Sepasang mata saling memandang satu sama lain ketika wanita cantik dan pria cool harus bersebelahan duduk di kursi penumpang maskapai penerbangan. Amara dan Bara tampak salah tingkah ketika duduk bersebelahan. Apalagi saat keduanya menyebut nama mereka satu sama lain.
“Amara Respati … sebuah kebetulan yang tak pernah disangka-sangka jika aku bisa bertemu lagi denganmu di sini,” tegur Bara seraya masih melayangkan tatapan pada Amara yang takjub hingga wajahnya terlihat agak pucat.
Amara membalas tatapan Bara dengan tatapan muak. Berniat tidak bertemu lagi di resort ternyata malah bertemu di maskapai penerbangan hingga berhasil membuat jantungnya berdetak kencang karena gugup.
Amara berusaha mengatur napas untuk lebih rileks saat hendak membalas kalimat Bara.
“Bara Gandawasa … aku pun sangat tidak menyangka bisa bertemu lagi denganmu di sini. Kenapa kau harus pulang malam ini juga di maskapai yang sama denganku??” tanya Amara frustasi dan setengah memekik.
Bara meringis mendengar pertanyaan Amara.
“Kau kira aku mau membuntutimu begitu? Yang ada kau yang membuntutiku karena aku lebih dulu sampai di sini. Mana aku tahu jika kau naik pesawat ini! Jangan bermimpi!” tegas Bara angkuh.
Mendengar ucapan Bara, ingin rasanya melayangkan tamparan pada pria brengsekk itu. Amara masih tak sanggup memikirkan jika bisa-bisanya pria itu berkata demikian setelah apa yang ia lakukan dengan Amara. Wanita itu pun hanya bisa mengelus d**a sambil memicingkan mata.
“Tolong ya, aku nggak mau berdebat sama kamu. Setelah apa yang kau lakukan padaku, tidakkah kau merasa bersalah padaku?”Amara bertanya berusaha menahan agar cairan bening yang menggenang di kelopak matanya tidak jatuh.
“Aku sudah minta maaf padamu kan tadi pagi. Aku juga sudah memberimu penawaran sebagai pengganti rasa bersalahku padamu. Aku khilaf semalam. Maafkan aku yang sudah mabuk tadi malam,” ucap Bara.
Kalimat yang terlontar dari mulut Bara yakni ‘penawaran sebagai pengganti rasa bersalahku padamu’ membuat Amara sakit hati. Ia bergumam dalam hati.
Apakah setidak berharganya sebuah kehormatan seorang gadis hingga berani ditawar dengan uang? Apakah dengan uang bisa menggantikan rasa sakit yang ada?
Amara menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.
“Maaf, sebuah kehormatan wanita tidak layak digantikan dengan uang. Sebanyak apapun uang yang akan kau berikan takkan mampu menggantikan rasa sakit akibat kau renggut kesucianku!” tegas Amara sebelum ia membuang muka dari Bara.
Bara yang mendengar ucapan Amara hanya bisa merengut. Bersungut-sungut dengan ucapan pedas yang wanita itu lontarkan padanya.
“Terserah padamu. Yang jelas aku sudah memberikan itikad baik. Kalau kau meminta yang lain, aku tak mampu memberikannya padamu. Aku tidak bisa menikahi wanita asing sepertimu. Pernikahanku hanya sekali seumur hidup dan tak ingin punya istri hanya karena kesalahan satu malam bersamamu. Jalan hidupku masih panjang,” tandas Bara dengan angkuhnya hingga seketika membuat Amara meneteskan air mata.
Amara yang tak sengaja menangis lekas mengusap air matanya. Berusaha tak ingin cengeng kembali. Apalagi di sebelahnya sekarang ini ada sosok Bara. Sosok yang Amara benci saat ini. Pria yang berani menidurinya secara tidak sadar. Sungguh menyayangkan hal itu.
Karena tak ingin berinteraksi dengan Bara, Amara pun memutuskan untuk memejamkan mata sembari mendengarkan lagu menggunakan Airpods. Sengaja tak ingin melihat pria itu apalagi mendengarkan suaranya. Sementara itu, Bara tampak asing memainkan ponsel yang sudah dirubah menjadi flight mode saat pesawat hendak take off atau lepas landas.
Mengingat mereka berdua menaiki maskapai penerbangan yang cukup bergengsi dan berjenis business class, Amara bersyukur tidak mengalami take off yang buruk. Lepas landas dengan halus hingga tak begitu terasa. Tak ingin terlihat heboh di samping Bara. Apalagi jika terdapat goncangan-goncangan yang terjadi selama pesawat mengudara, ia tak ingin bersikap memalukan dengan berteriak-teriak ketakutan di samping selebgram tersebut.
Bara dan Amara masih membisu di tempat mereka masing-masing. Keduanya sibuk dengan aktivitas mereka sendiri-sendiri. Namun harus bersuara ketika seorang pramugari membawakan mereka snack dan minuman selama perjalanan.
“Selamat Malam, Bapak dan Ibu. Mohon dicicipi hidangan makanan dan minuman dari maskapai kami. Semoga berkenan dan selamat menikmati,” sapa salah satu pramugari anggun dan semampai seraya menyodorkan snack dan kotak minuman pada Amara.
“Terima kasih ya, Kak,” sahut Amara menerima pemberian dari pramugari tersebut.
Setelah Amara, sang pramugari menyerahkan makanan dan minuman pada Bara yang seketika mendongak ke arah wanita yang berprofesi sebagai pramugari itu.
Saat Bara melirik ke arahnya, pramugari itu terkesima. Ia menganga saat tahu jika ada Bara Gandawasa sebagai seorang selebgram terkenal yang memiliki ratusan ribu followers di akun i********:-nya tengah duduk di kursi penumpang pesawat.
“Astaga, ada Mas selebgram terkenal di sini,” sahut salah satu pramugari yang menarik perhatian pramugari yang lain hingga mendekat ke arah Bara.
Bara hanya mengulas senyum layaknya seorang public figure yang bertemu dengan fans atau penggemar.
“Mas Bara Gandawasa ya …” Pramugari yang baru mendekat itu berkata antusias.
Bara yang menyadari jika dirinya dikenali hanya bisa memasang muka ramah dan bersahabat. Tak seperti saat berbincang dengan Amara yang kurang bersahabat seolah-olah lupa merasakan indahnya melewatkan malam bersama wanita cantik yang duduk di sebelahnya itu.
“Iya, Mbak. Saya Bara. Mbak-mbak pramugari kok bisa tahu saya?” tanya Bara basa-basi pada dua orang pramugari yang tampak terpesona pada pria keren itu.
“Tahulah Mas, saya juga mengikuti i********: milik Mas Bara. Tadi pagi sempat lihat story juga waktu Mas Bara berenang di kolam renang Plataran Komodo,” jawab salah seorang pramugari yang dari name tag-nya bernama Ratna.
“Oh begitu. Iya sih, tadi pagi sempat berenang di sana. Bagus tempatnya. Saya suka,” celetuk Bara yang juga didengarkan oleh Amara.
Sebelum meninggalkan kamar Bara tadi pagi memang sekilas disaksikan oleh Amara. Kamar Bara yang ekslusif ditambah dengan hanging pool yang luar biasa memikat. Namun wanita itu hanya membisu dan kembali mengenakan Airpods di telinga.
“Iya, bagus. Kapan-kapan ingin menginap di sana juga saya,” balas Ratna yang kemudian merogoh ponsel di sakunya untuk mengajak Bara foto bersama. “Mas Bara, saya minta fofo selfie bareng boleh ya?”
Bara langsung menjawab layaknya artis yang ramah.
“Iya, boleh dong, Mbak. Mari kita foto selfie bersama,” jawab Bara mengiyakan lalu bersama dua orang pramugari tersebut untuk foto bareng. Hingga tak menyadari adanya foto Amara yang juga terpotret di sana. Namun wanita itu dalam keadaan menoleh ke arah jendela pesawat. Merasa muak dengan sikap Bara yang membuatnya mual saat meladeni para pramugari yang genit pada pria yang tebar pesona itu.
Cekrek! Cekrek! Cekrek!
Satu foto, dua foto, dan tiga foto. Amara benar-benar muak melihat aksi Bara dan penggemar layaknya jumpa fans.
“Wah, terima kasih ya, Mas Bara Gandawasa. Nanti saya posting di ig story dan saya tag. Kalau begitu, saya undur diri dulu. Selamat menikmati perjalanan bersama INDONESIAN AIR,” ujar Ratna, si pramugari yang mencoba mendekati Bara.
“Iya, sama-sama,” balas Bara sambil menunjukkan senyum manisnya.
Amara yang duduk di sebelahnya hanya bisa melirik pria yang menjadi ‘Cinta Satu Malam’-nya itu sembari mengelus dadaa. Memang ia tidak kenal dengan Bara secara personal. Namun entah apa karena dia pernah bercinta dengan pria itu semalaman hingga merasa agak sebal pada sikap Bara yang meladeni pramugari-pramugari itu.
Secara tidak sengaja, netra cokelat milik Amara tertangkap oleh netra hitam milik Bara. Dua pasang mata mereka bertemu satu sama lain dan sukses membuat wanita itu salah tingkah. Ia pun berusaha memunggungi tubuh Bara. Lebih memilih duduk miring dan menoleh ke arah jendela pesawat. Sedangkan Bara hanya bisa menelan ludah melihat sikap wanita yang telah ia sentuh itu.
Beberapa menit kemudian, lampu kabin pesawat padam secara mendadak. Lantas terdengar suara pramugari yang keluar dari mikrofon di dalam pesawat.
“Selamat Malam, Bapak dan Ibu sekalian, mohon maaf demi menjaga keamanan di dalam pesawat maka lampu kabin akan dimatikan sementara dikarenakan cuaca buruk di luar. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk menjamin keamanan penumpang. Mohon Bapak dan Ibu sekalian tidak panik dan tetap tenang sampai lampu dinyalakan kembali. Terima kasih,” ucap sang pramugari yang berusaha menenangkan namun beberapa orang tampak panik mengingat hujan lebat di luar pesawat.
Seketika Amara dan Bara terbelalak dalam keadaan gelap. Terutama Amara yang sejak kecil takut gelap, mendadak ketakutan hingga menutup muka dengan kedua tangan sambil menunduk. Ia tampak terisak karena wanita itu menderita fobia gelap yang memiliki rasa takut berlebihan pada kegelapan.
Amara memekik seraya meneteskan air mata. “Aaarghhhh ….”
Bara yang mengetahui ada yang tidak beres dengan Amara, bergeser mendekati wanita cantik itu dalam kegelapan. Untuk melihat wajah Amara yang tampak pucat akibat ketakutan, Bara pun menyalakan fitur flashlight di ponselnya lalu mengarahkan ke wajah wanita itu.
“Kamu kenapa?” tanya Bara dengan posisi lebih dekat dengan Amara.
Amara hanya sesenggukan lantas mendesah lirih.
“A-aku takut gelap. Aku punya fobia gelap ditambah goncangan-goncangan seperti ini membuatku frustasi,” jawab Amara tergugu. Ia merasa lebih baik dengan flashlight yang dinyalakan oleh Bara.
“APAAA???” pekik Bara. “Kau takut gelap? Di resort semalam kan juga termasuk gelap. Kenapa tidak takut?”
Amara lekas menjawab, “Di resort maupun kamar itu masih termasuk remang-remang. Temaram kan masih terlihat jadi nggak masalah. Kalau sekarang ini gelap gulita. Aku nggak sanggup.”
Bara mendengkus. “Oh My God, aku sedang bersama wanita lemah ternyata. Penakut. Kalau begitu pakai flashlight ini saja sementara buat penerangan. Daripada nanti aku dikira ngapa-ngapain kamu karena kamu menangis.”
Amara mengernyit. “Hei, aku memang lemah dan penakut. Tapi jangan salahkan aku yang punya fobia gelap. Itu semacam gangguan psikologis yang aku sendiri pun nggak mau itu. Dan kau juga semalam sudah ngapa-ngapain aku sampe nggak suci lagi. KAU AMNESIA???”
Bara terlonjak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Amara. Kedua alisnya bertaut.
“Sudah-sudah, yang itu jangan dibahas lagi. Jangan dibahas terus! Aku nggak sadar dan kau juga mau juga kusentuh. Bukan sepenuhnya salahku,” cakap Bara angkuh.
Ingin rasanya Amara menampar pria menyebalkan itu lagi. Namun urung dilakukan karena fobia gelap masih menghantuinya. Ia hanya bisa berdoa agar lampu segera dinyalakan dan cuaca buruk cepat menghilang. Amara hanya membisu dan malas beradu mulut dengan Bara lagi.
Selang 30 menit kemudian, lampu kabin dinyalakan kembali yang artinya kondisi di luar pesawat sudah aman. Cuaca sudah membaik ketika sudah hampir sampai di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Suasana tegang yang tadinya menerpa pesawat dari Bandara Komodo ini berubah menjadi lebih tenang dan tenteram. Namun hal itu tidak berlaku bagi Bara maupun Amara yang masih membeku. Mendadak jadi semakin membenci satu sama lain. Keduanya hanya terdiam terpaku di tempat duduk mereka masing-masing.
Tak lama kemudian pesawat yang mereka tumpangi pun melakukan landing yang halus dan aman. Ketika pendaratan pesawat terjadi, flight mode yang diatur pada ponsel Bara lekas diganti menjadi mode seluler. Setelah diganti tiba-tiba ponselnya berdering. Tampak kontak bernama ‘My Love Nadia’ melakukan panggilan telepon pada pria itu. Bara pun segera mengangkat telepon kekasihnya.
“Halo, Nadia Sayang …” sapa Bara yang langsung menarik perhatian Amara.
“Hai, Baby, aku sudah di terminal kedatangan ya, nungguin kamu. Cepat jalan ke sini ya, Baby. Miss you …” sahut Nadia tak sabar menanti kedatangan kekasihnya.
“Iya, aku jalan sebentar lagi. Tunggu aku ya, Sayang. Miss you too, Honey …” Bara berucap mesra dengan Nadia yang sontak membuat Amara semakin mual. Sengaja memang Bara memamerkan kemesraan pada kekasihnya agar wanita itu tahu jika pria yang sudah menidurinya itu memiliki kekasih. Sungguh kejam untuk Amara.
Amara yang tak betah duduk di sebelah Bara langsung bergegas keluar dari pintu pesawat. Ia merutuki dirinya sendiri yang harus terjebak lagi dengan pria itu saat perjalanan pulang. Wanita itu berharap pertemuan ini adalah yang terakhir bagi mereka berdua. Akankah itu lebih baik untuk keduanya atau bukan?