Amara membasuh seluruh tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan air secara merata. Hal yang tak ingin dilakukanya adalah menangis. Namun ia tak kuasa menahan laju cairan bening yang mengalir deras di pipi wanita cantik itu. Mau tak mau pagi ini ia harus melaksanakan mandi wajib bagi seorang muslim yang semalam telah melakukan hubungan badan antara pria dan wanita.
Air jernih bercucuran dari atas shower hingga membasahi seluruh tubuh Amara dari ujung rambut hingga kakinya yang menyentuh lantai kamar mandi. Masih tak menyangka bahwa semalam sosok pria bernama Bara Gandawasa telah menyetubuhi gadis perawan yang bernama Amara Respati. Ia merutuki nasibnya yang mendadak kelam gara-gara ulah Bara.
Ya Tuhan, kenapa takdir harus mempertemukan aku dengan Bara di sini? Jika memang kami ditakdirkan untuk bertemu, kenapa harus bertemu di ranjang???
Amara mengeluh dalam hati. Masih setengah tak percaya kalau ia sudah tidak suci lagi sejak semalam. Ia masih duduk menekuk lutut di bawah pancuran shower sambil terisak.
Sudah setengah jam Amara berada di kamar mandi namun tak kunjung keluar dari sana. Rika yang takut terjadi sesuatu pada sahabatnya tersebut bergegas ke depan untuk memanggil Amara.
“Ra, kamu masih lama di dalam? Apa kamu nggak apa-apa di dalam?” tanya Rika cemas sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Mendengar suara Rika yang memanggilnya. Amara lantas bangkit dan mengusap air matanya.
“Iya, Ka. Tunggu sebentar!” seru Amara segera menyelesaikan aktivitasnya di kamar mandi.
Semenit kemudian Amara keluar dari kamar mandi dengan mengenakan bathrobe yang membalut tubuh polos miliknya.
“Maaf-maaf Ka, aku lama. Habis keramas,” celetuk Amara sembari mengeringkan rambut panjang yang basah dengan handuk.
Rika manggut-manggut. “Iya nggak apa-apa, Ra. Aku takut aja kamu kenapa-kenapa. Ya sudah, km ganti baju dan dandan aja dulu. Aku tunggu di luar.”
Amara pun lekas mengenakan pakaian yang sudah tergantung di lemari kamar resort. Ia tampak cantik dan anggun dengan flowery dress warna merah muda yang ia kenakan. Berdandan tipis-tipis atau soft natural make up yang dipoles layaknya gaya dandan wanita-wanita negeri ginseng Korea. Namun kali ini Amara benar-benar cantik ala wanita-wanita Turki mengingat ia memiliki darah Turki dari sang nenek yang berasal dari negara itu.
Amara membiarkan rambut panjang dark brown tergerai indah di punggungnya. Tak dapat dipungkiri jika ia dulu pernah jadi gadis idaman mahasiswa laki-laki di kampus. Namun malangnya nasib Amara yang cantik jelita harus terjebak ‘cinta satu malam’ dengan Bara Gandawasa yang tidak menganggapnya sebagai Amara melainkan Nadia, kekasihnya. Sungguh keji bagi wanita bermata indah tersebut.
“Ra, kamu tetap cantik. Cantik sekali pagi ini,” puji Rika.
Amara terkekeh menanggapi pujian Rika. “Percuma cantik tapi nggak punya pacar,” sahut Amara seraya berkedip.
“Ah, kamu pilih-pilih gitu, Ra. Aku ini sahabatmu sejak lama. Tahu kalau kau jual mahal. Di kampus aja cuma sekali kan kamu pacaran? Padahal cowok-cowok yang ngantri banyak. Termasuk bule Aussie.”
“Enggak juga. Aku kalau sudah suka sama cowok kan setia, Ka. Nggak suka gonta-ganti pacar,” protes Amara. Akibat ucapan Rika, Amara jadi teringat akan mantan kekasihnya saat berkuliah dulu yang bernama Ahlan.
Ahlan sebagai mantan terindah dari Amara. Hubungan keduanya harus berakhir karena long distance relationship dan perbedaan prinsip yang dijalani mereka berdua. Mereka sama-sama berkuliah di The University of Melbourne, Australia. Ayah Ahlan yang seorang diplomat dan sering pindah-pindah negara membuat pria itu jadi mengikuti ayahnya. Sebenarnya Ahlan bisa mandiri untuk tidak bergantung hidup pada sang ayah. Namun karena ia juga bercita-cita menjadi seorang diplomat sesuai jurusan perkuliahan yg diambil, Ahlan pun harus belajar banyak dari sang ayah.
“Kamu kok melamun, Ra? Kenapa? Kepikiran Ahlan ya?” cecar Rika menggoda Amara.
Amara meringis. “Kalau mau jujur sih iya. Ahlan itu pria baik, Ka. Aku sangat nyaman bersama dengannya. Ingin suatu saat kita bertemu lagi. Jika memang diizinkan Yang Maha Kuasa untuk kita bertemu lagi. Tapi ….”
“Tapi apa, Ra?” tanya Rika penasaran.
Amara mendengkus kecewa. “Aku kan sekarang sudah nggak suci lagi, Ra. Aku malu sama Ahlan kalau misal kita pacaran lagi terus menikah. Mau ditaruh mana mukaku? Apalagi kalau ternyata dia masih perjaka sedangkan aku enggak,” keluhnya dengan raut muka sedih.
Ucapan Amara sontak membuat Rika terlonjak. Tak terima oleh Amara semalam gara-gara seorang CEO sekaligus selebgram macam Bara Gandawasa.
“Memang brengsekk ya si Bara itu. Sudah merusak masa depanmu. Perlu lapor polisi nggak sih? Aku nggak terima kamu diperlakukan begini, Ra,” teriak Rika.
“Aku nggak diperkosa Bara, Ka. Nggak ada bukti juga. Semalam memang aku dijebak untuk mabuk sama dia. Cuma kegiatan bercinta dengan malam itu bukan pemaksaan. Karena aku mabuk, aku hanya pasrah saat melampiaskan nafsunya. Dan aku pun tak menolak,” ucap Amara dengan memasang wajah murung.
“Ah, kamu pasti kena tipu daya pria brengsekk itu sampai kamu meladeni dia. Kesal aku, Ra saat tahu kamu dipaksa mabuk. Sudah nggak beres otak si Bara itu.”
“Sudah-sudah nggak usah dibahas lagi. Aku sudah lapar, Ka. Ayo kita ke restoran resort,” ajak Amara yang langsung diangguki Rika. Mereka pun bergegas pergi ke sana.
***
At Atlantis On The Rock by Plataran, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
10.00 AM
Di sebuah restoran yang sangat menarik dengan pemandangan laut yang indah dari Pantai Waecicu yang eksotis dengan hamparan bukit dan kapal-kapal laut menjadi daya tarik Atlantis On The Rock by Plataran. Restoran ini biasanya dipergunakan untuk melihat sunset terbaik di sana dan berlanjut untuk dinner. Namun kali ini dipergunakan sekumpulan para tamu undangan dari Rio Dewangga dan Tasya Hermawan untuk sarapan di pinggir pantai.
Dari salah satu meja yang berisi 4 kursi, tampak Bara Gandawasa beserta kedua temannya yaitu Gandhi dan Reinhart tengah memilih-milih menu masakan untuk breakfast mereka. Bara tampak santai dan cool dengan kaos polo berwarna putih dan celana pendek gelap yang ia kenakan. Saat mereka bertiga hendak menentukan makanan mana yang mau dipesan, Bara tak sengaja melayangkan pandangan pada seorang wanita cantik yang baru saja datang ke restoran.
Bara terbelalak dengan wanita cantik itu. Wanita cantik berwajah blasteran Turki dan berambut panjang hingga sepinggang. Pria itu tak berkedip melihatnya mengingat wanita itu adalah … Amara Respati yang sampai saat ini belum Bara ketahui namanya. Wanita yang semalam menjadi teman tidurnya di kamar istimewa seorang Bara Gandawasa. Ia masih memperhatikan Amara yang sibuk mencari tempat duduk bersama Rika. Aksi pria yang berprofesi sebagai CEO yang menatap ke arah sang wanita menawan tersebut dipergoki oleh kedua teman laki-lakinya.
“Kenapa kamu, Bar?” tanya Gandhi penasaran saat melihat tingkah laku Bara.
Reinhart langsung menimpali. “Aku tahu. Kayaknya dia lagi fokus melihat cewek cantik yang duduk di sana,” sahut Reinhart sambil menunjuk ke arah Amara.
Aksi tunjuk yang dilakukan Reinhart langsung digagalkan oleh Bara.
“Hei, jangan tunjuk-tunjuk! Bikin pusat perhatian orang-orang nanti,” protes Bara.
“Lha kamu sendiri bikin ulah. Lihat cewek cantik sedikit saja sudah heboh. Nadia mau kamu buang???” tanya Reinhart yang langsung membuat Bara menjitak kepalanya. “Aduh!!!”
“Enak aja kamu bilang Nadia mau dibuang! Nadia itu cinta matiku,” tukas Bara.
“Lha terus untuk apa melihat cewek itu?” tanya Reinhart bingung.
Bara mendesah pelan. Ragu-ragu mau menceritakan kejadian semalam atau tidak pada kedua temannya.
“Aku cuma penasaran sama cewek itu,” jawab Bara akhirnya hingga membuat Reinhart dan Gandhi terlonjak.
“Why? What’s wrong with you? (Mengapa? Ada apa denganmu?) …” tanya Reinhart lagi.
Bara hanya berdeham. “Hmmm …jawab aku siapa namanya?”
Gandhi dan Reinhart pun menoleh ke arah Amara yang tengah memilih-milih menu makanan.
“Kamu nggak tahu dia? Hei bro, dia anak pengusaha kaya raya. Keluarga Respati tahu kan? Tahu nggak?” Reinhart bertanya pada Bara.
“Tahulah kalau keluarga Respati. Yang punya perkebunan kelapa sawit besar di Sumatra itu kan? Sama punya saham cukup besar di salah satu stasiun TV swasta kalau nggak salah ya?” tanya Bara setengah-setengah ingat. “Memang kenapa?”
Gandhi ikut bersuara. “Iya, itu. Dia adalah Amara Respati. Anak kedua dari Rendra dan Dian Respati.”
“Oh, Amara Respati namanya …” sahut Bara.
“Iyalah, kenapa memangnya? Amara kenapa?” tanya Reinhart antusias.
Bara terdiam sejenak. Lalu memutuskan lebih baik tak mengatakan kejadian semalam pada teman-temannya terlebih dahulu. Ia masih syok dengan kenyataan bahwa telah merenggut kesucian Amara.
“Nggak apa-apa sih tanya aja,” jawab Bara asal. Tak ingin diinterogasi teman-temannya lagi.
“Dulu aku pernah dekatin dia lho, Bar. Tapi sama Amara nggak ditanggapi. Mungkin dia punya selera yang lebih tinggi dari aku atau dia ternyata punya pacar dan setia,” tebak Reinhart.
“Iyakah?” tanya Bara dengan tatapan masih mengarah ke wanita itu.
Kalau dia ternyata punya pacar berarti sama sepertiku yang menganggap kejadian semalam adalah kejadian bercinta dengan pacarnya. Lebih baik begitu karena aku takkan menikahinya.
Bara membatin dalam hati. Menebak-nebak jika Amara juga memiliki kekasih seperti dirinya yang memiliki Nadia.
Dari tempat duduk Amara, wanita itu mendongak hendak mengedarkan pandangan ke sekitar restoran. Namun saat ia mendongak dan menatap lurus ke depan, secara tidak sengaja netra cokelat miliknya menangkap netra gelap Bara yang saling bertemu. Keduanya tersentak kaget saat saling memandang satu sama lain. Bayangan malam pertama mereka yang tidak seharusnya ada itu tiba-tiba hadir begitu saja.
Bayangan tengah bercinta dengan Bara Gandawasa sekilas terlintas di benak Amara hingga membuatnya serasa kehilangan napas. Amara yang tampak gugup langsung meneguk air mineral yang ada di depannya hingga tandas. Hingga membuat Rika tercengang.
“Ra, kamu kenapa?” tanya Rika mulai panik.
Amara menggeleng. “Nggak apa-apa, aku cuma agak nggak enak badan.”
“Oh begitu, kalau begitu setelah sarapan kita balik ke kamar ya,” ajak Rika yang langsung diangguki Amara.
“Iya, aku ingin istirahat dan menenangkan pikiranku.”
Amara berkata demikian sekaligus ingin jauh-jauh dari Bara sebenarnya. Masih tak sanggup harus berada di tempat yang sama dengan pria yang sudah merenggut kehormatannya.
Usai menyelesaikan sarapan, Amara segera mengajak Rika untuk kembali ke kamar mereka. Begitu pula dengan Bara dan kedua temannya yang juga tampak gelisah setiap kali berpapasan mata dengan Amara.
Mereka semua pun sepakat untuk segera meninggalkan restoran. Namun sempat berpapasan di jalan dalam restoran hingga membuat wanita itu harus mampu mengatur napas dengan baik saat Bara lewat di sampingnya. Amara dan Bara mencoba bersikap biasa saja saat berpapasan. Berusaha menjadi seperti tidak terjadi apa-apa di antara mereka dan tidak saling kenal satu sama lain.