Dan Terjadi Lagi

1014 Kata
Mimpi Asmara untuk kembali masuk kuliah, untuk meraih mimpi, untuk membuat Rafi dan Emma bangga, untuk mendapatkan pacar ....     Semuanya kandas.     Dua Minggu setelah syukuran besar yang diadakan Rafi sekeluarga. Beberapa hari sebelum jadwal Asmara kembali ke kampus.     Pemuda itu kembali tumbang karena sesak napas kronis. Asmara kesakitan, meringkuk, sulit bernapas di atas ranjang, di kamarnya. Rafi dan Emma tidak ada di rumah. Hanya ada beberapa asisten yang belum mengetahui apa yang terjadi pada Asmara.     Asmara terlalu lemah dan kesakitan sekadar untuk meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas. Ia tidak bisa mengabari siapa pun tentang kondisinya. Ia hanya bisa pasrah dalam sakitnya. Ia akan bertahan hidup, atau ia akan meninggal, itu seluruhnya hak Tuhan. Dan ia hanya akan menurut sebagai seorang hamba.     Sakitnya .... Luar biasa. Dadanya seperti dihimpit beton. Setiap kali menarik napas rasanya seperti menghirup pasir yang tajam. Menyakitkan.      Asmara tak tahu kenapa ini terjadi lagi. Kenapa ia mengalami ini lagi?     Ia akan menyusahkan lagi. Ia akan membuat kedua orang tuanya sedih lagi.     Ia sudah begitu menjaga kesehatan. Ia sudah hidup dengan sehat. Tapi kenapa ini kembali menimpanya?     Sekali lagi, Asmara tak hanya mengkhawatirkan dirinya. Ia juga mengkhawatirkan perasaan orang - orang terdekatnya.     ~~~~~ Asmara Samara ~~~~~     "Mas Mara belum turun."     "Lho, ketiduran mungkin, ya."     "Bangunin gih. Dia waktunya minum obat. Harus makan dulu sebelum minum obat."     "Siapa yang bangunin?"     "Ya kamu lah."     "Lho ... lho ... nggak mau ah. Sungkan aku. Kamu aja."     "Lho ... kan kamu yang duluan kerja di sini. Pastinya lebih akrab sama Mas Mara dibanding aku."     "Duh ... aku malu tauk. Mas Mara juga tumben banget jam segini belum turun. Biasanya dia on time banget."     "Udah buruan samperin ke kamar sana. Bangunin."     "Aish ....."     Perdebatan dia asisten rumah tangga itu akhirnya berakhir. Ayda si asisten senior berjalan dengan ragu. Ia keluar dari dapur, lalu menaiki tangga dengan begitu lambat. Ia benar - benar sungkan ingin membangunkan anak majikannya itu.     Sampai di depan kamar Asmara, ia mengetuk pintu perlahan. Tidak ada respons.    "Mas ... Mas Mara ...." Ia mengetuk sekali lagi. "Itu makan siangnya udah siap, Mas."     Ayda meletakkan telinga nya menempel pada pintu. Berharap ia bisa mendengar sesuatu. Tapi nihil. Ia tidak mendengar apa pun. Asmara sepertinya tidur nyenyak sekali.     Ayda berjalan mendekati pagar area lantai dua yang memungkinkan untuk melihat suasana lantai satu. Ia mencari - cari Nurma rekan sesama asisten rumah tangganya.     "Nur ... Nurma ...." Ia memanggil Nurma yang masih berada di dapur.     Nurma tergopoh - gopoh keluar dapur supaya lebih mudah berkomunikasi dengan Ayda.     "Kenapa to da. Udah buruan sana dibangunin Mas Mara nya."     "Udah, Nur. Udah aku ketuk - ketuk pintunya tapi nggak ada jawaban."     "Beneran udah kamu ketuk?"     "Ya Allah ... udah Nur. Nggak percaya amat sih."     "Kok aneh ya. Mas Mara biasanya bukan tipe orang yang sulit bangun tuh."     "Nah itu dia makanya aku bingung."     "Jangan - jangan ...."     "Jangan - jangan kenapa sih Nur?"     Nurma yang panik segera berlari menuju tangga, menaiki tangga menuju lantai dua. Ayda masih memandanginya. Bingung kenapa reaksi Nurma seperti itu. Apalagi sekarang Nurma sedang mengetuk pintu kamar Asmara dengan sangat brutal. Ia juga berusaha mengintip apa yang terjadi di dalam sana melalui celah lubang kunci yang sangat kecil. Ya mana kelihatan.     "Nur kamu lagi ngapain sih sebenarnya?" Ayda benar - benar bingung.     "Da ... kayaknya terjadi sesuatu sama Mas Mara deh." Nurma menjelaskan masih dengan segenap kepanikannya.     "Hah, terjadi sesuatu gimana?"     "Kayaknya Mas Mara kambuh."     "Lho kok bisa? Kan Mas Mara udah sembuh."     "Kamu tuh kok kayak nggak tahu aja. Kan udah beberapa kali Mas Mara ngalamin kayak gitu. Dinyatakan sembuh, terus tiba - tiba kambuh lagi."     Ayda nampak berpikir. Sebelum akhirnya ia ikut panik sama seperti Nurma. Ayda pun akhirnya juga mencari cara. Ia berinisiatif membuka kamar Asmara.     Bunyi ceklek yang keras baru saja terdengar. Pintu kemudian terbuka. Ayda dan Nurma sangat lega karena Asmara tidak mengunci pintunya dari dalam. Mereka jadi bisa masuk degan mudah tanpa harus mencari kunci duplikat di bawah sana.     Ayda dan Nurma segera berhamburan masuk. Mereka begitu terkejut menemukan Asmara masih kesakitan di atas ranjangnya. Ia berkeringat banyak. Mencengkeram bagian d**a.     "Mas Mara .... Ya Allah Mas Mara ....." Ayda dan Nurma sama - sama panik.     "Nur ... cepet bilang ke Pak Sapto buat nyiapin mobil. Kita harus bawa Mas Mara ke rumah sakit sekarang." Ayda naik ke atas ranjang untuk memastikan kondisi Asmara.     Sedangkan Nurma berlari keluar untuk mencari Pak Sapto, salah satu supir di rumah ini.     Ayda ingin berusaha membantu, setidaknya meringankan kesakitan Asmara barang sedikit. Tapi ia bingung, gak tahu harus melakukan apa. Ia akhirnya hanya menyeka keringat di kening Asmara. Sembari mengucapkan afirmasi positif bahwa Asmara akan baik - baik saja.     Ayda kemudian kepikiran Rafi dan Emma. Ya, ia harus segera mengabari Rafi dan Emma tentang ini.    ~~~~~ Asmara Samara ~~~~~       Proses membawa Asmara ke rumah sakit berlangsung dramatis. Pak Sapto setelah menyiapkan mobil segera ikut dengan Nurma menuju ke kamar Asmara. Ia kemudian menggendong anak majikannya keluar kamar, menuruni anak tangga dengan hati - hati, namun tetap harus bergerak cepat.     Ia menidurkan Asmara di jok belakang. Sementara ia kemudian menyetir secepat kilat, namun harus tetap hati - hati.     Sampai rumah sakit tidak langsung ada tenaga medis yang menyambut untuk menolong, tentu karena mereka tidak melakukan perjanjian atau mengabari pihak rumah sakit terlebih dahulu.     Seorang perawat datang menghampiri mobilnya yang berhenti di depan UGD.     "Ada yang bisa kami bantu, Pak."     "Iya, Sus. Itu, anak majikan saya kesakitan parah. Sepertinya penyakitnya kambuh. Dia ada di belakang. Tolong segera ditangani."     Suster itu membuka pintu belakang mobil. Melihat kondisi Asmara terlebih dahulu, sebelum berlari ke dalam UGD.     Ketika kembali ia bersama teman - teman tim medis membawa brankar dorong dan beberapa alat untuk melakukan pertolongan pertama.     "Ini Asmara pasien dokter Nicholas dan dokter Ahkam."     "Iya, beberapa waktu lalu dia sudah dinyatakan sembuh."     "Betul. Dia melakukan pengobatan di Singapura."     Mereka mendorong Asmara menuju ke dalam UGD, meletakkannya pada salah satu sekat kosong. Mereka memberi Asmara suntikan untuk membuat Asmara tenang lalu tertidur. Baru lah mereka membawa Asmara ke kamar rawat, dan menghubungi dokter Nicholas, serta dokter Ahkam.     ~~~~~ Asmara Samara ~~~~~     -- T B C --       
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN