diri karena ku pikir maksud Lex mengantar Myesha adalah mengantarnya sampai ke permukaan laut dan membiarkannya kembali ke daratan.  “Maksudku, aku akan ikut dengan Myesha ke daratan.” Lex memperjelas ucapannya yang detik itu juga membuatku terbelalak.  “Kau jangan ikut dengan kami, Ashley. Karena aku tidak tahu kapan tepatnya aku akan kembali ke Atlantis. Aku ingin mencoba hidup di dunia Myesha. Katanya di sana sangat indah. Kau tahu kan aku selalu penasaran dengan kehidupan daratan?”  Dan aku hanya terpaku di tempatku berdiri, tak tahu harus merespon apa. Satu hal yang ku tahu, aku menyesal menyelamatkan Myesha. Dialah yang mengambil Lex dariku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN