Bab 1 Kehilanganmu

1031 Kata
Terlihat seorang gadis kecil yang baru tumbuh dewasa itu tengah terduduk di sudut lantai ruangan salah satu rumah sakit. Kepalanya menunduk, wajahnya tertutupi oleh rambut panjang lurusnya yang tergerai, terlihat pula sesekali kedua tangannya bergantian menyeka air matanya. Rupanya gadis yang bernama Alena itu tengah menunggu kepulangan jenazah mamanya. Hingga beberapa saat terlihat seorang lelaki dan wanita datang kearahnya,dia adalah teman Alena dan juga kakak temannya itu. "Le...gimana? semua sudah beres belum? maaf Le kami baru datang." Ucap sahabat Alena, dan Alena sangat akrab dengannya, seperti adiknya sendiri. Alena dan ibunya sengaja merantau ke Kota untuk memperbaiki ekonomi keluarganya, setelah ayahnya meninggal, dan ia saat itu jauh dari sanak saudaranya, Alena pun bahkan lupa terakhir kali kapan ia bertemu dengan mereka, karena saat itu ibunya membawa Alena pergi saat usia Alena masih sangat kecil, Alena dan ibunya bekerja di toko bunga kenalan ibunya, dan ia tinggal di sepetak rumah tengah Kota yang tidak begitu besar namun sangat sejuk karena ada satu pohon mangga yang menaungi tepat di depan rumahnya, dan rumah itupun sudah menjadi hak milik ibunya tiga tahun yang lalu, ya...harta ibunya hanya itu saja, namun harta Alena yang ia miliki adalah ibunya, namun semua sudah sirna saat kemarin ibunya berkata kalau sakit di bagian dadanya sebelah kiri. Ibu Alena sebenarnya sudah lama mengidap jantung bocor, namun ia tidak pernah mengeluh di depan Alena karena ia khawatir jika sang putri akan merasa kehilangan saat sudah waktunya ia pergi nanti, karena ia tahu hidupnya tidak akan lama lagi, makanya ia mencari orang yang membutuhkan ginjalnya. Alena pun sembai bertanya-tanya saat kian hari ia rasa tubuh ibunya semakin kurus dan kurus saja. Ibunya memutuskan untuk memendamnya saja dan diam-diam mencari orang yang membutuhkan ginjal yang cocok seperti ginjal miliknya karena ia sudah di vonis hidup tidak akan lama. Saat itu ibu Alena tidak ingin uang atau kekayaan sebagai imbalannya jika ia memberikan satu ginjalnya, ia hanya ingin orang tersebut menjaga putrinya selamanya jika ia sudah tiada. Begitulah perjanjian ibu Alena dengan orang yang diberi donor ginjal miliknya. Alena pun tidak tahu menahu kesepakatan itu sama sekali. Alena menangis sejadi-jadinya dalam pelukan sahabatnya itu, dan Nayla pun hanya bisa membalasnya dengan pelukan yang menenangkan. Sekarang yang Alena miliki hanyalah Nayla seorang. Sahabat yang sudah seperti saudara bagi Alena. "Sabar Le, semua ini adalah ujian Le..." ucap Nayla disela-sela pelukannya, dan Alena pun langsung tersadar saat ia harus kuat, mungkin ibunya juga tidak ingin melihatnya kacau seperti saat itu. "Nggak apa-apa Nay...semua sudah terjadi...dan aku tidak tahu siapa orang yang sudah membiayai semua pengobatan ibu sampai pemakamannya." Ucap Alena yang seketika membuat temannya itu begitu terkejut. "Bagaimana bisa! biaya rumah sakit sampai pemakaman itu tidak menghabiskan uang yang sedikit, siapa yang membiayai semuanya?" ucap Nayla yang merasa ada yang aneh. Ia terkejut saat itu, namun ia hanya bisa diam. "Pihak rumah sakit juga tidak bilang apa-apa kah Le?" tanya Nayla yang ingin tahu. Dan Alena hanya menggeleng sebagai jawabannya. "Yasudah mari pulang dan urus semua pemakaman ibumu dulu, baru nanti kita cari tahu siapa orang baik yang telah membantumu ini." Ucap Nayla yang lalu di angguki Alena. Dengan kedua kaki lunglai dan seolah ia tidak mampu memijakkan kakinya karena terasa lemas. Terpaksa kakak Nayla membantunya. Lelaki itu bernama Rudi. Rudi adalah seseorang yang gemar bermain game online, bahkan sering mengeluarkan uang untuk itu, ia juga sering melakukan kekerasan pada Nayla saat ia kalah taruhan, namun sebenarnya ia adalah kakak yang baik menurut Alena. Rudi memapah tubuh lemah Alena di dampingi oleh Nayla. Keduanya membawa Alena pulang ke rumah, selama prosesi pemakaman ibunya siang itu, Alena tengah pingsan beberapa kali, namun ia mencoba tegar dan bangun lagi, begitu terus hingga usai pemakaman. Rumah yang tadinya ramai orang berdatangan perlahan-lahan menjadi sirna dan hanya tinggal beberapa orang saja. Alena yang tersadar dari pingsannya dan melihat jenazah ibunya sudah dikebumikan hanya bisa berlari menuju ke pemakaman setempat. Menuju ke makam ibunya berada. "Ibu...maafkan Alena yang tidak bisa menyembuhkan luka ibu, maafkan Alena yang hanya bisa menangis dengan bodohnya bu...Alena sangat sayang ibu, Alena hanya punya ibu...Ale kini sendirian bu..." isak Alena disamping pusara ibunya yang masih basah, terlihat langit kian gelap saat itu, mendung kian menggulung dan beberapa saat saja hujan rintik mulai turun, rintikan nya perlahan dan kian deras saja. Terlihat dari kejauhan Nayla, sahabat baiknya itu datang kearahnya dengan membawa payung di tangannya, ia bergegas berlari sembari menghampiri Alena disana. "Duar! terdengar petir menggelegar keras saat itu. "Le...sudah Le, ayo pulang...kalau kamu terus seperti ini kamu malah akan sakit Le...dan kamu akan makin membuat ibumu bersedih jika ia tahu, ia pasti berharap kamu baik-baik saja Le...bukan malah terus menyiksa diri seperti ini." Ucap Nayla pada sahabatnya itu dengan kedua tangan yang mengajak Alena berdiri dari sana. Terpaksa Alena pun ikut menuruti apa perkataan Nayla temannya itu.Saat itu Alena dan Nayla masih duduk di bangku kelas dua SMA, sedangkan kakak Nayla si Rudi, ia sudah lulus sekolah dan bekerja di salah satu pabrik tepian Kota dan tadi saat Alena pingsan, ia tidak tahu semua teman-teman sekolahnya yang datang dan perwakilan guru yang juga ikut melayat kesana. Sampai...keduanya tiba di rumah Alena, terlihat seorang anak laki-laki yang masih berseragam sekolah yaitu teman Alena dan juga Nayla yang tengah duduk disana, di teras rumah Alena, ia sengaja tidak ikut pulang rombongan sekolahnya tadi, karena ia merasa ingin tahu keadaan Alena. Bisa dibilang ia sangat menyukai Alena namun ia jaim untuk mengakuinya. "Abiyan kamu masih disini?" tanya Nayla pada lelaki itu. Dan Abiyan hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Maaf yan...aku sepertinya tidak bisa menemanimu..." ucap Alena pada lelaki itu yang memberi tahu, dan Abiyan pun bisa mengerti akan hal itu. "Nggak apa-apa kok le...semua akan baik-baik saja kan?" tanya Abiyan yang perhatian pada Alena. Dan gadis itu hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Nay...temani Abiyan, aku mau istirahat..." ucap Alena saat keduanya sudah masuk kedalam rumah. "Yasudah Le...aku temani Abiyan, kamu istirahat ya...oh ya...tadi dapat sumbangan dari anak-anak dan juga dari sekolah Le...aku taruh di dalam laci samping tempat tidurmu, kamu cek ya..." ucap Nayla pada sahabatnya itu. Rumah Nayla dan juga Rudi ada di sebelah tempat tinggal Alena, kedua orang tersebut juga sudah tidak memiliki keluarga, hanya ada satu paman dan bibinya yang tinggal tidak jauh juga dari tempat tinggal keduanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN