2. Samudra.

1024 Kata
"SIAPA YANG NYURUH KAMU SIAPIN MAKAN?!" Teriak Furqon di pagi hari. Naya sudah susah susah menyiapkan sarapan hanya untuk suaminya itu. Namun ternyata Furqon malah membanting semua makanan yang ada di meja itu. "Maaf, mas. Apa mas enggak enak dengan rasa makanannya?" Naya menunduk pilu. "Bukan hanya enggak enak! tapi aku juga enggak sudi memakan makanan yang kamu buat!" Furqon mencengkeram rahangnya Naya kuat. "Kamu jangan sok peduli sama aku! jangan siapkan apapun untuku! jangan lihatin wajah jelek kamu di depanku. Aku mau kerja, dan aku enggak butuh lihat wajah jelek kamu!" melepaskan cengkramannya dengan kuat, sehingga Naya mundur ke belakang. "Maaf, mas ...." cicitnya pelan. "Kamu jangan merasa menjadi nyonya besar di sini. Kamu adalah pembantu. Hanya pembantu! jadi, kerjaan mu hanya bersih bersih rumah sampai bersih sampai jam enam malam. Setelah itu, kamu masuk ke kamar kamu. Jangan pernah perlihatkan wajah jelek kamu itu!" Naya menunduk, iya. Yang Naya lakukan hanya menunduk saja. "Nanti mobilku kamu cuci. Harus kinclong, jangan ada sedikit pun debu masih menempel. Kalau masih ada, maka kamu tidak dapat jatah makan!" "I-ia mas." sahut Naya. "Dan jangan pernah panggil saya mas. Panggil tuan. Ingat! tuan." setelah itu, Furqon pun pergi meninggalkan Naya di rumah megah berlantai dua itu. Naya menghela napas dalam, dan menyeka air matanya. ia tidak boleh cengeng, harus kuat dan mencoba bersabar. Mungkin aja Furqon besok atau lusa akan baik padanya dan menghargainya sebagai seorang istri. Lalu setelah ia merasa tenang, Naya pun pergi ke gerasi untuk mencuci dua mobil sedang yang terparkir di sana. Naya sudah biasa mencuci mobil. Bukan mobilnya, tapi mobil orang lain. Di panti asuhan, jika ada tamu. Dulu Naya akan menawarkan diri untuk mencuci mobil, dan tamu tamu itu akan membayar Naya dengan harga yang lumayan. "Tidak apa apa, Naya. Ini cuma mencuci mobil. Kamu pasti bisa. Buatlah Furqon senang. Dia pasti akan menyukaimu lambat laun." dengan senyuman dan air mata, Naya pun mencuci mobil itu. Ia pernah mendengar kisah pernikahan yang diawali sebuah kebencian, namun lama lama jadi cinta. Naya pun mengharapkan itu dari Furqon. Ia, yakin laki laki itu akan menyukainya dan mulai menerimanya apa adanya. "NAYA!" Teriakan Furqon dari lantai atas, ketika Naya baru saja selesai bekerja membersihkan rumah megah itu seharian. "Iya mas!" Naya turun dari lantai atas. Mendapati Furqon dengan perempuan yang malam itu datang ke kamar hotel di mana ia dan Furqon akan bermalam. "Ini pacar saya bawa redvelvet untuk kamu. Kamu makan kue itu di bawah. Jangan naik ke atas sampai pagi. Karena kami akan bermalam di kamar kami. paham?" untuk seperkian detik, Naya mengerjap. Rasanya sesak dan entahlah ia harus bagaimana. "Kenapa diem huh? kamu denger enggak sih?" "Iya, mas." "Bagus. Ayo sayang, kita bobo. Kamu pasti udah capek banget kan?" di depannya Naya, Furqon mengangkat tubuhnya sang pacar menaiki tangga. Naya hanya tersenyum dengan kedua matanya yang terasa memanas. Sudahlah Naya. Kamu jangan pernah memikirkan apapun. Yang penting kamu masih memiliki tempat tinggal, dan bisa makan dengan cukup. Membawa redvelvet itu ke dapur, Naya pun membukanya dan mulai memakannya. Ia memang lapar sedari pagi. Di kulkas tidak ada makanan atau apapun. Hanya ada air dingin dan minuman soda saja. "Tidak apa apa, yang penting aku masih bisa makan." ujar Naya dengan mukutnya yang penuh dengan redvelvet pemberian pacarnya Furqon. Malam harinya, Naya keluar dari rumah dan menatap bintang yang berkerlap kerlip di langit. Ia tersenyum dan menunjuknya satu persatu. Di teras rumah yang megah ini, Naya bisa melihat pemandangan yang begitu indah. Dan juga ... Di jendela, ia melihat Furqon dan perempuan itu saling berhadapan. Mereka saling menatap dan tersenyum penuh cinta. Furqon mengusap wajahnya dan mendekat, lalu setelah itu Naya tidak lagi bisa menatapnya. Ia tidak sanggup, karena hatinya begitu sakit dan perih. Dia pun memilih masuk dan menuju kamar tamu di lantai bawah. *** Naya hari ini sudah kembali ke kantor, karena perempuan itu merasa kesepian di rumah megah itu. Naya berjanji akan tetap membersihkan rumahnya Furqon seperti biasanya. Meski mungkin ia harus mengerjakan itu sampai malam buta. Tiba tiba Furqon memanggilnya ke ruangan laki laki itu. "Iya, pak." sahut Naya. "Kamu bersihkan ruangan saya! akan ada tamu penting di sini!" "Tapi itu bukan--" "Kamu itu babu saya! Jadi kamu harus membersihkan ruangan mana pun yang saya mau. Ngerti kamu?!" "Baik, pak." Naya lupa, kalau semenjak ia menikah dengan Furqon. Hidupnya memang dikendalikan oleh laki laki itu sepenuhnya. "Itu cincin kenapa enggak kamu lepas? saya kan sudah bilang, kamu harus melepaskannya!" "Maaf pak, saya lupa." "Sini!" Furqon meraih tangannya Naya secara paksa, lalu membuka cincin itu dengan gerakan cepat, membuat perempuan itu menjatuhkan air matanya, karena merasa sakit di bagian jarinya itu. Namun Naya tidak berteriak, karena ia takut Furqon semakin marah padanya. "Ingat! enggak boleh pake cincin kawin di sini! pernikahan kita terjadi hanya diam diam. Dan kamu di sini hanya karyawan saya. Tidak lebih dari itu. Faham kamu?" "Iya, pak." menunduk dengan menahan sakit di jari dan sakit di dalam dadanya. Ini sungguh sebuah penghinaan yang luar biasa untuk Naya. "Cepat bersihkan! setengaj jam lagi akan ada investor yang datang. Kalau sampai ada debu sedikit pun. Maka gajih kamu akan saya potong!" "Jangan pak. Saya butuh sekali uang itu." "Fine! kerjakan yang benar." Lalu Furqon meninggalkan Naya di dalam ruangannya. Sementara Naya mulai membersihkan ruangan itu dengan hati hati. Takut menyenggol barang berharga atau pun takut ada debu yang masih tertinggal. Setengah jam kemudian Furqon dan seorang lelaki berambut lurus masuk ke ruangan itu. "Silakan duduk pak Samudra!" ujar Fuqon ramah. "Terima kasih." Lalu lelaki yang berambut lurus di potong gaya uder cut itu pun duduk dengan melirik pada Naya yang hendak keluar dari ruangan itu. "Eh, tunggu!" laki laki itu bangun dan menghampirinya. Naya menoleh dan mengerjap bingung. "Iya, pak." sahutnya. "Kenalkan, saya samudra!" Laki laki tampan investornya Furqon itu memberikan tangannya pada Naya. Berharap perempuan cantik berhijab itu meraih tangannya. Namun sayang, Naya menatapnya datar, lalu meninggalkannya begitu saja. "Siapa dia?" tanya Samudra pada Furqon. "Oh, dia karyawan ku. Kenapa?" Furqon menaikan sebelah alisnya. "Dia cantik sekali." ujar Samudra, membuat Furqon menaikan sebelah alis tidak percaya. Mana ada perempuan cantik yang penampilannya ortodok dan super ribet seperti itu. Furqon terkekeh. "Anda sepertinya bercanda, pak Samudra!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN