Nendra saat ini tengah memarkirkan motornya di parkiran sekolah, dia lalu berjalan menuju ke kelasnya yang berada di lantai dua. Nendra melepas kacamatanya lalu membersihkan kacanya menggunakan seragamnya. Dia berjalan melewati lorong lantai satu lalu menaiki satu per-satu anak tangga.
Setelah sampai di depan kelasnya dia langsung menempatkan diri bersama dengan segerombol siswa yang berada di belakang kelas. Nendra membanting tas miliknya ke meja paling belakang.
Brakk!
Teman-temannya yang saat itu tengah berkumpul di bangku miliknya terkejut saat Nendra melempar tas itu. Nendra hanya terkekeh melihat mereka terkejut, dia memasang kembali kacamata miliknya.
"Woi santai bro!" ujar Denis salah satu dari teman-teman Nendra.
"Pagi-pagi udah bikin jantungan aja! Abang mah tega sama nyai..." usil Hanis pada Nendra.
"Apaan sih lo Han?! Jijik gue dengernya!" jawab Nendra sambil bergidik.
Seketika terdengar suara tawa teman-temannya yang ada disitu, sedangkan Nendra hanya menggelengkan kepalanya.
"Tangan lo kenapa? Kok kaya kebakar gitu?" tanya Patra.
"Kemarin habis remas rokok!" jawab Nendra.
"Rokok kok diremas! Rambut kali diremas!" jawab Hanis asal.
"Hah?" tanya Nendra bingung.
"Itu loh yang kalau mandi terus pake sampo gitu." Jawab Hanis.
"KRAMAS WOI! Jauh banget!" bentak Denis.
"Gimana? Udah berhasil?" tanya Patra menghiraukan Hanis dan Denis yang berdebat.
"Apanya?" tanya Nendra pura-pura bingung,padahal dia sudah tahu apa yang dimaksud lelaki itu.
"Eh ketek kudanil! Ngga usah pura-pura b**o deh lo! Bikin kesel aja!" jawab Hanis.
Nendra tertawa mendengar perkataan Hanis, "Semua butuh proses! Tunggu aja, bentar lagi dia pasti bakal jatuh ke pelukan gue."
"Yakin lo? Cewe kaya dia itu ngga gampang buat ditaklukin. Lo tau sendiri berandalnya dia kaya gimana kan?" ujar Denis.
"Emang kenapa kalau dia berandal? Lagipula dia itu cewe, ngga akan lebih berandal dari lo semua kan?"
"Yakin? Dia aja perokok sama kaya kita!" jawab Patra.
"Gue bukan perokok! Gue ngga akan menyerah selagi dia masih cewe dan ngga berubah tiba-tiba jadi ratu serigala yang jatuh cinta sama vampir!"
"Wah Nen? Lo pernah coba semedi di ketek gue ngga? Sini maju, siapa tahu otak lo jadi bener. Emang lo pikir ini cerita serigala bersisik ikan mas itu hah? Kebanyakan nonton sinetron lo!" Jawab Hanis kesal.
Patra menoyor kepala Hanis membuat si empunya mengaduh, "Serigala apa yang bersisik emas b**o?! Kalian berdua kebanyakan makan micin tau ngga?!"
"Eh kita kan ngga tau yah, dunia ini kan gede!"
"Aduh, cape gue punya temen kaya gini Den! Udah sana gih lo ambil dia, udah ngga sanggup gue!" ujar Patra.
"Sorry man, gue ngga terima barang loak!" jawab Denis membuat Nendra terbahak.
"Oh gitu?! Jadi kalian sekarang tega sama nyai? Mau nyai kutuk jadi jomblo ngenes selamanya hah?!" bentak Hanis mengalahkan suara bel masuk yang berbunyi.
"MICIN! DASAR MICIN s****n! GARA GARA DIA TEMEN GUE JADI BEGINI!" teriak Denis membuat seluruh murid kelasnya tertawa.
Nendra dan yang lainnya menghentikan tawa mereka saat melihat guru agama memasuki kelas. Patra mengambil posisi duduk disebelah Nendra, sedangkan Denis dan Hanis berada didepan mereka.
Guru itu mulai memberikan materinya dengan dimulai dengan pengertian hari kiamat dan yang lainnya. Saat tengah pelajaran, Patra berbisik kepada Nendra.
"Waktu lo dua bulan! Kalo lo ngga berhasil dapetin dia, Lendra bakal ambil motor kesayangan lo itu. Yakin lo bisa?"
"Gue yakin bisa Pat! Pesona bukan cewe yang susah ditaklukin. Dia itu sama kaya kebanyakan cewe lainnya yang gugup dan salah tingkah kalau gue perhatiin. Bentar lagi dia juga jatuh cinta sama gue." jawab Nendra percaya diri.
"Terus kalau udah berhasil, lo mau apa?"
"Gue putusin! Perjanjiannya cuma sampai dia pernah jadi milik gue kan? Terus buat apa gue perpanjang lagi? tujuan gue kan cuma biar dapet motornya Lendra doang."
"Lo ngga kasihan sama dia? Kalau dia sampai jatuh cinta ke lo beneran gimana?" tanya Patra.
"Udahlah Pat! Ini tuh cuma taruhan! Gue akan selesain semuanya dengan cepat dan dia juga ngga perlu terluka." jawab Nendra.
"Ngga ada cewe yang ngga akan terluka kalau dibohongi sama orang yang dia percaya dan dia cinta! Apapun yang lo lakuin nanti, itu tetap bakal nyakitin dia man! Sejak awal lo deketin dia pake cara yang ngga baik, hati-hati sama karma. Kalau lo ngga bisa tanggung resikonya lebih baik berhenti sekarang!" ucap Patra bijak.
Nendra terdiam mendengar perkataan Patra, hal itu seperti pistol yang mengenai dirinya tepat sasaran. Tanpa sadar guru yang sejak tadi sedang menerangkan memandang Nendra dan Patra seperti elang yang mengincar mangsanya.
"Nendra! Patra! Jangan mengobrol dalam pelajaran saya!" bentak Bu Indah.
"Siapa yang ngobrol bu? Kita kan lagi diskusi, iya kan Nen?" jawab Patra sementara Denis dan Hanis sudah menahan tawanya yang ingin meledak.
"Iya bu, kita itu lagi diskusi tentang.... em alam yang kita lalui bu!" jawab Nendra sambil melirik ke papan tulis yang hanya ada kata alam dalam agama.
"Oh iya? Kalau begitu jelaskan apa saja alam yang telah kita lalui dan yang akan kita lalui?"
"Emm... coba ibu dulu yang jawab, saya mau tahu ibu bisa atau tidak?" jawab Patra membuat teman-temannya tertawa.
"Kenapa jadi kamu yang menyuruh ibu menjawabnya?" bentak Bu Indah sambil melotot.
"Iya kan sebagai guru harus memberikan contoh dulu kepada murid bu, setelah itu baru murid bisa menjawabnya. Benarkan Pat?" jawab Nendra dan membuat Patra mengangguk.
"Alah bilang saja kamu tidak tahu!"
"Saya tahu bu, cuma lupa! Coba deh ibu ingetin, saya pasti inget.." ujar Nendra.
"Terus kalau kamu lupa, saya harus memakluminya?" tanya guru itu.
"Emang alam apa aja bu?" tanya Patra.
"Alam itu... eh tunggu Ibu lupa!" jawab Bu Indah membuat semua muridnya tertawa termasuk Nendra dan Patra.
"Tuh kan! Terus saya harus memaklumi kalau ibu lupa?" jawab Nendra membuat yang lain semakin tertawa.
"Semua karena kalian ngajak ibu debat jadi lupa kan!" jawab Bu Indah kesal.
--------
Hari ini Pesona tidak berangkat bekerja, kepalanya masih sedikit pusing jadi dia memilih untuk istirahat dikamarnya. Anak-anak panti yang lain saat ini tengah sekolah, Bu Rianti juga tahunya bahwa Pesona tidak masuk sekolah karena sakit. Pesona memang tidak mau memberitahu tentang dirinya yang di skorsing oleh sekolah, dia tidak mau Bu Rianti semakin kecewa.
Pesona membuka lacinya, dia masih memiliki beberapa batang rokok yang dia ambil saat melemparkan bungkus rokoknya semalam pada Nendra. Berbicara mengenai lelaki itu, Pesona sampai saat ini masih bingung dengan apa yang dia lihat. Dengan jelas dia melihat lelaki itu kesini semalam menggunakan motor sport berwarna merah sama seperti yang dia lihat sewaktu dalam perjalanan pulang ke panti.
Disulutnya rokok yang dia jepit dimulutnya lalu dengan perlahan dia hisap. Pesona memejamkan matanya menikmati apa yang saat ini tengah dia lakukan. Dia berencana akan menanyakan kepada lelaki itu tentang malam kemarin.
Dia terus menghisap rokoknya sampai rokok yang ada ditangannya sudah mulai habis, mungkin hanya tinggal beberapa hisapan. Sebelum Pesona membuang rokoknya, kesalahan fatal yang dia lakukan saat ini membuatnya berdiri kaku. Dia lupa mengunci kamarnya!
"Pesona! Apa yang kamu lakukan?!" bentak Bu Rianti.
Pesona mati kutu! Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Bu Rianti. Tubuhnya bergetar menahan air matanya yang ingin tumpah karena ketahuan. Bu Rianti mendekat dengan langkah besar lalu merebut rokok yang ada ditangan Pesona dan membuangnya kelantai.
"Kenapa kamu merokok hah?! Ibu ngga pernah mengajarkan kamu untuk menjadi seorang berandal seperti ini Pesona! Mau jadi apa kamu nanti hah? Kamu mau jadi preman dengan merokok seperti ini?" bentak Bu Rianti dengan penuh emosi dan mata yang memerah karena air matanya.
"Ibu.. Pesona min..."
Plak!
Belum selesai Pesona berbicara, sebuah tamparan mendarat dipipi kanannya. Bu Rianti menamparnya untuk yang pertama kali, Pesona memegang pipinya sambil menunduk menyesal. Hal ini membuat Bu Rianti harus kecewa untuk yang kesekian kali karenanya.
"Ibu ngga suka ada anak panti ibu yang merokok apalagi seorang wanita! Selama ini ibu berusaha untuk menjadi ibu bagi kalian semua yang ada disini. Ibu berharap kalian bisa menjadi pribadi yang baik dan orang yang berhasil suatu hari nanti. Ibu menghabiskan waktu dan pikiran yang ibu miliki hanya untuk kalian! Kenapa kamu justru bersikap seperti ini? Kamu membuat ibu kecewa Pesona!"
"Maaf bu... Pesona minta maaf..." ucap Pesona.
Bu Rianti menggeleng tegas, "Ibu ngga mau punya anak seperti kamu disini! Kamu tidak pantas berada disini! Mungkin lebih baik kamu pergi dari panti supaya anak-anak yang lain tidak terpengaruh oleh kamu!" ucap Bu Rianti dengan air mata yang terus membasahi pipinya.
Pesona terdiam seperti patung, dia baru pertama kali mendengar Bu Rianti menolaknya seperti ini. Beberapa detik kemudian, dia keluar dari kamarnya lalu pergi keluar dari bangunan itu. Dia berlari dengan seluruh tenaganya menghiraukan orang-orang yang menatapnya heran. Dia berhenti disebuah halte dengan keringat dan air mata yang mengalir. Semakin lama tangisan yang kecil menjadi isakan yang cukup kencang membuat orang disekitarnya menatap dirinya bingung.
Pesona hanya ingin melepaskan bebannya dengan tangisan yang dia keluarkan saat ini, tidak peduli orang lain menganggapnya seperti orang gila. Inilah yang dia rasakan, sakit hati yang luar biasa mendengar penolakan dari mulut wanita yang selama ini menjadi ibu baginya. Pesona memejamkan matanya, dia bagaikan ribuan debu beterbangan terombang-ambing angin yang membawa dia pergi tanpa tujuan yang pasti, seperti hidupnya saat ini.
--------
TBC