5. Adab

720 Kata
Yudha menyeberang ke arah dekat sebuah hotel karena melihat Nadira tampak sedang cek-cok dengan laki-laki. Ia tidak sengaja melihat sang mantan istri saat berhenti di lampu merah. Ya, Yudha selalu saja refleks ketika melihat ibu dari anak-anaknya tampak terancam. Ia tidak memperhatikan bagaimana perasaan Laras. "Ada masalah?" tanya Yudha membuat laki-laki itu menoleh dan merasa sangat kaget. Heru sosok yang kini terlibat cek-cok bersama Laras itu terkejut saat melihat Yudha yang masih berseragam lengkap. Melawan mantan suami Nadira sama saja cari mati. Sebab, Yudha adalah pelatih salah satu ilmu bela diri. Jangan ditanya bagaimana tangkasnya Yudha saat membuat lawannya terjatuh bahkan bisa saja kehilangan masalah. "Nggak, Yud, kita hanya beda pendapat tentang seminar tadi. Kebetulan aku ada seminar di hotel ini sore tadi. Ini baru saja selesai," jelas Nadira berbohong agar Heru selamat dari amukan Yudha. Ada bekas tamparan di pipi kiri Nadira. Sudah bisa dipastikan Heru adalah pelakunya. Yudha tidak ingin banyak bicara dan segera mengajak Nadira ke mobil. Yudha tidak sadar jika Laras tidak ada di kursi penumpang saat ini. "Bukannya dia atasan kamu, Nad?" tanya Yudha setelah selesai memakai sabuk pengaman. "Ya, dia terbiasa bersikap arogan. Mungkin karena dia cerdas dan merasa bahwa paling pintar. Kemarin Pak Gusti dan Bu Andria juga mendapatkan perlakuan kasar. Mereka nggak ngadu dan milih diam karena atasan tetaplah atasan." Nadira terbiasa berkeluh kesah pada sang mantan suami. Yudha memegang kemudi dengan erat karena menahan rasa emosi yang luar biasa besar saat ini. Yudha melajukan mobil menuju ke rumah kedua orang tua Nadira. Ya, setelah bercerai dengan Yudha, Nadira memilih tinggal bersama kedua orang tuanya. Alasannya lebih aman dan juga ada yang membantu mengawasi anak-anak. "Kamu nggak mampir dulu? Ini masih pukul sepuluh. Aku rasa, Papa dan Mama juga belum tidur," bujuk Nadira pada sang mantan suami. "Nggak usah. Udah malam, aku dan Laras ...." Ucapan Yudha terhenti saat menoleh ke arah bangku penumpang di belakangnya. Laras tidak ada di kursi penumpang saat ini. Yudha sangat terkejut dan tidak menyadari akan hal itu. Nadira menatap heran pada sang suami. Ia juga ikut menoleh ke arah kursi penumpang. "Bukannya sejak tadi hanya kita berdua, Yud?" tanya Nadira ingin memastikan jika memang benar yang dilihatnya. "A-aku ...." Yudha tidak tahu lagi harus mengatakan apa saat ini. "Kamu masuklah. Ini sudah malam. Aku juga harus pulang," kata Yudha mengusir halus sang mantan istri. Nadira langsung membuka pintu dengan kesal. Ia merasa tidak dihargai sama sekali oleh Yudha saat ini. Setelah Nadira keluar dari mobil, Yudha segera melajukan mobil dengan cepat. Ia meraih benda pipih yang ada di dalam kantung jaket yang dipakainya. Ia langsung menghubungi sang istri. "Halo! Kamu di mana?" "Di rumah." Sambungan telepon itu dimatikan sepihak oleh Laras. Nada bicara istri Yudha itu juga sangat datar saat ini. Yudha hanya bisa mengembuskan napas kasar saat ini. Laras marah, dua kata itu membuat Yudha tidak bisa berpikir jernih saat ini. Suara deru mesin mobil memasuki halaman rumah membuat Laras mengembuskan napas kasar. Pintu mobil ditutup dengan kasar merupakan pertanda jika Yudha sedang sangat marah. Laras berusaha tenang dan tetap menyantap mie rebus yang masih mengepulkan asap. Yudha masuk dan langsung mencari keberadaan sang istri. "Kamu kenapa turun dari mobil dan nggak bilang?!" Yudha langsung membentak sang istri yang kini jutru asyik makan mie rebus. Laras sama sekali tidak menjawab pertanyaan sang suami. Pertanyaan itu, Yudha pasti sudah tahu jawabannya. Laras enggan menanggapi emosi Yudha yang meledak-ledak. Ia tidak mau ada keributan lagi. "Ras! Aku ngomong sama kamu!" Yudha menarik mangkung melamin lalu membuangnya sembarang. Laras mengembuskan napas panjang saat melihat mie rebus yang sedang dimakannya itu sudah berceceran di lantai. Yudha tampak sangat marah pada Laras. Akan tetapi, wanita itu memilih tenang. Laras bahkan berjongkong dan mengambil sisa mie instan itu. "Kamu sudah tahu jawabannya, Mas. Mbak Nadira akan selalu jadi prioritas kamu." Ucapan Laras sangat menohok Yudha. "Nggak semua orang di luar sana bisa makan. Aku bahkan pernah merasakan kelaparan dan kalo boleh aku minta, jangan pernah buang makanan," kata Laras sambil memasukkan mie ke dalam mangkuk melamin lalu membawanya ke dapur. Yudha kini kalang kabut saat melihat mata sang istri berderai air mata. Ia lupa ada tiga hal yang tidak boleh diganggu. Salah satunya saat seseorang sedang makan. Ya, Yudha kehilangan adab ketika sedang marah. "Ras ... aku ...." Mata Yudha membelalak kaget saat melihat Laras masih makan sisa mie instan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN