Berselang satu jam, di dalam sebuah kamar hotel yang berdesain mewah, dengan netra elangnya, Razor mengamati Alexa yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Tidak buruk," celetuknya.
Alexa mengerucutkan bibirnya dengan sebal mendengar ucapan pria itu padanya, lalu melirik ke bathrope yang ia kenakan di tubuhnya. Entah apa yang telah merasukinya malam ini, entah karena alkohol yang telah ia tenggak sebelumnya, ataupun rasa kesalnya terhadap Davin— tapi kini ia terjebak di sini bersama seorang pria yang tak ia kenal.
Beberapa saat yang lalu, ia hampir kehilangan kesadarannya ketika ia dibawa ke hotel ini. Namun kesadarannya kembali saat curahan air hangat membasahi tubuhnya beserta semua pakaian yang ia pakai. Dan yang melakukan semua itu adalah pria yang saat ini sedang duduk di pinggir ranjang, mengamati dirinya dengan netranya yang seakan sedang menelanjangi tubuhnya.
Di bawah cahaya lampu kamar yang terang, Alexa baru menyadari bahwa pria itu yang telah ia minta untuk menghabiskan satu malam dengannya, terlihat ... sangat berbahaya. Bohong jika ia katakan Razor Spencer tidak menarik. Meskipun memiliki wajah keras, nyatanya Razor adalah seorang pria yang cukup tampan. Salah! Pria itu sangat tampan bahkan 10 kali lebih baik daripada Davin.
"Sudah sadar?"
Suara Razor terdengar sinis menyapa indera pendengaran Alexa. Memang begitulah cara pria itu berbicara padanya sejak ia menyapa Razor di Klub. Begitu juga di saat Razor memintanya untuk membersihkan tubuhnya.
"Aku tidak ingin menghabiskan malam dengan wanita pingsan! Kalau kau ingin agar aku bisa membuatmu melupakan siapapun pria itu yang berada di otak dan hatimu, kau harus sadar sepenuhnya. Tatap aku! Rasakan semua yang akan kuberikan padamu!"
Alexa menelan ludah. Kakinya gemetar, rasanya sulit untuk melangkah lagi.
Sebelum ia melarikan diri dari mansion mewahnya— ia adalah seorang Nona manja, oke? Walau memiliki pergaulan luas, ia belum pernah sekalipun berhubungan dengan seorang pria. Apalagi, berada di dalam satu kamar hanya berdua seperti saat ini.
"Apa kau akan terus berdiri di sana? Atau kau ingin agar aku menggendongmu lagi? Percayalah, kau tidak akan menyukainya jika aku sampai ke sana."
Dengan gelisah Alexa meremas pinggiran bathropenya, jantungnya berdentam keras di dalam dadanya. 'Bagaimana ini?' pikirnya sambil menggigit pipi bagian dalamnya. Oh, please! Pengalamannya dalam berhubungan dengan pria sangat minus, di bawah nol koma nol.
Sial. Masih bisakah ia mundur sekarang? Lagipula Razor terlihat sangat berpengalaman, sementara dirinya bagaikan katak yang baru saja terbebas dari tempurung yang mengurungnya selama bertahun-tahun.
"Tiga!"
Sekali lagi Alexa menelan ludah, terasa sulit dan seolah mengering di dalam mulutnya.
"Dua!"
"A-ku akan ke sana!" sahut Alexa terbata. Ia diam sejenak, menghela napas lalu mengepalkan kedua tangannya. Menguatkan dirinya untuk menghadapi Razor yang sejujurnya ia sendiri tidak tahu apakah ia mampu menghadapi pria itu?
"Sa—"
Alexa reflek melangkah, kakinya masih gemetar. Begitu juga sekujur tubuhnya. 'Oh, Tuhan. Apa yang harus kulakukan?' bisiknya dalam hati. Sesampainya ia di hadapan Razor, ia menghentikan langkahnya.
Kini, Alexa sangat dekat dengan pria itu, ujung jemari kakinya bahkan hanya berjarak beberapa senti dari ujung jemari kaki Razor. Selain itu, ia bisa merasakan jika pria itu sedang memperhatikan dirinya dari kepala hingga kaki.
"Kau yang ingin memulai?"
"Hah?" Alexa mengangkat wajahnya, menatap Razor dengan wajah tak mengerti. "A-pa maksudmu?" tanyanya bingung.
"Kau masih berdiri di hadapanku." Razor menunjuk ke arah Alexa, memberi isyarat dengan gerakan tangannya yang bergerak dari atas hingga ke bawah. "Kalau kau ingin agar aku yang bekerja untukmu, maka seharusnya kau sudah berada di atas ranjang," cetusnya sambil melirik ke arah ranjang yang kosong, "Tapi kau tidak melakukannya dan masih berdiri di sana. Jangan membuatku salah paham, Baby. Hanya wanita yang ingin menyerangku yang akan selalu berdiri di hadapanku bahkan berlutut padaku."
"Berlutut?" Alexa melotot tak percaya, "Maksudmu ... memohon?"
Sebelah alis Razor sontak terangkat naik, "Memohon? Kau serius? Haruskah aku menunjukkan padamu apa yang selalu dilakukan oleh para wanita itu di saat mereka berlutut di hadapanku? Oh, c'mon," ujarnya lelah sambil menunjuk ke arah pangkuannya. Tidak, yang ia maksudkan tentu saja miliknya yang kini telah terbangun di dalam celana bahan yang ia kenakan.
15 menit sejak ia meninggalkan Alexa di dalam kamar mandi— sejak itu pula benda sialan itu tidak lagi ingin tidur. Seakan sedang menunggu santapan lezat yang akan disuguhkan padanya.
Mata Alexa mengikuti arah telunjuk Razor, sontak tertegun saat melihat sesuatu yang menggembul di balik celana yang pria itu kenakan. 'Besar? Panjang? Oh, sialan. Di mana ujungnya?' pekiknya dalam hati. "Tamat, tamat sudah riwayatku malam ini," gumamnya seraya menunduk lesu.
"Berbaringlah!"
Alexa semakin menunduk, meremas jemarinya, dan terus menggigit bibirnya. Perasaan takut memenuhi sekujur tubuhnya. "Eng, bagaimana ... jika ... aku membatalkan permintaanku."
Razor menyipitkan matanya, "Kau ingin mundur?"
"Aku akan membayarmu!" tukas Alexa cepat, dengan berani mengangkat wajahnya dan membalas tatapan Razor yang sedang tertuju padanya. "Te-tentu saja sejumlah yang telah ku janjikan padamu."
"Kau ingin membatalkannya karena takut aku tidak bisa memuaskanmu?"
"Ti-dak. Bukan begitu," ujar Alexa, nyaris berbisik. 'Aku hanya takut ... aku akan berakhir di rumah sakit setelah aku melalui malam ini denganmu,' sambungnya dalam hati.
Tanpa Alexa duga, Razor tiba-tiba menarik tangannya dengan keras. Membuatnya hilang keseimbangan hingga terhuyung ke depan, jatuh terjerembab ke atas ranjang dengan posisi yang sangat memalukan.
Razor terkekeh menyaksikan tubuh wanita itu yang menelungkup di atas ranjang. b****g Alexa terlihat keras meski saat ini tertutupi oleh bathrope. Dengan gemas, ia memukul b****g itu.
"Ugh! Kau ...." Geram atas ulah Razor, Alexa pun membalikkan tubuhnya dan melemparkan tatapan kesal pada pria itu, pria yang telah berani menyentuh bokongnya. Salah satu pipi bokongnya bahkan kini terasa sangat panas akibat pukulan yang Razor berikan padanya.
"Apa sekarang kau sudah siap?" celetuk Razor, mulai membuka kancing kemejanya satu per satu. Membuat Alexa sontak menahan napas.
"Tu-tunggu!"
Razor mengabaikan ucapan wanita itu dan dengan santai melemparkan kemejanya ke pinggiran ranjang. Setelahnya, tangannya beralih pada jam tangan serta gesper mewah yang melingkari pinggangnya. Seperti tadi, ia meletakkan kedua barang itu tak jauh dari kemejanya.
"Stop!" dengan cepat Alexa beranjak, menggapai pergelangan tangan Razor untuk menghentikan apa yang pria itu ingin lakukan pada celananya. Belum, saat ini ia belum siap untuk melihat benda yang berada di balik celana pria itu yang kini telah ia ketahui ujungnya ada di mana.
Lagi-lagi, ia menelan ludah dengan sulit saat memperhatikan tubuh bagian atas Razor yang indah dan atletis. Tubuh itu sempurna, otot perut pria itu tersusun rapi, ditambah dengan d**a yang bidang juga bahu yang lebar. Ia hampir tak percaya bahwa ia telah memboking seorang pria yang sangat ... luar biasa malam ini.
"Hei, dengar! Aku tidak pernah berhenti di tengah jalan. Ketika kau memintaku untuk menemanimu malam ini, aku harus melakukannya hingga selesai. Akan kubuat kau segera melupakan pria b******n itu yang telah menyakitimu seperti permintaanmu padaku. Deal?"
Alexa meringis menatap pria yang tengah berdiri di hadapannya itu.
"Itu ... bolehkah ... aku berpikir sebentar?" pintanya.
"Sudah terlambat!" dalam satu gerakan cepat Razor mendorong kedua pundak Alexa ke belakang, kemudian segera menempatkan tubuhnya di atas tubuh wanita itu yang sontak membeku. "Karena ini adalah yang pertama kalinya untukmu, aku akan melakukannya secara perlahan." Ia lalu menunduk mendekati wajah Alexa. Diam selama beberapa saat mengamati wajah wanita itu.
Menurutnya, Alexa benar-benar wanita yang sangat cantik meski tidak menggunakan make up di wajahnya. Membuatnya membayangkan bagaimana wajah pria yang telah mengecewakan wanita ini.
Dengan wajah takut, Alexa kembali membuka mulutnya. "A-pakah ... akan terasa sakit?"
"Aku tidak tahu." Razor langsung memulai aksinya dengan mengecup lembut bibir Alexa. Berusaha membuat wanita itu merasa nyaman terlebih dahulu.
Di bawah sentuhan Razor, sekujur tubuh Alexa sontak terasa panas. Permukaan kulitnya menggelenyar, darah yang berada di pembuluh nadinya berdesir hebat. Tidak hanya itu, jantungnya kini berdetak sangat cepat, terlalu cepat, hingga rasanya ia akan terkena serangan jantung.
"Sa-kit," desisnya, saat ia merasakan sesuatu seakan ingin mendobrak area intimnya. Sesuatu yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata. "Aku ingin berhenti!"
"Berhenti?"
"Ini sakit." Alexa mencoba mendorong d**a Razor agar pria itu berhenti mendorong pinggulnya ke depan.
Alih-alih menghentikan gerakannya, Razor justru mengabaikan permintaan Alexa itu dan mulai bergerak sedikit lebih cepat. Cih, ingin memintanya untuk berhenti di saat ia hampir mendapatkan kepuasannya? Never!
Setelah 30 menit, suara geraman pun terlepas dari bibirnya. 's**t! Siapa wanita ini?' batinnya, 'Mengapa dia bisa membuatku menggila seperti ini?' lanjutnya lagi sambil mengamati wajah Alexa yang tampak sangat memerah dengan ekspresi bingung.