- 3-

2250 Kata
   Segurat senyuman tercipta di bibirnya yang mungil itu. Matanya berbinar, senyumnya terlihat makin mengembang. Dari balik deretan rak buku, tempat Karin bersembunyi, Karin terus memperhatikan Regan yang sedang serius membaca buku.    Lagi-lagi hatinya terus berdecak kagum pada sosok bangga. Perfect! Rasanya hanya kata itu yang mampu Karin ungkapkan pada sosok Regan. Tubuhnya yang tegap, tinggi. Wajahnya yang sangat tampan, senyuman manisnya, otaknya yang bisa terbilang cerdas, rajin, gaya bicaranya, suka membaca buku, tidak banyak gaya, dan masih banyak lagi. Rasanya Karin memang benar-benar terhipnotis pada lelaki yang satu ini.    "Lagi baca buku gitu cool banget. Ya ampun! Ternyata yang namanya Regan itu cowok perfect ini." Karin bergumam kecil, bahkan hampir tak terdengar.    Kedua tangannya memegangi buku, namun tatapannya masih memperhatikan Regan yang duduk membaca buku. Rasanya Karin sama sekali tak bosan terus memperhatikan Regan.    Derap langkah kaki beberapa orang terdengar melangkah menghampiri tempat Karin berdiri. Karin yang menyadarinya langsung menengok, ia tak mau tertangkap basah sedang memperhatikan lelaki idaman nya itu.    "Huhh.. Ternyata mereka." Karin melengoskan nafas ketika melihat Klover berjalan menghampirinya.    "Ehh, gebetan Rizky ada di perpus ternyata.." Ilham tersenyum menggoda pada Karin. Matanya menatap jail.    "Diem gak lo! Ini perpus, jangan berisik!" Karin mengomel. Matanya terlihat tidak suka di katakan seperti itu.    "Yeee suka gitu deh Karin, kan kemaren di pinjemin buku sama pangeran Rizky.." kini Arbis yang dengan tampang jailnya ikut menggoda Karin.    "Aww.." Arbis dan Ilham meringis bersama saat Karin menginjak kaki mereka.    "Mampus!" mencibir. Ia seakan puas melihat Arbis dan Ilham kesakitan.    Sayna terkekeh melihat kelakuan mereka. Sedang Kiran tumben dari tadi diem aja. Matanya tak lepas dari layar handphone nya. Sama sekali tak memperdulikan yang terjadi di sekitarnya.    "Cepetan cari duit lo! Jatoh di mana sih?" Kiran memasukan handphone nya ke dalam saku seragamnya, lalu mulai beralih pada Sayna. Pada tujuan awal mereka datang ke perpustakaan, yaitu mencari duit Sayna yang jatoh.    "Ohh iya, yaudah, Bis, Ham! Lo berdua cari belah sono." Sayna menunjuk kearah kanannya. "Elo sama gue kesitu." Sayna menarik tangan Kiran untuk ikut bersamanya.    "Emang ilang berapa sih?" tanya Karin.    "Goceng." jawab Sayna santai sambil berjalan dengan mata ke bawah, mencari uangnya yang hilang.    "Ya ampun! Gue kira duitnya gede pake di cariin segala. Ehh ini goceng." Karin menepuk jidatnya, mendengar jumlah uang Sayna yang hilang. ***    "Itu kan..." mata Arbis memandang begitu detail pada seseorang yang sedang bermain bola di lapangan sekolahnya itu.    "Angga!" Kiran yang sedang berjalan bersamanya menyusuri koridor sekolah ini menjawab.    "Dia sekolah disini?" Arbis langsung menoleh pada Kiran, bertanya dengan antusiasnya.    "Iya! Masa lo gak tau sih? Sekelas sama Karin lagi."    "Kok gue baru liat sih?" Arbis menggaruk kepalanya kebingungan. Bagaimana bisa, ia sudah kelas 2 namun tidak sadar jika lelaki bernama "Angga" itu ternyata satu sekolah dengannya.    "Astaga! Jadi cowok s****n ini juga sekolah disini? Kenapa gue baru tau?" batin Arbis berteriak begitu merutuki dirinya. Bagaimana bisa ia tidak menyadari hal itu?    "Kenapa sih? Lo kenal?"    "Ahh.. Eng, enggak kok.." suara Arbis terdengar terbata. Wajahnya terlihat berusaha menyembunyikan sesuatu dari Kiran. Sedikit matanya melirik kearah lapangan, menatap dengan penuh kebencian pada lelaki bernama Angga itu. ***    Gerak langkah kakinya terlihat terburu-buru. Ia melangkah dengan cepat. Namun dengan segera ia langsung berlari kecil. Langkahnya terhenti sejenak ketika tengah sampai di depan sebuah kelas.    Sejenak, Karin mengatur nafasnya yang sedikit tersenggal. Lalu dengan segera Karin memasuki kelas XI-IPS 4 itu. Keadaan kelas terlihat sangat sepi. Hanya ada 4 orang murid yang masih terus bergurau sambil memainkan gadgetnya.    "Kiran!" Karin menghampiri Kiran yang duduk di sebelah Arbis, memperhatikan Arbis yang memainkan laptopnya.    Kiran menoleh pada Karin. Bukan hanya Kiran, Sayna, Arbis, dan Ilham pun turut menoleh kearahnya, karena ingin tau siapa yang memanggil Kiran itu.    "Apa?"    "Anterin gue yuk. Please, cepetan! Sekarang!" wajah Karin terlihat gelisah dan begitu terburu-buru. Tangannya langsung menarik Kiran secara paksa.    "Ehh emang mau kemana?" Kiran menahan dirinya, masih bingung akan sikap Karin.    "Ke alamat ini, gue enggak tau. Cepetan nanti gak keburu!" Karin menunjukan layar handphonenya, terpampang sebuah nama lokasi di handphone-nya.    "Ihh gue juga gak tau. Noh si Ilham yang tau jalanan mah!" Kiran menunjuk Ilham yang sedang tertawa dengan Sayna.    "Lo kira gue peta." Ilham yang juga mendengar omongan Kiran langsung menyaut.    "Yaudah siapapun! Yang tau anterin gue, please..." Karin semakin gelisah. Ia memohon dengan wajah melasnya. Tangannya terus melirik jam tangannya. ***    Dengan antusias Karin berhimpitan dengan orang-orang yang juga ingin meminta tanda tangan dan berfoto bareng dengan Nazuki Ayumi, sang anime dari jepang yang berkunjung di indonesia. Karin sangat menyukainya. Berbagai komik dengan animasi yang di buatkan Nazuki Ayumi, Karin tak pernah teringgal untuk membelinya.    Kini Kari tiba di posisi paling depan, wajah ala jepang Nazuki Ayumi terlihat jelas di matanya. Ia berdecak kagum melihat sang anime ini begitu cantik mengenakan kaos dan celana panjangnya.    "Cantik banget." batin Karin memuji sosok di hadapannya ini.    "Can you make a picture at this paper." Karin berbicara dengan bahasa inggrisnya. Nazuki tersenyum, dan dengan lincahnya Nazuki menggambar di sebuah kertas yang di sodorka Karin.    Tak butuh waktu lama, Nazuki mampu membuat sebuah gambar animas seorang lelaki dengan wanita sedang bergandengan tangan.    "Thanks.." setelah meminta menggambar pada kertasnya, dan tanda tangannya, serta beberapa foto yang di ambilnya, Karin keluar dari antrian desakan itu.    "Huft, akhirnya dapet juga. Ya ampun gambarnya keren banget.." Karin menatap kertas itu dengan senyuman yang masih melekat di bibirnya. Matanya sama sekali tak memperhatikan jalan.    "Aduh.." Karin terkejut seketika ia menabrak seorang lelaki tegap dan lebih tinggi darinya. Karin mendongkakan kepalanya.    Astaga! Sebisa mungkin Karin berusaha tenang saat melihat lelaki yang di tabraknya. Lelaki tampan itu sama hal-nya dengan Karin, ia sedang membawa sebuah kertasberisikan gambar dan tanda tangan Nazuki Ayumi.    "Maaf yaa.." suara itu terdengar begitu lembut di telinga Karin. Hati Karini kini seakan meleleh mendengar suaranya dalam jarak sedekat ini.    "Ehh, iya gapapa. Regan?" Karin menatapnya hati-hati dan bertanya.    "Loh? Lo kenal gue?" Regan terkejut seketika Karin menyebut namanya.    "Kemarin kelompok lo presentasi di kelas gue, dan adik gue selalu antusias kalo cerita tentang lo." Karin mengatur deru nafasnya, sekiranya terlah cukup rileks ia berusaha bersikap seperti biasa pada Regan.    "Ohh iya gue inget, elo..." Regan tampak berpikir, mengingat-ingat tentang Karin. "Karina Nasya Mahira, yang pas nanya kepo banget." setelah sejenak berpikir akhirnya Regan mengingatnya.    Kini Karin terdiam, dalam hatinya ia menjerit. Entah mengapa hatinya berteriak begitu senang, ternyata Regan mengenalnya. Tau nama lengkapnya pula. Aaaaa... kenapa gue jadi seseneng ini? Batin Karin terus berkecoh. Bahkan ia tersenyum sendiri. Stop! Karin yang tersadar bahwa kini Regan sedang ada di hadapannya pun langsung menghentikan aksi senyam senyumnya itu. Ia tak mau meninggalkan kesan "orang stres" di benak Regan saat melihatnya kini.    "Lo penggemar Nazuki Ayumi?" dengan suara lembutnya Karin bertanya. Matanya melirik sekilas pada antrian yang di depannya ada sang idola dari jepang itu.    "Suka banget! Gue punya semua komik yang animasinya dia yang bikin." Regan antusias mengatakannya. "Lo juga yaa?" kini gantian Regan yang balik bertanya pada Karin.    "Hm.. Menurut lo? Buat apa gue dateng kesini kalo gak suka?" sikap juteknya kembali muncul. Wajahnya yang tadi agak anek telah kembali datar. Karin sengaja, ingin bersikap selayaknya diri dia sendiri saat ini. Ia tak ingin Regan curiga akan sikap Karin yang tak seperti biasanya. Meski Regan pun tak tau tentang Karin.    Setelah obrolan singkat itu selesai, Regan dan Karin berjalan beriringan, keluar dari sebuah ruangan yang menjadi tempat jumpa fans itu. Partikel-partikel hati Karin seakan berloncatan, mimpi apa dia semalam hingga bisa berjalan bersama Regan. Meski hanya untuk keluar dari ruangan ini. Tapi itu membuat Karin begitu bahagia. ***    "Bang, saya dulu! Jangan pake toge, sama sayur-sayuran. Sambelnya yang banyakk!!!" Ilham berteriak di dekat telinga seorang tukang bakso. Tukang bakso itu menghela nafas sabar, beginilah memang profesinya, dan resikonya jika anak-anak sekolah yang ribetnya setengah mati membeli dagangannya.    "Ihh abang saya dulu! Campur semua tapi jangan pake saos, sambel nya aja banyakin!" Kiran pun tak mau kalah, suaranya yang cempreng itu ikut berteriak dari sebelah kanan tukang bakso tersebut.    "Gak bisa! Gue duluan pokoknya, gue duitnya udah ngasih tuh." Arbis yang berada di sebelah Kiran juga ikut mendelik.    "Lah! Kan yang mesen gue duluan!" Ilham kembali ngotot, wajah gembulnya itu menatap sinis Arbis.    "Lo bertiga tahun depan! Gue duluan noh yang dapet." Sayna yang sedari tadi mendengar ketiga temannya ribut tak mengikutinya, namun akhirnya semangkuk bakso yang sudah siap langsung di bawanya menuju meja tempat makannya.    Arbis, Ilham, dan Karin saling menatap Sayna jengkel. Sedari tadi mereka ribut berteriak-teriak, akhirnya malah Sayna yang mendapat duluan.    "Abang!! Punya gue dulu ihh! Batu nih si abang." Arbis yang kesal karena perutnya keroncongan mengomel.       "Kagak bisaa!! Pokoknya Ladies First, Arbis!" Kiran mendelik, ketika Arbis mulai mengoceh juga.    "Kagak ada ladies first, lo ka cewek boongan!" cibir Ilham.    Abang tukang bakso itu nampak kebingungan, bukannya melayani kini ia malah bengong. Telinganya seakan mau pecah mendengar semua ocehan ketiga makhluk itu.    "Bang, kok diem sih?" Ilham menatap abangnya bingung. Tukang bakso itu belum bergerak untuk melayani mereka, hanya tiga mangkok kosong yang bingung mau di isi apa?    "Gimana saya mau bikin, kalian ribut terus! Saya jadi bingung ngelayaninnya."    Arbis, Kiran, dan Ilham diam. Mereka merasa bersalah sendiri. Benar juga? Sepertinya tukang bakso itu sawan jika harus memiliki pelanggan seperti ini.    Akhirnya, mereka tak mengoceh lagi. Dengan pelan, saling bergantian mereka memberi tahu selera bakso yang di inginkannya. Secara bersama-sama, mereka pun menerima pesanan baksonya. Mereka menghampiri Sayna yang sudah asik melahap baksonya.    "Astagfirullah, dasar anak mudah!" tukang bakso itu menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan Klover.    Karin dan Regan masih berjalan beriringan, mereka berjalan menghampiri sebuah gerobak bakso yang terdapat di depan gedung yang di jadikan tempat jumpa fans itu. Regan pun hanya mengikuti saja, meski baru kenal, setidaknya Regan tau bahwa Karin satu sekolah dengannya.    "Bagi dong.." Karin langsung terduduk di sebelah Sayna, tangannya langsung mengambil sendok yang tadi di pegang Sayna. Karin menyuapkan sebuah bakso dari mangkuk Sayna.    Sayna mendelik, menatap Karin kesal. Lagi-lagi dirinya yang kena. Padahal di situ ada adiknya Karin, ada pula Arbis dan Ilham, mengapa setelah menguras isi dompetnya dengan membelikan beberapa novel Karin masih belum puas? "Dasar Karin!" Sayna mencibir. Karin hanya tersenyum jail.    Regan pun ikut duduk di sebelah Karin. Lihatlah! Betapa bahagianya Karin hari ini, Gara-gara Nazuki Ayumi, Regan jadi kenal dengannya. Dan tadi mereka berjalan beriringan, dan sekarang Regan duduk di sebelah Karin. Sungguh! Bahagianya hati Karin saat itu, benar-benar tak dapat di ungkapkan oleh kata-kata.    Sayna melirik kearah sebelah Karin, terdapat Regan yang terkekeh akan sikap Karin dan Sayna. "Regan, mau gak?" Sayna tersenyum menggoda, sambil menunjukan tatapan jailnya.    "Gue minta aja di omelin!" gerutu Karin melihat Sayna yang menawari Regan.    "Kan, anything for Regan." mata jailnya menatap Regan, Sayna terkekeh geli berbicara seperti itu.    "Ehh ada Regan? Sayna! Regan punya gue, jangan di godain ahh." Kiran yang baru sadar akan hadirnya Regan langsung ikut-ikutan menggoda Regan.    Regan semakin terkekeh, selalu saja seperti ini. Jika berada di tengah-tengah Klover, pasti ia menjadi bahan candaan untuk di perebutkan. Meski Regan tau, sesungguhnya Sayna dan Kiran tak benar-benar menyukainya, ia hanya senang untuk membercandakannya.    "Lo pada apaan sih? Lo gak pada tau kan semalem gue sama Regan ngapain?" Arbis kini ikut menggoda Regan. Matanya menatap kesemuanya.    "Emang ngapain, Bis?" Regan juga bingung, Arbis mau ngomong ngaco apa lagi nih?    "Mungutin sampah depan kali, ya ampun so sweet banget ya, Gan. Kita beduaan mungutin sampah itu." suara Arbis terdengar datar, namun langsung mengundang tawa Regan.    "Hahaha, gila lo!" Regan tertawa begitu terbahak, perutnya seakan terkocok geli karena ulah Klover.    Karin terdiam, telinganya begitu jelas mendengar tawa Regan yang menggelegar. Karin melirik sedikit, begitu manisnya Regan saat tertawa lepas seperti itu. Benar-benar sempurna mahakaryaMu.    Sedang Ilham? Jika sudah urusan makan, pasti Ilham udah anteng banget. Dia fokus sama baksonya itu, serta kalang kabut dengan pedesnya sambel yang tadi sengaja di tumpahkannya sebanyak-banyaknya. Bibirnya tampak lebih tebal dari biasanya, matanya memerah, otaknya tak dapat berpikir benar. Yang ada di pikirannya hanyalah. PEDAS.    "Hiks, hiks, hiks.." Ilham terisak, mata merahnya perlahan mengeluarkan air mata. Buliran benung itu berlomba-lomba keluar dari matanya.    Semuanya kontan langsung menatap Ilham bingung,tanpa sebab yang jelas Ilham tau-tau sudah nangis begitu terisak.    "Lo kenapa, Ham?" suara serak Arbis bertanya dengan hati-hati. Arbis yang berada di sebelah Ilham pun bingung dengan Ilham yang tiba-tiba menangis seperti itu.    "Baksonya pedes banget, huaaa..." Ilham menangis semakin kejer, matanya semakin memerah. Tangannya menyeka air mata yang telah berderai di pipinya itu.    Semuanya terdiam sejenak, saling berpandangan. Tak lama kemudian tawa pun mulai pecah di antara mereka. Ternyata Ilham menangis karena kepedesan!    "Ehh udah ahh capek gue ketawa mulu. Stres gue lama-lama sama lo pada!" Regan menghentikan tawanya, tangannya memegang perutnya saking ia tertawa begitu terbahak akan kelakuan pada Klover ini. Karin tersenyum mendengar Regan bicara, selucu-lucunya kelakuan Klover rasanya Karin tak terpengaruh. Pikirannya hanya sibuk dengan orang yang berada di sebelahnya ini. Salting, melting, deg-degan gak karuan, dan sebagainya mewarnai benak Karin.    "Ehh malem minggu jadikan, Gan? Awas aja sih kalo gak jadimah!" Sayna menengok kearah Regan.    Regan menoleh. "Jadi dong." jawabnya dengan mantap.    Degg.. hati Karin tiba-tiba langsung terkejut mendengarnya. Ada apa ini? Tiba-tiba saja pikirannya langsung berpikir tentang omongan Sayna barusan. Malem minggu? Ohh tidak! Mungkinkah mereka akan nge-date? Apa mereka pacaran? Hey, ada apa sebenarnya antara Regan dan Sayna? Batin Karin menjerit. Sejuta pertanyaan seakan ingin di lontarkannya. Namun ia takut, ia tak ingin di bilang kepo, atau parahnya nanti mereka akan tau tentang hati Karin.    Atau mereka lagi PDKT? Regan kan baru putus sama ceweknya? Karin kembali bertanya-tanya lagi dalam hatinya. Matanya menatap wajah Sayna yang ada di sebelahnya. Kalo lo emang lagi deket sama Regan, lo orang paling beruntung, Na!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN