"Yang namanya luka itu pasti sakit. Kalau nggak mau luka maka jangan cari Penyakit."
~Sunarti~
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
***
Starla masih tidak percaya dengan apa yang dialaminya sekarang. Bagaimana mungkin dia bisa dengan mudahnya menerima ajakan Barra untuk pulang bersama? padahal Barra dan dia baru kenal beberapa hari.
Starla tahu seharusnya dia menolak ajakan Barra, tapi saat Barra mengajaknya pulang tadi, entah kenapa kepala Starla dengan begitu mulusnya mengangguk pertanda bahwa ia tidak keberatan pulang bersama Barra.
"Lo nggak pernah mandi yah?"
"Heh?" Starla mendekatkan kepalanya disamping kepala Barra, mencoba untuk mendengar lebih jelas apa yang dikatakan Barra padanya, karena saat ini mereka berdua sedang berada diatas motor Barra, perjalanan pulang dari rumah Bella.
"Lo bau banget, kayak nggak pernah mandi seminggu." Kata Barra santai.
"Kak Barra kok ngomong gitu? Nggak sopan banget!" Seru Starla tidak percaya.
"Gue cuman ngomong apa adanya. Kalau lo nggak percaya lo cium aja bau badan lo sendiri."
Starla dengan patuhnya justru mengikuti saran Barra. ia mengangkat lengannya bergantian, mencium kedua sisi tubuhnya.
"Nggak, kok. Aku nggak bau. Emang seharian ini aku belum mandi yah, tapi aku juga nggak keringetan jadi mana mungkin aku bau! Kak Barra jangan ngomong sembarangan yah, Ucapan Kak Barra itu sensitif banget buat cewek!" sanggah Starla seraya melipat tangan di depan d**a. Ia benar-benar kesal dengan Barra yang seenaknya mengatakan bahwa dirinya bau. Padahal Starla tidak bau sama sekali.
Barra mempercepat laju motornya membuat Starla refleks melingkarkan tangannya di pinggang Barra.
"Kak Barra pelan-pelan dong, kalau aku jatuh gimana?"
"Makanya pegangan."
Starla terdiam. ia melepaskan pelukannya dari pinggang Barra kemudian beralih memegang sisi pinggang Barra.
"Kalau sampai rumah langsung mandi supaya nggak bau lagi!" Kata Barra.
Starla melotot tidak percaya. Dia pikir, pembicaraan tentang bau-bau itu sudah selesai. Tapi ternyata tidak karena Barra masih saja mengungkitnya.
"Ngomong kalau aku bau. Tapi, kak Barra nggak sadar diri kalau kak Barra itu abis main Futsal, Keringetnya pasti banyak banget. Aku yakin, Pasti kak Barra deh yang bau bukan aku!"
"Gue keringetan tapi tetap keren, tetap wangi juga, malah cewek-cewek pada ngantri dibelakang gue cuman buat ngelap keringet gue doang."
"Ishh.. pede banget sih, sok keren banget."
"Lah, emang gue keren. Buktinya, lo mau dibonceng sama gue."
"Itukan karena kak Barra yang ngajakin aku pulang bareng, kalau kak Barra nggak ngajakin, aku juga nggak akan mau ikut!"
"itu karena muka loh dari tadi melas mulu minta diantar pulang."
"Kapan? Nggak kok?"
"Cewek gitu yah, Gengsinya gede banget padahal dari raut wajahnya udah kelihatan tapi masih aja nyangkal."
"Cowok kali yang gengsinya gede, bilangnya nggak suka tapi sebenarnya dia suka sama cewek itu."
Starla menutup mulutnya, ia menyesali apa yang barusan dikatakannya. Seharusnya ia tidak mengatakan itu.
"Omongan lo, kok jadi kearah suka-sukaan sih? Lo ngarep banget yah, gue suka sama lo?" selidik Barra sesekali ia menatap Starla melalui spion motornya.
"Apaan sih, Geer banget siapa juga yang ngarep. Jadi orang itu jangan kegeeran, meskipun kak Barra itu keren tapi nggak semua cewek didunia itu suka sama kak Barra. pasti adalah yang nggak suka sama kak Barra apalagi kalau mereka tahu kalau kak Barra punya kepribadian ganda."
Barra menaikkan sebelah alisnya, "Udah ngomongnya?"
"Udah."
"kalau gitu lo turun dari motor gue."
"kenapa? Apa karena omongan aku barusan jadi kak Barra mau ninggalin aku ditengah jalan kayak gini?"
Barra menoleh, ia menatap Starla yang menatapnya dengan kening berkerut. "kita udah sampai depan rumah lo. Sampai kapan lo mau duduk disitu? Atau..." Barra menghentikan kalimatnya, sudut bibirnya melengkung tipis, "atau lo mau ikut gue kerumah, ketemu sama mama?"
"Heh?"
"Berarti lo emang mau ikut gue."
"Eh jangan, aku belum siap."
Barra menaikkan sebelah alisnya sebelum akhirnya kepalanya mendongak. Terdengar tawa renyah dari bibir laki-laki itu. Jelas saja, karena ucapan Starla sukses membuat Barra terbahak. "Nah, kan. Terbukti kalau lo emang ngarep banget sama gue!"
"Nggak, itu nggak bener yah. Udah, aku turun disini aja." Sanggah Starla, ia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu.
"Ya iyalah lo turun disini, kalau lo nggak turun disini berarti lo mau ikut kerumah gue dong?"
"Ishh.. Kak Barra nyebelin banget sih. Udah yah, aku mau masuk dulu, makasih."
Starla masuk kerumahnya dengan terburu-buru entah kenapa ia menjadi kesal sendiri mendengar ucapan Barra.
***
Starla berkali-kali membalikkan tubuhnya kekanan dan kekiri. Gara-gara ucapan Barra tadi, Starla jadi tidak bisa tidur. Dan bodohnya lagi kenapa Starla menjadi kepikiran hanya karena ucapan Barra itu. Padahal jika Starla mau dia bisa saja tidak memikirkan ucapan Barra, kan?.
"masa iya, aku ngarep sama kak Barra!" Kata Starla pelan. ia lalu bangkit dari tidurnya kemudian duduk di kasur.
"Ishh.. kok jadi mikirin kak Barra lagi. Udah dong keluar dari pikiran aku, jangan ganggu mulu." Kata Starla kesal seraya memukul pelan kepalanya berkali-kali.
Starla kembali membaringkan tubuhnya, ia mencoba untuk menutup mata menghilangkan bayang-bayang Barra dari pikirannya.
Starla bangun dari tidurnya setelah ia mendengar ketukan pelan dari luar kamarmya, ia lalu berjalan menuju pintu kamarnya dan membukanya perlahan.
"Kak Azka baru pulang?" tanya Starla saat ia menemukan Azka yang berdiri didepan pintu kamarnya.
"Iya. Tadi temen kamu langsung nganterin pulang kan?" Kata Azka.
Tadi, sebelum Starla pulang ia memang sempat mengabari Azka jika ia pulang bersama dengan Barra sehingga kakaknya itu tidak perlu menjemputnya dirumah Bella.
"Iya."
"Maaf yah dek, lagi-lagi kakak nggak bisa jemput kamu."
Starla menatap wajah kakaknya yang terlihat sendu, ia menggeleng pelan, "Kakak ngomong apa sih? Aku nggak apa-apa kok. lagian kak Azka bisa apa coba, itukan bukan kemauan kakak tapi tuntutan pekerjaan yang memang harus kak Azka jalani. Udah, kakak Istirahat dulu aja, kakak pasti capek kan baru pulang kerja?"
Azka hanya mengangguk. Ia mengusap sayang rambut Starla sebelum akhirnya ia berbalik menuju kamarnya.
Kadang, Starla merasa kasihan melihat Azka yang begitu bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan juga bundanya. Hampir setiap malam Starla menemukan kakaknya pulang selarut ini. Ia tahu Azka pasti lelah, Tapi kakaknya itu tidak pernah membagikan rasa lelahnya itu. setiap kali ia sudah sampai dirumah maka Azka tidak pernah menunjukkan rasa lelahnya, Ia pasti selalu menunjukkan senyumnya pada Starla dan Juga Lisa. Tapi meskipun begitu raut wajah seseorang tidak bisa berbohong bukan? Saat kita bahagia, sedih, Marah, atau bahkan lelah sekalipun maka raut wajah kita akan berbicara. Secara spontan raut wajah kita akan menunjukkan sendiri apa yang kita rasakan saat itu.
***
"Bel, aku mau nanya deh sama kamu?" Tanya Starla. Saat ini mereka sedang berada di kelas.
"nanya apa?"
"kamu sama kak Barra deket yah?"
Bella menaikkan sebelah alisnya "Yah, nggak deket juga sih. tapi cuman sekedar kenal aja."
"jadi waktu kak Barra nganterin tas aku ke rumah, itu kamu yang minta tolong?"
"ya enggak lah. Kan, gue udah bilang kalau dia itu nawarin diri sendiri katanya sekalian dia mau pulang juga."
"Oh gitu."
"Kenapa sih lo nanya soal kak Barra?"
"Yah nggak apa-apa. Oh ya jadi kamu sama kak Barra kenal dari kapan?" Tanya Starla lagi. Entah kenapa dia menjadi penasaran dengan kehidupan Barra.
"Ya udah lama sih, pas dia sering ke rumah. Soalnya dia itu temen kakak gue kan, yah otomatis gue juga kenal sama dia. tapi itupun cuman sekedar kenal aja, kalaupun ngobrol sama kak Barra itu yah seperti kemarin, ngobrol biasa aja nggak akrab banget juga, dia juga ngejawabnya cuman seperlunya aja. Makanya itu kadang gue nggak mau sok kenal sama dia, takutnya dia malah nggak nyaman kan."
Starla mengangguk mengerti, "Oh jadi itu sebabnya kamu kayak nggak kenal gitu sama kak Barra kalau di sekolah?"
"Nggak juga sih, alasan sebenarnya karena gue nggak mau cewek-cewek disini pada ngebully gue kalau tahu kak Barra sering main ke rumah gue."
"Iya sih Bel, aku juga udah ngerasain gimana rasanya di bully sama cewek-cewek yang suka sama kak Barra."
"Nah itu dia. Oh ya Tar, satu lagi, lo jangan bilang sama siapa-siapa yah tentang hal ini. karena cuman lo yang tahu." Bisik Bella.
"Ya enggak lah. Lagian aku mau ngomong sama siapa coba? kan yang deket sama aku cuman kamu!" Jelas Starla.
Starla dan Bella kembali terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Waktu istirahat kembali tiba, para siswa dan siswi berhamburan keluar kelas. Ada yang ke kantin, ada yang ke perpustakaan, ada yang sibuk bermain basket di lapangan, dan ada juga yang terlihat sedang berkumpul bersama teman-temannya di taman sekolah.
"Tar, Lo cari siapa sih? dari tadi gue perhatiin celengak celinguk mulu." Tanya Bella.
Starla memandang Bella sejenak, kemudian kembali melirik kekanan dan kekiri, mencari sosok yang sejak tadi tidak pernah ditemuinya.
"Bel, kamu tahu nggak kelas kak Barra dimana?"
"Kak Barra?"
"Iya."
"Lo mau ke kelas kak Barra?" Tanya Bella lagi.
Starla mengangguk cepat.
"Ngapain sih Tar, kesana?"
"Aku cuman mau ngembaliin ini." Starla menunjukkan sebuah kantong plastik yang sejak tadi dipegangnya.
"Itu apaan? Kok gue nggak nyadar lo bawa gituan?"
"Gimana kamu mau nyadar coba, orang kamu sejak tadi cuman merhatiin aku doang tapi nggak merhatiin yang aku bawa.”
“Abisnya lo celingak celinguk mulu sih, jadi kan gue penasaran. Emangnya itu apaan sih?”
“Ini jaketnya kak Barra."
"Hah? Kok bisa ada sama lo?" Tanya Bella penasaran.
"Ceritanya panjang Bel. Dari kemarin aku mau ngasih kedia tapi lupa terus. jadinya baru bisa dikasih sekarang!"
Bella menarik nafas dalam. "Ya udah kalau gitu gue anterin ke kelasnya kak Barra yah?" usul Bella. Starla tersenyum senang seraya mengangguk.
Keduanya berjalan kelantai tiga, tempat dimana kelas Barra berada. Di sekolah Starla memang terdapat Tiga lantai. Lantai pertama berisi kelas satu, ruang guru perpustakaan dan juga kantin. Itu sebabnya setiap jam istirahat kantin akan selalu ramai karena hampir semua siswa dan siswi berkumpul disana. Lantai kedua berisi kelas Dua, sedangkan lantai ketiga berisi kelas Tiga, kelasnya Barra sedangkan Starla sendiri berada dilantai satu.
Bella mengetuk pintu kelas sebelum masuk ke dalam kelas Barra. karena seperti biasa kelas Barra selalu dikategorikan kelas yang keramat, siapapun adik kelas yang masuk kesana harus bersikap sopan dan ramah meskipun dikelas Barra sendiri terkenal dengan kenakalan para siswa dan siswinya.
"Misi kak, kak Barra-Nya ada?" Tanya Starla pada seorang siswi yang sedang berkumpul dengan teman-temannya di dalam kelas.
Starla menunduk begitupun dengan Bella. Bagaimana tidak, saat ini mereka sudah menjadi pusat perhatian hanya karena Starla menanyakan keberadaan Barra.
"Sela, ada yang nanyain Barra tuh!" Kata siswi dengan rambut yang dikuncir kuda.
Siswi yang dipanggil Sela itu mendongak, ia manatap Bella sebelum akhirnya tatapannya jatuh pada Starla. Dari cara Sela memandang Starla, orang-orang akan tahu bahwa Sela sangat tidak menyukai Starla. Seandainya saja tatapan bisa membunuh? Maka tatapan yang ditujukan Sela pada Starla akan membunuh Starla detik itu juga.
"Berani yah lo dateng kesini. Masih punya nyali?" Tanya Sela. Ia sudah berdiri dari tempatnya dan berjalan mendekati Starla. Suasana di ruang kelas menjadi tegang karena ucapan Sela barusan.
"Apa ucapan gue waktu itu kurang jelas? makanya lo dengan nggak tahu malunya malah dateng kesini buat nemuin Barra?"
"Maaf kak, aku cuman mau ketemu sama kak Barra sebentar." jawab Starla.
Sela terbahak seolah apa yang barusan dikatakan Starla adalah sebuah lelucon.
"Ketemu?" Ulang Sela, "Woyy sadar, lo itu cuman anak baru disini. lo pikir, lo bisa seenaknya dateng kesini terus bilang mau 'ketemu' sama Barra Heh?" Kata Sela marah lalu mendorong Starla hingga mundur selangkah. Sela kembali mengamati penampilan Starla dari atas hingga kebawah, Senyum meremehkan yang tercetak dibibir Sela terlihat begitu nyata. Ia seolah merendahkan Starla dengan senyumnya itu.
"Lihat deh guys.. cewek kayak gini mau bersaing sama gue buat dapetin Barra?" Ujar Sela meremehkan. Suasana dikelas itu menjadi riuh karena Sela yang jelas-jelas merendahkan Starla. Para siswa dan siswi yang ada disana bersorak gembira mendukung tindakan Sela.
"Lo jangan mimpi. Ini bukan cerita Cinderella, dimana cewek kelas rendah kayak lo bisa dapetin seorang pangeran."
Teman-teman Sela kembali riuh. Mereka kembali bersorak.
"Ada apaan sih?" Tanya seseorang yang baru saja masuk.
Semua orang yang ada di kelas itu kecuali Starla memandang kearah yang sama. Kearah dimana siswa itu datang.
"Ah,, kebetulan lo ada disini Wil!" seru Sela.
"Kenapa emangnya?"
"Bukannya lo bilang kalau lo mau bikin perhitungan sama cewek yang udah permaluin lo dikantin waktu itu?" Tanya Sela.
Laki-laki yang bernama Willy itu mengangguk, "Iya."
"Kalau gitu, kenapa lo nggak ngelakuin sekarang? kebetulan anaknya lagi ada disini!"
Willy menaikkan sebelah alisnya. "Mana?"
Sela menunjuk dengan dagunya kearah Starla yang masih menunduk. Dengan langkah lebar Willy lalu menghampiri Starla. Senyum dibibirnya terukir ketika ia memastikan sendiri bahwa perempuan yang ada dihadapannya saat ini, memanglah perempuan yang sama yang telah mempermalukannya di kantin waktu itu.
"Dia jadi urusan gue sekarang. Jadi, lo nggak perlu ikut campur." Kata Willy.
Starla mendongak, ia menatap Willy dan juga Sela bergantian.
"Oke, yang penting dia nggak ganggu gue sama Barra."
Willy menarik tangan Starla keluar dari kelas. Dengan langkah lebarnya ia kemudian berjalan kearah ruang kelas yang kosong yang terletak paling ujung. Ruang kelas yang memang sudah lama tidak terpakai dan saat ini dijadikan sebagai ruang penyimpanan barang.
"Kak, lepasin aku." teriak Starla. Willy menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Starla yang meringis kesakitan.
"Kalau gue nggak mau lepasin, apa lo juga bakal gigit tangan gue seperti waktu itu?"
Starla mendongak. "itu bukan salah aku yah kak, aku juga udah minta maaf kan!"
"Dan lo pikir, dengan lo minta maaf gue nggak bakal malu seperti kemarin. Denger yah, Baru kali ini ada cewek yang berani bikin malu gue kayak kemarin."
"Terus kakak maunya apa?" Tanya Starla.
Willy menatap Starla sejenak lalu tersenyum tipis. "Yakin, lo mau tahu gue mau apa?" tanya Willy, lalu manarik pergelangan Starla agar lebih dekat padanya.
Starla menahan nafas. Dengan menggunakan tangannya ia berusaha menahan tubuh Willy agar tidak terlalu dekat padanya.
"Gue cuman mau ngembaliin apa yang udah Lo kasih ke gue."
"Maksud kakak, kakak mau gigit tangan aku juga?" Ucap Starla tidak percaya.
Willy menaikkan sebelah alisnya. "Gue nggak mau tangan, Gue mau gigit yang lain." Kata Willy lalu menarik kembali Starla menuju ruang penyimpanan barang.
Starla panik, Ucapan Willy jelas mengandung begitu banyak ancaman. dan Entah kenapa, disituasi seperti ini ia sama sekali tidak menemukan guru untuk dimintai tolong. Sedangkan siswa dan siswi yang lain yang melihatnya tadi bersama dengan Willy sepertinya tidak berniat untuk membantunya.
Ahh.. kemana semua rasa kemanusiaan mereka?. Teriak batin Starla.
Willy mendorong pelan Starla masuk kedalam ruangan, ia lalu menutup pintu dengan menggunakan kakinya.
"Kakak ngapain bawah aku kesini?" Teriak Starla takut.
Ruangan yang mereka tempati benar-benar pengap. Tidak ada satupun celah agar sinar matahari ataupun Udara bisa masuk. Ditambah lagi dengan debu yang menempel disetiap barang-barang yang ada diruangan ini membuat siapapun akan merasa kesulitan untuk bernafas.
Willy berjalan mendekati Starla. Sorot matanya benar-benar membuat Starla takut hingga membuat gadis itu perlahan mundur kebelakang.
"Jangan mendekat kak, Aku mohon!" Pinta Starla.
Keringat dingin sudah membanjiri tubuh Starla. Tapi bukan Willy namanya jika dengan mudah mendengarkan ucapan orang lain. Ia masih terus saja maju mendekati Starla. Saat Willy tiba tepat dihadapan Starla. Laki-laki itu langsung mencengkram bahu Starla hingga mebuatnya meringis.
"Sakit kak!" bisik Starla.
Air matanya meluruh, ia benar-benar takut. Perlahan Willy mulai mendekatkan wajahnya, ia memperhatikan wajah Starla yang terpejam karena takut. Senyum dibibir Willy terukir. Ia puas melihat Starla yang ketakutan karenanya. Perlahan Willy kembali mendekatkan wajahnya, semakin dekat.. semakin dekat.. dan...
Sebuah tarikan dari arah belakang membuatnya terlonjak disertai dengan pukulan yang menghantam wajahnya.
Willy tersungkur kelantai. Ia bisa merasakan bagaimana wajahnya terasa sakit dan perih karena pukulan yang baru saja diterimanya.
“s**l!” Umpat Willy. Sudut bibirnya berdarah.
Tapi laki-laki yang memukulnya tadi seolah tidak memberi ampun. ia kembali memukul Willy. Ia tidak memberikan kesempatan untuk Willy berdiri dari posisinya sekarang.
"Lo bener-bener b******k Wil. Berani-beraninya lo ngelakuin itu sama cewek!" Katanya marah. Raut wajahnya mengeras dengan gigi yang saling terkatup rapat.
Willy mencoba berdiri sesaat setelah laki-laki itu menghentikan pukulannya. Ia tersenyum mengejek mendengar perkataan dari laki-laki yang ada di hadapannya.
"Bar!! Bar!! Lo lihat deh muka lo sekarang. Lo kayak cowok yang lagi histeris karena ceweknya di apa-apain sama cowok lain" kata Willy mengejek.
"Lo?" Laki-laki yang ternyata Barra itu meraih kerah baju Willy. Ia benar-benar muak dengan Willy.
"Tenang Bar, Gue nggak ngapain-ngapain dia kok. Lo nggak perlu semarah ini. Lagian dia siapa lo sih sampai lo kayak gini?"
Barra mengepalkan tangannya pada kerah baju Willy. Ia hanya diam mendengar perkataan Willy padanya.
Willy tiba-tiba mendorong Barra membuat laki-laki itu melepaskan dirinya. "Gue tebak, dia bukan siapa-siapa lo kan? Jadi apapun yang gue lakuin sama dia, itu urusan Gue, bukan urusan Lo."
"Jangan ganggu dia Wil, Lo nggak akan pernah tahu apa yang akan gue lakuin ke lo, kalau sampai lo gangguin dia." Barra mencoba memperingatkan Willy yang sepertinya tidak memperdulikan apa yang dikatakan Barra.
"kenapa sih Bar, kayaknya lo takut banget kalau gue ngapain-ngapain dia. Gue nggak sejahat itu!" Seru Willy.
Barra menatap tajam Willy.
"Tapi.. setelah gue dengar lo khawatir sama dia dan ngelihat lo setakut itu kalau dia kenapa-napa, gue jadi pengen gangguin dia lagi!"
"Apa lo bilang? masalah lo sama gue b******k bukan sama Starla." Teriak Barra marah.
Dan itu semakin membuat Willy merasa puas. Willy memang sering bertengkar atau bahkan berkelahi dengan Barra seperti ini, Tapi ia tidak pernah melihat Barra yang lepas kendali seperti sekarang. dalam hati Willy jelas merasa menang, karena ia tahu bahwa ia sudah menemukan kelemahan Barra.
Perlahan Willy mendekati Starla yang masih terduduk ketakutan. Ia meraih pundak gadis itu lalu ditepis oleh Starla.
"Jangan sentuh aku."
"Wow santai dong. Gue nggak bakal ngapa-ngapain lo!" Willy menarik tangan Starla dengan kasar agar ia mau berdiri. Ia lalu menatap Barra yang semakin mengepalkan tangannya. Senyum diwajah Willy semakin terlihat manakala ia dengan santainya merangkul Starla dan mengabaikan penolakan gadis itu yang meronta.
"Lo lihatkan, gue nggak ngapa-ngapain dia." Kata Willy.
Dengan cepat Barra mendekat kearah Willy, lalu dengan kuat memukul kembali wajah Willy.
"Gue bilang jangan sentuh dia brengsek." teriak Barra.
Willy yang tidak terima dengan perlakuan Barra langsung berdiri lalu membalas pukulan Barra. kedua laki-laki itu saling beradu kekuatan Otot, mereka berdua tidak memperdulikan teriakan berhenti dari Starla yang sejak tadi mencoba melerai pertikaian diantara keduanya. Saling jual beli pukulan terjadi diruangan itu. Keduanya saling melampiaskan ketidak sukaan mereka yang memang sudah ada sejak dulu.
***
"Apa lagi yang kalian berdua lakuakan?" tanya Hera. Guru Bimbingan konseling yang ada disekolah itu.
Saat ini, Starla, Barra dan Willy sedang berada di ruang Bimbingan Konseling (BK). Mereka bertiga dilaporkan oleh Bella yang saat itu langsung mencari batuan guru ketika melihat Starla yang diseret paksa oleh Willy. Bahkan kedatangan Barra yang tiba-tiba juga karena diberitahu oleh Bella.
"Barra, Willy. Kenapa kalian diam saja?" Bu Hera kembali bertanya.
Entah sudah berapa kali bu Hera berhadapan dengan anak muridnya ini. setiap kali ada kejadian perkelahian disekolah mereka, selalu saja Barra dan Willy adalah Aktornya.
"Starla!"
"Iya Bu." Jawab Starla.
"Apa yang terjadi? bisa kamu ceritakan pada Ibu, karena hanya kamu yang ada disana saat perkelahian itu terjadi."
Starla menarik nafas dalam, ia menatap Barra dan juga Willy bergantian.
"Kak Barra cuman nolongin saya Bu."
"Nolongin kamu?" Sela Bu Hera.
"Iya."
"Memangnya apa yang terjadi?" Tanya Bu Hera lagi.
Starla kembali menarik nafas dalam. ia mulai menceritakan rentetan demi rentetan peristiwa yang terjadi sehingga bisa menyebabkan perkelahian antara Barra dan Juga Willy.
Ekspresi dari Bu Hera sendiri terlihat berubah-ubah. Kadang ia menatap Barra kagum, lalu manatap Willy marah dan kadang juga ia menatap Keduanya tidak percaya.
"Jadi sudah jelas, Bahwa yang bersalah disini adalah kamu, Willy." Kata bu Hera setelah mendengarkan semua penuturan Starla.
"Tapi Bu, ini cuman salah paham. Barra-nya aja yang berlebihan. Saya nggak ngapa-ngapain cewek ini. Saya cuman nakut-nakutin dia aja supaya dia nggak songong sama saya."
"Nakut-nakutin itu sama aja di apa-apain Wil. Yang namanya nggak di apa-apain itu berarti lo nggak ngelakuin apapun ke dia. Termasuk buat dia jadi takut. Kayaknya Lo emang harus banyak belajar lagi Bahasa Indonesia." Sela Barra.
Willy menatap tajam Barra yang secara tidak langsung menghina dirinya. Tapi ia mencoba untuk tidak terpancing terlebih lagi mereka sedang berhadapan dengan Bu Hera.
"Baiklah berhenti bertengkar. Barra dan Starla bisa keluar dari ruangan Ibu dan untuk kamu Willy, kamu tetap disini, masih ada yang ingin Ibu bicarakan dengan kamu."
"Tapi Bu.."
"Tidak ada tapi-tapian, Wil. Barra dan Starla kalian berdua boleh keluar." sela Bu Hera.
"Terima kasih Bu, kami permisi."
Barra dan Starla keluar daru ruang BK meninggalkan Willy yang sepertinya masih harus mendapatkan wejangan dari bu Hera.
Barra berjalan menuju Ruang UKS yang diikuti Oleh Starla dibelakangnya. Entah Barra menyadari atau tidak tapi sepertinya Barra tidak ingin perduli. Ia terus saja berjalan masuk keruang UKS dan mengambil sesuatu dari dalam Lemari kemudian duduk di ranjang.
"Siniin kak Obatnya biar aku bantuin." Kata Starla. setelah tadi ia hanya diam saja mengikuti kemana langkah kaki Barra pergi.
Melihat Barra yang tidak memberikan Obatnya, Starla merasa kesal sendiri, dengan pelan ia mengambil kompresan dan juga beberapa Obat yang dipegang Oleh Barra.
Dengan telaten Starla mulai membersihkan luka lebam yang ada diwajah Barra sesekali ia meniup luka itu saat melihat Barra yang meringis sakit.
"Kak Barra ngapain bantuin aku? Seharusnya Kak Barra nggak usah bantuin aku!"
"Jadi gini cara lo berterima kasih?"
Starla menatap Barra yang memandangnya tidak suka. Ia tahu seharusnya ia berterima kasih pada Barra karena sudah menolongnya. Tapi melihat Barra yang terluka karena dirinya membuat Starla merasa bersalah.
"Bukan gitu. Kak Barra nggak lihat, karena kak Barra bantuin aku, kakak jadi luka. dan ini pasti sakit."
"Yang namanya luka pasti sakit, kalau lo nggak mau gue luka, Makanya Lo jangan cari penyakit."
Starla menghentikan tangannya. Ia menatap jauh kedalam mata Barra. Entah kenapa ada sesuatu yang aneh yang merambati dadanya setelah mendengar penuturan Barra.
"Udah kan?" Kata Barra. Starla mengangguk.
"Makasih Udah Ngobatin Gue."
Barra berjalan keluar dari ruang UKS meninggalkan Starla yang masih terduduk di kursi. Tapi sebelum ia benar-benar keluar dari ruangan itu, Ia menghentikan langkah kakinya lalu tanpa berbalik, Barra kemudian berkata;
"Kalau lo nggak mau dibantuin sama Gue, maka jangan pernah buat diri lo berada dalam situasi yang berbahaya, karena Gue.... Nggak mau lo kenapa-napa."
Lalu Barra benar-benar keluar dari ruangan itu meninggalkan Starla dengan segala pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya.
"Dia nggak mau aku kenapa-napa? Maksudnya apa?" bisik hati Starla.
TBC...