Bab 8, Marshal...

1221 Kata
Dibandingkan saat berada didekatnya, kenapa Lea terlihat lebih lepas dan bahagia ketika bersama dengan Antonio? Lihatlah sekarang, wanita itu tersenyum ramah pada Antonio tapi tidak padanya. Dia juga seperti menjaga jarak dengannya. Saat melihat Lea berjalan memasuki taman belakang, Marshal berharap Lea bergabung bersama dirinya dan Naomi tapi ternyata Lea memilih duduk menyendiri di tempat yang berseberangan dengan dirinya. Jika saja Lea mau bergabung dengan mereka tentu Marshal bisa sekalian memanggangkan daging untuknya. Marshal tahu Lea belum mau makan banyak tapi mungkin saja selera makannya jadi muncul mencium aroma daging yang mereka panggang. Marshal sendiri yakin dengan kemampuan memasaknya yang diatas rata - rata pria di lingkungan keluarganya makanya Naomi sangat menyukai masakan olahannya. Wanita itu mengabaikannya dengan duduk sendirian. Beberapa kali pandangan mata mereka bertemu dan Lea hanya menatapnya datar saja seolah keberadaannya tak kasat mata. Sikap Lea sekarang berbeda jauh dengan dulu dan Marshal merasa ada yang lain. Berbeda saat Antonio datang membawa selimut butut sialan itu, wajah Lea berubah cerah dan terlihat lebih hidup. Sesenang itukah dia saat bersama Antonio? Apa sekarang Lea berbalik menyukai Antonio. " Kenapa isterimu terlihat lebih serasi dengan Antonio ya?" tanya Naomi bergurau. Naomi memakan dengan lahap hidangan yang tersedia. Naomi memang pecinta kuliner yang dipanggang dan Marshal telah menyiapkan segalanya untuknya. " Sama seperti kita,kan?" " No, aku lebih cocok dengan Wisnu dong." sangkal Naomi membungkam Marshal. Naomi tidak mau membuatnya senang sedikitpun. Marshal jadi menertawakan dirinya sendiri dalam hati. " Wanita itu tidak cemburu padakukan?" Marshal tidak bisa membaca tujuan pertanyaan Naomi padanya. Sekilas ia menoleh ke tempat Lea berada dan kembali pandangan mereka bertemu. Hanya sekejap saja karena kali ini Marshal yang enggan untuk melihatnya lebih lama. Disana Lea bisa tertawa bersama Antonio dengan bebas. Sepertinya dia sudah benar - benar sehat. Nyatanya kehadiran Antonio mampu mengusir kesedihannya. Marshal ingin abai saja dengan dua orang disana namun lagi - lagi matanya kembali melirik kesana. Marshal jadi mengamati keduanya. Apa yang seharusnya ia lakukan pada Lea. Atau lebih tepatnya apa yang sebenarnya sudah ia lakukan pada Lea sampai dia terlihat begitu rapuh dan tak berdaya. Betapapun Marshal menyangkal telah ikut andil dalam kehancuran Lea dengan menjadikan kematian kedua orang tuanya sebagai penyebabnya namun hati kecilnya tetap menolak. Perasaannya jelas tidak bisa dibohongi begitu saja. Egonya sebagai manusia seringkali kalah oleh rasa kemanusiaan yang selama ini membuatnya jadi pribadi yang jujur dan apa adanya, sehingga Marshal bisa menunjukkan rasa hatinya secara terbuka. Orang yang melihatnya akan bisa membaca suasana hati Marshal dengan jelas tanpa ia harus berpura untuk menyenangkan hati orang lain. Suka dan tidak suka punya batasan yang jelas dikamus Marshal! " Tidak ada alasan baginya untuk tidak suka padamu." " Tentu saja. Aku bukan orang yang akan merebut suaminya." angguk Naomi ," Tapi yang aku tanya soal cemburu. Aku tidak enak hati kalau sampai membuatnya merasa cemburu dan rendah diri padaku." ucap Naomi percaya diri dan terdengar tidak berperasaan. Marshal terdiam mendengarnya. Tidak punya jawaban yang tepat. Ponsel Naomi berdering tanda panggilan masuk. Wisnu yang menelpon. Membuat Naomi buru - buru ingin pulang ke rumah karena Wisnu sudah menunggunya di depan pagar rumah Marshal. Tidak seperti niat awalnya yang ingin menginap, Naomi terpaksa pulang kerumah mengikuti maunya Wisnu. Tidak seperti biasanya juga, Marshal tidak melarang kepulangan Naomi. Jika biasanya ia punya banyak alasan untuk menahan Naomi agar punya waktu lebih lama untuk bersama kali ini Marshal tidak menemukan alasan yang tepat untuk menahannya. Rasanya sudah benar jika Naomi pulang sekarang dibandingkan nanti apalagi besok pagi. Setelah mengantar Naomi ke depan Marshal tidak kembali lagi ke halaman belakang. Ia ingin segera istirahat. Hari juga sudah menjelang tengah malam. Saat melintasi ruang keluarga yang jendela dan pintunya menghadap ke tama belakang Marshal melihat Lea masih disana. Kali ini selain bersama Antonio ada juga adiknya, Brigitta. Marshal berdecak kesal. Seharusnya Lea segera masuk kamar untuk beristirahat. Lea baru sembuh sehingga butuh banyak istirahat bukannya begadang dengan yang lainnya. Kalau memperturutkan hatinya Marshal ingin memanggil Lea dan menyuruhnya segera tidur tapi tidak dilakukannya takut membuat Lea jadi besar kepala dan salah memahami perhatian Marshal padanya. Lagipula, Lea tidak seistimewa itu baginya sampai harus ia perhatikan segala bentuk gerak - geriknya. Sampai dikamar, Marshal langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang beberapa hari belakangan tidak lagi ditidurinya dan malam ini terpaksa ia tiduri karena tidak ada lagi kamar yang kosong di rumahnya. Semua kamar sudah terisi oleh para saudaranya yang menginap. Saat merubah posisi tidurnya dengan menelungkup, hidung Marshal mencium aroma yang tak biasa dari bantal yang ada dibawah wajahnya. Wangi lavender yang lembut. Jelas bukan wangi khas kamarnya yang musky. Marshal yakin kalau wangi tersebut berasal dari Lea. Marshal juga baru ingat kalau Lea selalu tidur disisi yang sekarang ia tiduri. Kenapa wanginya jadi seenak ini. Marshal juga mencium aroma yang sama saat sedang acara ijab kabul dan resepsi pernikahannya. Ia sempat mengira kalau wewangian yang ia cium hanyalah aroma yang disiapkan oleh pihak wo yang mengurusi pernikahannya. # Lea masuk kamar yang temaram karena minimnya pencahayaan dari dalam kamar. Hanya ada bias cahaya dari sela gorden jendela yang tersingkap dan tidak tertutup sempurna. Saat ingin menyalakan lampu, netranya menangkap pergerakan dari tempat tidur sehingga mengurungkan niatnya dan Lea memilih berjalan setengah mengendap ke kamar mandi. Sebisa mungkin Lea tidak ingin menimbulkan suara yang bisa mengusik ketenangan si pemilik kamar yang diyakininya sudah terlelap. Hatinya sedikit menghangat melihat Marshal tidur di kamarnya lagi. Jangan sampai kehadirannya mengganggu Marshal dan membuatnya kembali menghindarinya. Lea tidak mau Marshal meninggalkan kamarnya sendiri karena begitu terganggu dengan dirinya. Selesai membersihkan diri dikamar mandi, Leapun keluar kamar. Lea tertegun menyadari posisi tidur Marshal. Marshal tidur diposisi yang biasa ia tiduri. Lea memang memiliki kebiasaan tidur yang sedikit aneh. Selalu tidur diposisi yang sama. Disisi sebelah kiri. Bagaimana ia bisa tidur jika tempatnya sudah terisi orang lain. Rasanya pasti canggung sekali. Entah mana yang membuatnya merasa lebih canggung. Posisinya atau keberadaan orangnya. Lea menarik nafas berat guna menetralisir perasaan gugupnya yang muncul tiba - tiba. Rupanya pergelutan fikirannya membuat moodnya berubah dengan cepat. " Kamu nggak akan tidur? " Nyaris saja jantung Lea copot mendengar suara dari orang yang disangkanya sedang tertidur. Dari gestur yang ditunjukkan oleh Lea, Marshal tahu kalau wanita itu sangat kaget mendengar suara. Sudut bibirnya terangkat sekilas sebelum ia kembali memasang mode datar yang sebenarnya tidak jelas juga karena pencahayaan yang minim. " Tidurlah, hari pasti sudah sangat larut sekarang." kata Marshal sembari membenarkan posisi tidurnya. " Hm..." Lea ragu untuk melanjutkan ucapannya. Apa jika ia meminta tukar posisi Marshal akan menganggapnya lancang dan tidak tahu diri. Marshal menunggu Lea untuk melanjutkan perkataannya sambil berfikir kemungkinan yang diinginkan oleh wanita yang belum pernah disentuhnya itu. Fikiran Marshal jadi melayang ke hal yang tak semestinya ia fikirkan disaat hatinya masih terpaut pada wanita lain. Apa Marshal harus mengakui kalau lelaki dan naluri seksualnya memang tidak bisa dipisahkan? Apa Marshal masuk kategori pria m***m yang gampang tertarik pada lawan jenis? Tapi wanita ini isterinya! Apa mungkin Lea juga sedang memikirkan hal yang sama dengannya? " Bolehkah kamu pindah...? " tanya Lea membuyarkan lamunan Marshal. Marshal melongo efek terlambat mencerna situasi. " Aku biasa tidur disitu ." jelas Lea pelan karena segan. " Oh...." desis Marshal segera berpindah dari posisinya. " Maaf ya...." ucap Lea sambil naik keatas ranjang. Dengan perlahan ditariknya selimut sampai ke mukanya. Menyembunyikan wajah malu bercampur gugup dari manik Marshal yang sedari tadi masih menatapnya. bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN