Senyum diwajah Naomi langsung terbit melihat kedatangan Marshal di lobi hotel. Marshal pun membalas senyuman Naomi dengan sebuah senyuman tipis, khas Marshal sekali.
" Kamu sudah makan?" tanya Marshal penuh perhatian yang dibalas oleh Naomi dengan gelengan.
Tanpa suara Marshal menuntun Naomi menuju restorant hotel yang berada di sebelah kiri pintu masuk. Marshal sudah hapal dengan keadaan hotel tersebut karena Naomi yang sering menginap disana dan Marshal yang selalu mengunjunginya.
" Apa setelah menjadi suami kamu tidak makan dengan benar?" tanya Naomi melihat Marshal yang makan dengan lahap.
Marshal menghentikan suapannya mendengar pertanyaan dari Naomi. Bukan hanya jadwal makannya yang tidak benar tapi juga hidupnya. Semua terasa tidak ada yang benar...
" Maaf..." desis Naomi melihat perubahan sikap Marshal.
" Aku yang sudah membuatmu jadi begini. Bukan kamu yang tidak benar tapi aku yang buruk..." sesalnya pada diri sendiri.
Marshal meraih tangan Naomi yang tidak memegang sendok untuk ia genggam," Jangan menyalahkan diri sendiri, semua sudah ada jalannya."
" Tapi aku yang telah membuatmu terpaksa menikahi dia."
" Aku ikhlas, jadi jangan salahkan dirimu lagi."
Marshal tidak bisa melihat muka tertekan Naomi lagi. Hatinya ikut sakit melihat Naomi menderita.
" Kamu sudah bisa menerimanya?"
Marshal membuang pandangannya dari Naomi. Jawaban seperti apa yang Naomi inginkan darinya. Naomi sendiri tahu seperti apa dirinya. Juga tentang perasaannya yang begitu mendalam pada Naomi.
Marshal bahkan rela menjadi tong sampah wanita itu selama bertahun - tahun. Naomi yang begitu mencintai Wisnu, tunangannya melebihi cinta Wisnu padanya.
Menjadi pihak yang paling mencintai membuat kita lebih sering terluka.
Berada pada tempat yang sama telah membuat Marshal memahami Naomi melebihi apa yang seharusnya ia lakukan.
Naomi yang berkali - kali disakiti oleh tunangannya akan mencari Marshal untuk dijadikan tempat pelampiasan namun saat hubungan mereka membaik Naomi kembali menjaga jarak dengan Marshal dengan batas persaudaraan.
Marshal tahu rasanya mencintai. sampai rela berkorban agar orang yang ia cintai bisa bahagia.
" Wisnu kenapa lagi? "
" Dia tidak menjawab telponku sejak kemarin." adu Naomi.
" Sudah telpon kerumahnya? "
" Ibunya bilang Wisnu sedang ada kerjaan diluar kota."
" Dan dia tidak bilang sebelumnya? " tebak Marshal yang diangguki oleh Naomi.
Wisnu seringkali mengabaikan Naomi saat sedang sibuk bekerja. Tidak berbagi kabar seperti pasangan lainnya. Padahal hubungan mereka sudah lebih dari sekedar pacaran. Meski belum fix tapi rencana pernikahan mereka sudah ditentukan. Terakhir Naomi dan Wisnu berselisih faham karena Naomi yang selalu merecoki Wisnu yang sedang bekerja. Naomi yang tidak punya kesibukan dituding Wisnu sebagai penyebabnya. Seperti wanita kebanyakan di keluarga nya, Naomi memang tidak bekerja. Mereka hanya perlu menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga jika sudah menikah setelah sebelumnya menikmati hidup dengan membelanjakan jatah bulanannya yang tidak sedikit. Hanya adik semata wayangnya, Brigitta yang memilih tetap berkarir meski mendapat jatah yang sama dari bisnis keluarga mereka. Selebihnya Naomi, Kyomi dan Alicia tidak punya kesibukan yang berarti selepas kuliah. Mereka hanya aktif di kegiatan sosial yang dihelat oleh perusahaan pada hari besar keagamaan.
" Kamu tunggu saja sampai dia menghubungi, Sepertinya dia sedang sibuk."
" Kamu masih bisa berkata seperti itu setelah apa yang ia lakukan sebelumnya?" tanya Naomi tidak terima," aku tidak bisa percaya begitu saja."
Naomi memang sudah seharusnya tidak percaya lagi pada Wisnu. Tapi cintanya membuat Naomi harus percaya.
" Alasannya selalu sama, sibuk kerja! semua orang juga punya kesibukan tapi tidak lantas membuatnya melupakan kewajibannya pada pasangan mereka, kan?"
Marshal merasa tersentil dengan ucapan Naomi. Apa yang sebenarnya ia lakukan disini disaat yang sama isterinya terbaring lemah di rumah sakit. Sudah sadarkah dia?
" Kamu dengerin aku nggak sih?" tanya Naomi kesal.
Marshal tersenyum melihat wajah Naomi yang sedang kesal. Wanita didepannya ini tidak pernah terlihat jelek dimatanya. Saat sedang kesal dan marah saja masih terlihat cantik baginya.
" Kamu lagi mikirin apasih? isterimu ya?" tuntutnya.
Marshal menggeleng. Malas membicarakan wanita tersebut.
" Dia tahu kamu kesini? "
Marshal mengeleng.
" Dih, kamu mau coba - coba meniru gaya Wisnu ya?" tuduhnya asal.
" Jadi suami tuh kemana - mana harus izin sama isterinya." kata Naomi bersemangat menasehati Marshal.
" Walaupun isteri yang tidak dicinta? " tanya Marshal datar.
Naomi terdiam mendengar pertanyaan Marshal. Membicarakan wanita itu rasanya tidak akan bisa santai lagi bagi mereka. Biasanya Naomi akan menjadikan Lea sebagai bahan ledekan bagi Marshal jika mereka sedang berada di rumah Oma Rita. Melihat muka merah Marshal menahan amarah saat diledekin dengan Lea memberikan kesenangan tersendiri bagi Naomi dan saudara mereka yang lain. Naomi juga tidak habis fikir kenapa Marshal begitu tidak sukanya pada Lea. Menurut Naomi, Lea orangnya cukup cantik dan manis. Lea juga sangat ramah pada semua orang. Satu - satunya yang kurang disukai Naomi hanya kenyataan kalau Oma Rita menyayangi Lea seperti cucu kandungnya sendiri. Naomi merasa sedikit iri melihatnya. Kedekatan Oma Rita dengan Lea melebihi dengan dirinya yang merupakan cucu kandungnya.
Lama keduanya terdiam tanpa bicara ataupun menyantap makanan yang belum sampai separuh mereka makan.
Ponsel Naomi berdering. Sontak netra Marshal dan Naomi menoleh kearah benda persegi yang ada dihadapan mereka. Keduanya mengira telpon dari Wisnu tapi ternyata dari Antonio, saudara sepupu mereka yang lain.
" Kamu dimana? " tanya Antonio tanpa basa - basi.
" Ada apa? ". Naomi balik bertanya. Tidak biasanya Antonio menelponnya.
" Kamu sedang bersama Marshal ?"
Naomi tidak langsung menjawab. Meminta jawaban pada Marshal lewat tatapannya.
Marshal mengangkat bahunya. Tidak punya jawaban.
" Sebenarnya kamu perlu sama aku atau Marshal? " tanya Naomi.
" Jawab saja dengan jujur, Marshal ada disana atau tidak?". Nada suara Antonio jelas menunjukkan kalau dia sedang serius, tidak ingin beramah tamah dengannya. Dasar adik kurang sopan!
" Ada apa? " tanya Marshal setelah mengambil ponsel yang terulur padanya.
" Sudah kuduga kalian sedang bersama." ucap Antonio tak bersahabat," Kalau kamu masih seorang laki - laki cepatlah kesini." kata Antonio penuh penekanan sebelum memutuskan sambungan.
Naomi menatap Marshal bingung, suara Antonio yang keras membuatnya bisa mendengarkan ucapan Antonio pada Marshal.
" Apa maksudnya ?" tanya Naomi setelah gagal memahami situasi yang terjadi.
Marshal tidak menjawab pertanyaan Naomi. Ia hanya berdiri dan mendekat kearah Naomi.
" Aku antar kamu ke kamar."
Naomi yang merasa pertanyaannya diabaikan oleh Marshal tidak bergerak dari posisinya.
" Ayolah... kamu butuh istirahat." ucapnya membujuk.
" Kamu juga butuh istirahat kenapa malah mau pergi?"
" Aku masih ada urusan." jawab Marshal pelan.
" Mau ke tempat Antonio? tempat apa itu?."
Meski Antonio tidak menyebutkan tempat tersebut namun Marshal tahu dengan jelas maksudnya. Entah dari mana Antonio tahu kalau Lea sedang dirawat di rumah sakit. Terlepas dari siapa yang memberitahukan padanya Antonio juga tidak punya kepentingan dengan Lea. Kenapa Antonio jadi melibatkan diri dengan urusan keluarganya?
#
Setelah berdebat panjang dengan Naomi, Marshal bisa juga meninggalkannya tanpa harus membawanya serta. Marshal menyembunyikan kondisi Lea supaya Naomi tidak kembali disergap rasa bersalah. Jika Marshal gagal membuat Naomi terbebas dari rasa bersalahnya maka Marshal merasa pengorbanannya dengan menikahi Lea akan sia - sia. Tujuan pernikahannya masih sama iaitu untuk membebaskan Naomi dari beban yang akan mengikatnya sepanjang masa. Naomi harus hidup dengan bahagia dan Marshal akan memastikannya.
" Akhirnya kamu datang juga." sambut Antonio dengan sinis. Tidak ada orang lain yang menemani Lea selain Antonio.
" Oma sama Mama kemana?" tanya Marshal. Marshal tidak mau terpancing oleh ucapan Antonio.
" Mereka sudah pulang setelah isterimu siuman tadi." jawab Antonio menekankan kata isteri pada Marshal.
Marshal berlalu ke kamar mandi untuk mencuci tangan.
" Pindah sana," usirnya sambil menunjuk kasur di sudut ruangan." Lebih baik pulang sekalian."
Antonio berdiri dari duduknya disamping ranjang pasien yang sedang ditiduri oleh Lea.
" Kalau aku pulang apa kamu yakin bisa mengurusnya dengan baik?"
Antonio kampret!
Kenapa dia seolah - olah sudah merawat Lea selama ini?
" Kamu suaminya harusnya lebih peduli pada dia dibandingkan pada tunangan orang lain."
" Keluar sana sebelum tanganku melayang." sergah Marshal emosi.
Antonio tidak terpengaruh mendengarnya. Meskipun Marshal lebih tua darinya namun Antonio tidak gentar sedikitpun. Kebiasaan mereka yang memanggil nama satu dengan yang lainnya terkadang membuat sepupu yang lebih muda jadi kehilangan rasa takut pada yang lebih tua. Mereka sebenarnya saling menyegani namun rasa segan tidak mengurangi keberanian mereka untuk menegur orang yang lebih tua saat berbuat salah atau melenceng dari norma yang sudah disepakati.
" Jangan mengorbankan orang lain untuk kebahagiaan yang lainnya. Kamu tahu itu sikap seorang pecundang!" ucap Antonio seraya berlalu pergi.
bersambung....