Api di dapur Arjuna Flame meredup menjadi hanya cahaya kuning kecil, cukup untuk menyoroti dua bayangan yang berdiri terlalu dekat, terlalu panas, terlalu salah. Dante tidak bergerak. Kana juga tidak. Hanya napas mereka yang saling menyentuh di udara, mengisi ruangan sunyi dengan sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada suara wajan mendesis. Kana masih duduk di meja stainless. Kakinya menggantung. Tangan di sisi tubuhnya. Apron hitam Dante terikat di lehernya—seperti garis batas tak terlihat, seperti tanda kepemilikan yang tidak pernah ia izinkan tapi tidak pula ia lepas. Dante berdiri di depan Kana, menatapnya seolah dunia menyempit hanya sampai di kulit wajah wanita itu. “Katakan,” ucap Dante pelan, “apa yang sedang kau pikirkan?” Pertanyaan sederhana. Tapi dari siapa pertanyaa

