PROLOG

1116 Kata
Eloisa sedang berdiri di rooftop universitas tempatnya mengajar, kedua sikunya diletakan di pagar pembatas dan jemarinya menopang dagunya. Padangannya mengarah ke arakan awan di atas sana, kacamatanya dia letakan di saku kemejanya dan sepatunya sudah dia lepaskan agar dia bisa merasa lebih rileks. Pikirannya dipenuhi pembicaraannya dengan kedua orang tuanya tadi malam. Mereka berencana menjodohkan dirinya dengan seorang dosen yang juga mengajar di kampusnya ini. Usianya yang sudah menginjak dua puluh tujuh mungkin memang membuat kedua orang tuanya khawatir. Dia tidak pernah membawa seorangpun pria ke rumahnya semenjak putus dari pacar brengseknya lima tahun lalu. Sebenarnya, hal itu dikarenakan dirinya sendiri yang menjaga jarak dari para pria. Dia sudah tidak percaya lagi dengan sikap manis dan rayuan mereka. Itu semua hanya karena ada mereka inginkan. Setelah mereka mendapatkannya apa yang mereka mau, maka mereka akan membuangmu begitu saja! Tiba-tiba sepasang tangan melingkar di pinggangnya, dia merasa seseorang memeluknya dari belakang. Sontak Eloisa menolehkan wajahnya, bermaksud untuk memarahi siapapun yang seenaknya memeluknya. “Halo sayang,” sapa suara itu lembut. “Ap ...!” kata-katanya terputus saat bibirnya dilumat pria itu. Tubuhnya langsung kaku. Karena terlalu terkejut, dia tidak langsung mendorong siapapun pria itu. Dengan cepat akal sehatnya kembali dan dia berusaha mendorong pria itu. Bukannya melepaskannya, pria itu memeluk tubuhnya semakin erat. “DARREN!” Teriakan itu membuat pria yang memeluknya melepas ciumannya dan menoleh ke arah suara yang sepertinya memanggil namanya itu. Eloisa merasa tubuh pria itu menegang dan pelukannya melemah. Eloisa yang menyadari hal itu berusaha untuk membalik tubuhnya, setelahnya dia berniat mendorong pria itu agar menjauh darinya. Namun, pria itu kembali memeluknya erat. Sekarang malah dia benar-benar berada dalam dekapan pria itu. Dia tidak bisa bergerak karena entah bagaimana pria itu bisa mengunci tubuhnya hingga tidak bisa bergerak sama sekali! Wajahnya tenggelam di d**a bidang pria itu dan dia mencium aroma maskulin parfum pria itu, perpaduan antara musk dan cyprus yang terasa menyegarkan di penciumannya. “Teganya kamu melakukan ini padaku!” suara wanita itu terdengar bergetar. O-ow sepertinya itu pacar pria ini! “Bukankah kamu tahu peraturannya, Clara?” kata pria yang memeluknya. Suara pria itu sangat tenang, tidak terdengar emosi apapun. Bahkan, menurutnya terdengar terlalu santai! Bisakah orang bersikap santai di saat kepergok sedang ciuman dengan wanita lain oleh pacarmu sendiri? “Tapi kamu janjian denganku hari ini!” komplain wanita itu mulai terisak. Nah, wanita itu pasti sedang menangis sekarang! “Tanpa drama dan air mata, Clara. Kita putus!” jawab pria itu. Tubuh Eloisa menegang. Bukankah pria ini yang salah? Berpelukan dan berciuman dengan wanita lain di depan pacarnya? Kenapa wanita itu yang diputuskan? Bukannya harusnya pria ini sekarang sedang berusaha menjelaskan apapun itu atau mengarang cerita apalah untuk meyakinkan si pacar! “Tidak. Tidak, Darren. Kumohon maafkan aku, tidak akan aku ulangi lagi. Beri aku satu kesempatan lagi. Aku tidak akan bertingkah seperti ini lagi. Aku akan mengalah, tidak apa-apa kalau kamu mau bersama dia sekarang,” pinta wanita itu mengiba. “Tidak, Clara. Hanya ada satu kesempatan dan kamu tahu itu. Pergilah!” usir pria itu. “Darren, kumohon,” “Pergilah, Clara. Kita sudah selesai!” tegas pria itu. Terdengar suara langkah kaki menjauh dan pintu dibanting, lalu pelukan pria itu melemah. Eloisa langsung mendorong pria itu sekuat tenaga yang akhirnya membuat pelukan itu terurai. Eloisa mundur beberapa langkah lalu melototi pria itu. Namun pandangannya buram, dia tidak bisa melihat wajah pria itu dengan jelas. Dia lupa kalau belum menggunakan kacamatanya. Eloisa lalu mengambil dan memakai kacamatanya agar bisa melihat dengan jelas pria b******n di depannya ini. “Bu Eloisa?” suara terkejut pria itu yang lebih dulu memanggil namanya membuat Eloisa mengangkat wajahnya setelah memakai kacamatanya dan melihat sang casanova kampus, Darren Noah Hartadi! Demi apapun yang ada di dunia ini. Dari semua setan m***m yang pernah dia kenal, kenapa harus rajanya yang sekarang berdiri di depannya?! Eloisa bisa melihat tatapan syok pria tampan di depannya. Dia tidak pernah melihat wajah yang begitu tampan dari jarak sedekat ini, bahkan mungkin wajah pria ini lebih mulus daripada dirinya! Dan warna bola mata sebiru laut yang sekarang sedang menatapnya itu terlihat asli, pria di depannya ini benar-benar iblis tampan bermata biru! Saat dulu dia mengajar mahasiswa ini, mereka tidak pernah berada dalam jarak kurang dari satu meter kecuali saat mahasiswanya mengumpukan tugas, itu karena dia selalu membatasi interaksi dengan lawan jenis seminimal mungkin. Dia langsung berbalik badan, berencana segera pergi dari rooftop itu. Dia tidak perlu penjelasan atas kesalahpahaman tadi. Dari tatapan terkejut Darren saat melihatnya tadi, sudah jelas kalau pria itu salah orang. Anggap saja hal ini tidak pernah terjadi dan hidupnya akan tenang kembali. Namun tangannya tiba-tiba ditarik dan dia kembali ke pelukan pria itu. Sekali lagi pria itu menciumnya dan kali ini sungguh membuatnya syok. b******n ini sudah tahu siapa dirinya dan masih bersikap kurang ajar! PLAK Suara tamparan itu terdengar nyaring. Omelan marah Eloisa tertahan karena dia terkejut saat melihat darah mengalir keluar dari luka baret yang tiba-tiba muncul di pipi pria itu. Dia lalu menoleh ke tangannya dan melihat bekas darah di mata cincinnya yang sekarang menghadap bagian dalam jemarinya. Cincin itu memang sedikit kebesaran, jadi terkadang bergeser dan berputar sendiri di jarinya. Darren menyentuh pipinya yang terasa perih dan terkejut saat jarinya menyentuh cairan lengket dan melihat apa yang ada di jarinya. Matanya terbelalak melihat darah yang ada disana. Dia kembali menyentuh wajah tampannya, asetnya sebagai model yang sekarang terluka dan darah mengalir cukup banyak dari luka itu. “Ma-maafkan saya!” seru Eloisa panik dan dia melupakan kemarahannya. Dia langsung mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan menempelkannya di pipi Darren. “Sa-saya tidak sengaja. Cincin saya sedikit kebesaran dan suka berputar sendiri di jari,” dia masih berusaha menjelaskan dan mencoba menghapus darah yang masih terus mengalir dari luka itu walau sudah dia lap dengan saputangannya. Dia tidak menyadari kalau Darren masih sedang menatap bibirnya yang sibuk menjelaskan ketidaksengajaannya. Darren tidak terlalu memperdulikan luka itu, yang ada di pikirannya sekarang adalah mengapa bibir wanita ini rasanya berbeda dengan pacar-pacarnya selama ini? Dia bahkan sudah tidak mau lagi menghitung jumlah wanita yang sudah dia cium, dari yang masih polos sampai yang pro. Baginya semua rasanya sama saja, menyenangkan dan kadang menggairahkan, tapi tidak dengan bibir wanita ini. Mengapa? Dia bahkan tidak bisa mendeskripsikan rasa bibir wanita ini. Karenanya dia mencium wanita ini sekali lagi, dan ternyata dia masih tidak bisa menemukan jawabannya. Mungkin dia harus mencium lebih lama agar bisa menemukan jawabannya! Dia merasa bibir wanita itu yang terus bicara itu terlihat sangat mengundang minta dicium. Mungkin dia bisa minta dosennya ini untuk menjadi salah satu pacarnya saja, jadi dia bisa bebas mencium wanita ini. Sudut bibirnya tertarik keatas saat membayangkan wanita ini balas menciumnya, ‘Rasanya pasti sangat menggairahkan!’ ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN