Bab 3 Tercengang

1039 Kata
Abiyan tepat berhenti di samping meja dan bangku yang Alena tempati. Gadis itu masih setia dengan buku yang ia baca. "Le...kamu nggak ke kantin? ayok lah..." ucap Abiyan pada gadis itu. Namun Alena hanya menatapnya sesaat dan memggelengkan kepalanya. "Kamu mau aku bawakan sesuatu?" tanya Abiyan lagi pada gadis itu. Dan Alena pun hanya membalasnya dengan gelengan nya saja. "Makasih Bi, tapi aku hanya ingin di kelas." Ucap Alena yang membuat Abiyan mengangguk mengerti, dan saat itu datanglah Nayla kesana, Nayla datang dengan membawa beberapa cemilan untuk Alena. "Yasudah...tuh ada Nay datang, aku tinggal dulu kalau begitu." Ucap Abiyan yang lalu pergi meninggalkan Alena dengan Nayla. "Hai Yan...kok udah mau pergi aja sih?" sapa Nayla pada temannya itu. "Iya nih, aku mau ke perpus sama kantin dulu." Ucap Abiyan yang lalu pergi meninggalkan keduanya didalam ruang kelas. Alena memang sengaja tidak ke kantin saat itu, karena ia memang sedang pengiritan, toh ia juga tadi saat berangkat sudah makan dengan kenyang, uang yang ia punya juga sudah menipis, ia tidak ke kantin juga tidak masalah, itu menurut Alena, dan Nayla pun begitu pengertian, ia yang setiap hari mendapat uang saku dari kakaknya bisa membagi sakunya dengan Alena. Hingga hari itu pelajaran usai, dimana Nayla masih ada kelas tambahan, dan Abiyan pun harus pulang dahulu karena acara keluarganya. Terpaksa Alena pulang sendirian, ia berjalan keluar dari sekolahnya, menepi di tepian jalan tidak jauh dari pintu gerbang, ia bermaksud akan menunggu angkot datang. Tapi ternyata ada sebuah mobil bagus yang berheti tepat di depannya, dan keluarlah dua orang lelaki yang ada disana, langsung saja orang tersebut menarik tubuh Alena untuk masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya lembali. Alena diperlakukan tidak kasar, didalam mobil pun Alena tidak di pegangi seperti tadi menyuruhnya masuk dengan paksa. "Maaf non...maaf..." ucap orang-orang tadi yang memaksa Alena. "Kalian ini siapa? kalian salah orang! aku pasti bukan orang yang kalian incar, aku tidak kenal siapa kalian, aku juga tidak membuat masalah dengan orang lain, kalian ini siapa?" tanya Alena saat ia tengah kebingungan. "Tuan kami non yang memberi perintah, maafkan kami ya..." ucap orang tersebut lagi, lalu saat itu Alena pun diam dan hanya menuruti kemauan dari para orang yang tengah membawanya itu. "Kalian bukan orang jahat kan?" tanya Alena baik-baik, Alena berharap jawaban kedua orang itu sama seperti yang ia harapkan. "Tentu saja kami orang baik non, mana ada orang jahat pakai setelan jas dan mobil se bagus ini?" ucap salah seorang, dan saat itu melegakan hati Alena, dia hanya pasrah dan diam saja di tempatnya, merasakan mobil itu pergi jauh dan keluar dari Kota. "Kita mau kemana sekarang?" tanya Alena lagi. "Kerumah tuan muda non, sebentar lagi juga sampai..." ucap salah seorang. Hingga benar saja mobil itu memasuki jalanan khusus untuk satu mobil saja dan masuk ke area rumah megah yang ada disana, di kanan-kiri nya terdapat pagar yang tinggi menjulang, dan ada pun rumah-rumah megah yang lain yang jaraknya juga lumayan. "Silahkan non..." ucap salah seorang yang keluar duluan dari dalam mobil dan mempersilakan Alena keluar dari dalam mobil itu, disana Alena hanya bisa mengikutinya saja. Alena masuk kedalam rumah yang lalau di persilahkan oleh seorang bibi asisten rumah tangga agar mengikutinya. Alena pun segera mengikutinya. Hingga ia sampai di sebuah ruang keluarga yang sangat nyaman dan besar, Alena sesaat tercengang ketika menyaksikan semua yang ada disana. Dan Alena makin kaget saat disana sudah ada dua orang yang berwajah sangat ramah, menyambut Alena dengan senyuman yang merekah. "Sayang selamat datang...maafkan kami ya...saat ibu mu tiada, kamu sendirian, maaf...karena kami pasti membuatmu terkejut ya? perkenalkan...saya Nisa, panggil saja saya mama Nisa ya...atau mama saja, kalau ini suami mama...namanya Angga Ezra...panggil saja om Angga...eh bukan-bukan! tapi papa Angga ya sayang...karena kami adalah keluarga baru kamu..." ucap mama Nisa yang membuat Alena tercengang. Terdiam dan hanya menatap dua orang di depannya saja. "Ouh gini...pasti kamu kaget kan? ceritanya semasa hidup ibu kamu, dia menderita penyakit jantung, dan dia sudah tahu akan umurnya, diam-diam dia meminta kami untuk menjagamu, kami sudah sepakat, dan juga sudah berjanji...kamu akan kami nikahkan dengan putra kami, tapi putra kami saat ini sedang dalam masa pemulihan setelah sakit...jadi tidak bisa datang menemuimu nak...tidak apa-apa kan?" ucap mama Nisa yang makin tidak Alena mengerti. "Maaf Alena tidak mengerti tante...eh mama...sungguh..." ucap Alena yang memang tidak mengerti apa yang wanita paruh baya itu katakan, barulah papa Angga mengeluarkan lembaran yang disana ada nama ibu Alena dan juga nama keluarga mama Nisa. "Ini nak coba kamu lihat dan baca, ini adalah wasiat ibumu sebelum pergi, jadi...papa minta secepatnya saja kalian menikah, agar apa yang di inginkan ibu kamu bisa secepatnya tercapai." Ucap papa Angga yang makin membuat Alena ternganga tidak percaya, namun tidak habis tercengangnya, Alena jelas melihat bahwa itu adalah tanda tangan mamanya, dan tidak mungkin di palsukan. "Mah...pah...Alena masih kelas dua SMA, bagaiman Alena bisa menikah? Alena...belum cukup umur mah...pah..." ucap Alena yang merasa kaget bukan main. "Sayang...sekarang yang pasti kalian sah dulu menurut agama, baru setelah lulus sekolah atau kuliah kalian baru mengesahkan pernikahan kalian secara hukum di Negara ini, agar almarhumah ibu kamu pun lega nak...bisa kan? nanti mama pastikan Emil tidak menyentuhmu sebelum kalian sah secara hukum. Bagaimana?" ucap mama Nisa yang tidak di sahut oleh Alena. "Oh calon suamimu namanya Emilio Ezra nak...maaf mama baru bilang..." ucap mama lagi. "Akh...apakah ini nyata?" tanya Alena, dan saat itu mama Nisa meraih tubuh gadis itu yang terasa dingin dan memeluknya erat. "Mama pun tidak percaya nak...asal kamu tahu ya...ibumu lah yang sudah menyelamatkan putra mama, yaitu calon suami kamu, dan mama hanya bisa mengabulkan wasiat ibu kamu, apa kamu sebagai anaknya tidak menginginkannya?" tanya mama Nisa yang membuat Alena terisak-isak di pelukan mama Nisa. "Bisakah Alena memikirkannya mah?" tanya Alena pada mama Nisa. "Apa bisa kamu memiliki pilihan lain nak? jika itu adalah wasiat dari ibu kamu? mama pun sama...mama hanya bisa menerima, jika memang ini jalan yang tuhan berikan, mama sudah sangat bersyukur karena putra kami hidup kembali, putra kami ada di tengah-tengah kami, dan lagi...dia pun sudah setuju nak, sudah menyanggupinya." Ucap mama Nisa pada gadis yang tengah di peluknya itu. "Tapi apa putra mama akan setuju dengan Alena yang seperti ini?" tanya Alena yang tidak tahu mengapa malah mengkhawatirkan lelaki yang akan menjadi suaminya itu, bukannya malah mengkhawatirkan dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN