21. Kenapa manusia bisa mati dengan begitu mudah?

1127 Kata
"Sakit..." "Menyakitkan.." Dalam hati Ren terus mengulang keluhan yang sama. Kepalanya berdenyut, sangat menyengat, berputar serasa bergitu berat dan pandangan mata Ren semakin menggelap, hitam, nyaris tak bisa melihat apapun lagi. Bersamaan dengan sakit luar biasa yang menyerang Ren itu, ada sebuah gambaran tiba-tiba muncul dalam pandangan Ren. Mungkin sebuah kenangan yang sempat terlupakan dan kini kembali terlintas di dalam ingatan Ren. Gambar-gambar itu terlintas begitu saja. Terus muncul tanpa jeda, Ren kewalahan dengan segala yang ia lihat dalam sekejap mata itu. "Tidak.. tidak..." "Jangaaaan..." Teriakan Ren bergema bersama dengan kacaunya ingatan Ren yang terus menghujamnya. Ada sebuah gambaran menyeramkan yang tiba-tiba muncul. Di dalam sebuah ruangan gelap Ren seolah terkurung di sana. Hanya mengintip dari sebuah lubang kecil menyaksikan gambar samar orang yang bersikap kasar dan terus berteriak. Teriakan yang sama sekali tidak bisa Ren pahami saat itu. "Aaargh... Aaaa..." "Jangan... Aku mohon.. Hentikan!" Apa yang Ren teriakkan semakin tidak terkendali. Suaranya serak nyaris tak lagi terdengar. Di dalam pandangan Ren, sosok yang juga memiliki dua taring mendobrak masuk, mencari kasar ke setiap sudut ruangan dan akhirnya pemandangan yang paling menakutkan itu muncul. Ayah dan ibu Ren di serang oleh orang tersebut. Menarik paksa mereka yang mati-matian bertahan. Ayah yang terus menarik tubuh makhluk itu dari tubuh ibu yang masih tidak menyerah untuk melawan, mencakar, menendang dan juga meraung-raung. Tentu saja, segala perlawanan itu sia-sia. Ayah dan ibu Ren tidak berdaya dan di saat ibu tak lagi bisa bergerak, serta teriakan ayah yang berganti dengan kerasnya suara deru tangisan. Meneriakkan hal yang sama seperti apa yang Ren teriakkan di dalam hatinya sambil mendekap erat mulutnya dengan kedua tangan mungil Ren itu. "Tidak.. jangan.." Tangis dan teriakan yang sama, menyakitkan dengan caranya tersendiri. Ren yang kehilangan ibunya dan sang ayah yang kehilangan istrinya. Tidak bergeraknya sang ibu menandakan jika ia sudah tak lagi berdaya. Jika tidak kehabisan darah, lemas dan sekarat maka artinya sang ibu telah tiada. Pikiran buruk itu tentu mengusik dan menyayat hati tanpa perlu aba-aba. Namun, percuma melawan dan berontak. Percuma pula untuk menaruh harapan dan berjuang, hasilnya sudah sangat jelas terlihat jika semua tidak akan berhasil. Lantas di saat tubuh sang ibu tak lagi bergerak. Makhluk yang memiliki dua taring itu berpaling ke arah sang ayah dan kembali meneriakkan kata-kata serta pertanyaan yang sangat sulit untuk Ren pahami. Ayah masih tidak menjawab apapun, membuat makhluk itu semakin murka dan kesal. Ia menarik kerah ayah Ren dengan kasar. Hingga tubuhnya terangkat dan nyaris tak menyentuh tanah. Ayah Ren terlihat sesak dan tak bisa bernapas. "Apapun yang terjadi kau tidak akan menemukannya!" Begitulah yang sang ayah katakan sampai akhirnya ayah Ren ikut di serang dengan gigi taring yang juga menancap pada leher sang ayah. Ayah Ren menoleh sekali ke arah lemari tempat Ren bersembunyi. Namun ia hanya tersenyum tipis seolah mengisyaratkan agar Ren tidak perlu khawatir dan cemas. Menandakan jika mereka sudah menyadari konsekuensi yang akan terjadi pada mereka serta menggantungkan sedikit harapan mereka untuk keselamatan Ren. "Kamu tidak akan pernah menemukannya. Tidak akan pernah. Ha.. Ha.. Ha.." Suara tawa menggelegar, memenuhi keheningan di ruangan tersebut. tawa yang disambut kekesalan oleh makhluk tersebut. "Aku akan membunuhmu!" kata makhluk itu yang kini malah mencekik tubuh sang ayah. Sejenak ayah terlihat kejang-kejang dengan bola matanya yang membelalak lebar dan pandangan mata sang ayah kini hanya tertuju pada satu arah yaitu sosok sang isteri yang saat ini sudah terbujur kaku tanpa helanaan napas yang terlihat lagi dari tubuhnya. Ibu sudah tewas dan kini semua bergantung pada sang ayah. Dia yang bisa berjuang sendiri atau turut tak berdaya melawan sosok yang jelas bukan manusia. Memiliki keunggulan yang tak dapat di mengerti oleh manusia biasa. Kemampuan di luar batas nalar manusia yang tidak pernah tahu sampai sejauh mana mereka bisa melakukan hal-hal itu. Kali ini justru Ren menyaksikan tubuh sang ayah yang kian melemah. Hingga tak lagi menghembuskan napasnya di dunia ini. Mati tercekik oleh makhluk yang misterius. Saat menyadari kematian ayah dan ibu Ren. Makhluk itu murka ia menghancurkan segalanya dengan amukannya. Dia membanting pintu dengan kasar, menendang vas bunga hingga pecah. Kemurkaannya itu juga membuat ia membanting segala barang yang bisa ia raih begitu saja tanpa ampun. "Kenapa?" "Kenapa manusia bisa mati dengan begitu mudah?" "Sekarang kemana aku harus mencarinya!" Ren yang masih kecil itu tentu saja tidak paham dengan apa yang dibicarakan oleh makhluk tersebut. Hanya saja, Ren paham satu hal jika makhluk itu telah merebut kehidupan ayah dan ibunya. Ren tentu tidak bisa tenang dan memikirkan apa yang sebenarnya yang ayahnya sembunyikan. Apa lagi, ingatan itu rasanya terputus-putus. Ia tidak ingat apa saja yang ayahnya ucapkan.Bagi Ren yang sangat kecil itu, Ren hanya tahu bila ia tak boleh tertangkap oleh makhluk yang berbahaya itu demi orang tuanya yang saat menyembunyikan Ren memohon agar Ren tetap selamat dan berjuang apapun yang terjadi untuk tidak menyerah dan terus bertahan hidup di dunia ini meski dunia sangat tidak adil. Sayang, meski tekad Ren bulat saat itu. Ia tidak bisa menutupi ketakutannya. Apa lagi saat kemurkaan makhluk itu yang berakhir dengan menyerang ayah dan ibu Ren secara berubi-tubi. Kuku tajam bak bilah pisau itu membelah tubuh ayah Ren. Mencabiknya dan mengoyak seluruh kulitnya. Kulit itu sobek dengan bagian perut yang kini menganga. "Ha.. ha.. ha... Aku akan menemukannya. Bagaimana pun caranya. Meski kamu sudah tidak bernapas dan bernyawa. Aku pasti bisa menemukannya tanpa bantuanmu." "Malah, jika kamu masih hidup. Itu akan semakin sulit dan rumit untuk bisa mendapatkannya. Bila dibiarkan lebih lama lagi. Kamu pasti akan memperkuat perlindunganmu dan aku tak akan bisa menghabisimu. Dengan kepergianmu saat ini. Ini mempermudah urusanku." Tawa pun menggelegar bersama dengan darah yang terus mengalir dari tubuh ayah Ren. "UUuch.. perutku sampai sakit karena tertawa. Saat ini aku hanya tinggal mencarinya saja tanpa harus menyingkirkan kamu lagi," ungkap makhluk itu seraya menendang kasar sang ayah. Ucapan itu membakar hati Ren. Ia yang sedari tadi berusaha tenang seperti apa yang ayah dan ibunya perintahkan itu tentu tak lagi bisa bertahan. Ren hanya anak kecil yang ketakutan, tidak mengerti apa yang terjadi dan menimpa orang tuanya. Sesuatu yang benar-benar sangat menyakitkan. Ren yang polos dan kecil itu menghadapi kondisi tubuh yang pada batasnya. Dari antara kedua kakinya menetes air yang tak bisa ia kendalikan. Sebenarnya, tubuh Ren sendiri sudah gemetar. Air mata juga sudah menetes deras, ingus yang memenuhi hidungnya sudah menetes ke dasar lemari tanpa ia tarik kuat-kuat atau sekedar mengusapnya. Ren yang berusaha tetap hening itu benar-benar berjuang keras. Hanya saja, saat Ren yang buang air kecil itu lah yang membuat jejak Ren ketahuan. "Hmmm.. apa ini?" Sambil tersenyum miring makhluk itu menatap ke arah lemari persembunyian Ren dan tertawa dengan keras. Bagaimana tidak, air mengalir dari balik lemari tersebut, bersama dengan bau pesing yang semakin membuat curiga akan sumber air di balik lemari tersebut. Seperti apa yang sudah bisa di tebak. Ren akhirnya ketahuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN