Klover pun berjalan menuju kelasnya. Saat sampai di kelasnya mereka mengetok pintu kelas, karena saat itu Pak Santo sedang mengajar. Namun tatapan mereka berempat tertuju pada seorang siswi yang berdiri di depan kelasnya. Siswi dengan rambut panjang di ikat satu itu, tampak masih menggendong tas punggungya. Ia memperkenalkan dirinya di depan kelas. Sepertinya dia anak baru.
"Nama saya, Tisya Almira. Saya pindahan dari sulawesi. Salam kenal." Siswi itu memperkenalkan dirinya. Klover tak memotong untuk nyelonong melewati Tisya yang sedang memperkenalkan diri. Mereka menunggu di depan pintu, untuk menghormati Tisya. Sebenarnya ini permintaan Arbis agar tidak main masuk dulu, yaa, memang sejak kapan Klover bisa sopan.
Mereka pun berjalan menuju meja guru, menyalami punggung tangan Pak Santo.
"Pak, maaf yaa tadi saya sama Sayna disuruh guru beli nasi goreng. Nasi gorengnya lama matengnya, padahal saya belom sempet naro tas. Tapi yaudah deh saya tungguin aja. Makanya saya baru dateng." Tak kalah mahir dengan Ilham dan Arbis. Kalo soal mengarang, mereka memang ahlinya. Kiran menerangkan kejadian yang di buatnya.
"Emang berempat di suruhnya?" Tanya Pak Santo yang curiga, karena ke empat muridnya itu malah berbaris di depan mejanya.
"Enggak. Cuma saya sama Kiran." Sayna menyahut.
"Terus kenapa kalian berdua ikut berdiri disini. Kenapa gak duduk?" Pandangan pak Santo mengarah pada Arbis dan Ilham.
"Ehh, kita kan setia kawan pak. Makanya nungguin." Saut Arbis asal.
"Yaudah sana duduk!"
Balndit pun menghambur, menuju tempat duduknya yang berada di barisa pertama, tepatnya dekat jendela. Kiran berjalan paling depan untuk segera duduk di bangkunya, namun ia terkejut saat anak baru tadi duduk di bangkunya.
"Heh! Lo ngapain duduk disini? Ini tempat gue!" Ucap Kiran agak sewot.
"Tapi tadi kosong." Tisya menyahut polos.
"Yaa tadi kan gue baru dateng, belom sempet naro tas."
Arbis terdiam, melihat Tisya yang sudah duduk di sebelah bangkunya. Hah! Mengapa semuanya harus serba kebetulan.
"Ada apa lagi Kiran? Kamu bisa gak sih sehari aja gak rame?" Melihat ada keributan di barisan Kiran, Pak santo pun turun tangan.
"Iniloh, Pak. Dia duduk di tempatt saya."
"Ya kamu cari tempat lain."
"Tapi pak inikan tempat saya."
"Tapi kamu datengnya telat!"
Kiran cemberut. Dalam hati ia memaki kesal pada guru ini. Mentang mentang anak baru di belain. Sedang Arbis yang bangkunya kosong malah tidak duduk, ia menemani Kiran berdiri, sebelum Kiran duduk di bangkunya. Tisya pun menyadari bahwa di sebelahnya adalah bangku Arbis.
"Yaudah kita pindah aja, Ran." Arbis menarik tasnya, lalu mencari tempat bersama Kiran.
"Loh, Arbis? Kamu mau pindah juga?" Tanya Pak Santo, karena melihat Arbis juga mau pindah tempat duduk.
"Iyalah, Pak."
"Gak usah! Kamu tetap situ. Biar Kiran duduk sama Rizky. Kalian emang patut di pisahin, biar kelas agak aman. Gak berisik." Ucap Pak Santo sinis. Pak Santo memang sudah cukup tau kelakuan para muridnya ini. Apalagi ia telah mengajar Klover selama 2 tahun.
"Gak bisa gitu dong, Pak! Kok bapak sok ngatur?" Dengan seenaknya Kiran menjawab. Lama lama ia keki juga dengan guru satu ini.
"Saya kan gurunya!" Sentak Pak Santo.
"Yeah, kenapa sih guru pada egois." Kiran mengalah, dengan nada kesal Kiran mendumel. Suaranya pun cukup besar dan terdengar seisi kelas. Mereka hanya menatap Kiran yang berani menjawab omongan Pak Santo seperti itu. Kiran pun berjalan malas menuju bangku sebelah Rizky. Sedang Arbis kembali ke bangkunya.
Pelajaran yang sempat tertunda pun di lanjutkan. Hari ini sepertinya guru sok ngatur itu sedang malas menjelaskan, atau sudah terlanjur keki sama para Klover. Pak Santo pun akhirnya hanya menyuruh sekertaris buat mencatat.
Di tempat duduknya Arbis hanya diam. Ia sama sekali tak berbicara apapun pada Tisya yang duduk di sebelahnya. Terkadang, Arbis hanya terus terusan menengok ke belakang untuk melihat catatan pasa Sayna.
"Bis, lo serius jadian sama Karin?" Ilham yang penasaran, karena dari ujung ke ujung para murid sekolah ini membicarakan Arbis dan Karin yang tadi berangkat bareng. Bukan hanya itu, Arbis pun merangkul pundak Karin dan mengantarnya hingga ke depan kelas Karin, layaknya orang pacaran betulan.
"Iyalah!" Saut Arbis singkat.
"Kok dia mau sih ama lo?" Sayna yang juga baru tau ikut mengintrogasi Arbis.
"Maulah. Gue gituloh." Sambil tetap melihat pada buku Sayna, Arbis tetap menjawab.
"Ihh bukan gitu. Kita semua juga tau kan? Kalo Karin tuh sukanya sama cowok yang pinter, punya otaklah gitu. Kayak anak anak semacem di kelasnya itu. Nah elo? Gue ragu lo masih punya otak. Nyatet aja masih nyontek." Ilham kembali menambahi, menghina Arbis.
"s****n! Otak gue kan lagi di gadein. Nanti pulang sekolah anter gue ambil yuk."
"Eh tapi lo kapan jadiannya ama Karin? Kok gak ada pdkt nya sih. NAH! setau gue si Rizky kan yang lagi pdkt ama Karin. Elo kan juga bantuin, Bis? Kok lo embat sih?" Ilham makin kepo, mengingat memang Arbis yang jarang dekat dengan Karin, tiba tiba jadian, padahal Arbis keliatan banget kepengen deketin Karin sama Rizky.
"Ehh, itu..??" Arbis menggaruk kepalanya bingung, ahh Arbis sama sekali tidak ingat tentang Rizky. Arbispun sama sekali belum berpikir apa alasan yang tepat untuk hal ini. "Gue jadian udah lumayan lama kok. Cuma kita backstreet. Kalo Rizky, yaa gue kasian lah ama dia, selama ini dia ngedeketin cewek gak pernah bener. Makanya gue nyuruh Karin buat bikin Rizky bahagia dikit lah. Mumpung ada umur." Alasan Arbis pun keluar, buah hasil pemikiran ekspresnya. Arbis tidak tau alasan ini masuk akal atau tidak.
"Aish songong lo, untung orangnya kagak denger." Sayna melirik pada Rizky yang sepertinya asik mengobrol dengan Kiran. Sepertinya mereka juga membicarakan hal ini.
Diam diam, Tisya yang duduk di sebelah Arbis menguping apa yang di bicarakan Arbis dan teman temannya. Setidaknya Tisya mendapatkan informasi tentang Arbis. Namun Tisya berpikir, mengapa berita jadiannya Arbis baru heboh sekarang? Dan mengapa Arbis baru berani mempublikasikan hubungannya bertepatan saat ia datang? Apa ini di sengaja?
***