Senyum mulai merekah dibibir pemuda tampan dengan sejuta pesonanya, dia adalah Dehan Morgarano. Ia tersenyum karena bisa terus berada didekat Luphidah, gadis yang membuatnya merasakan hal yang berbeda. Pertemuan pertama terkesan aneh, tapi bisa membuat Dehan tertarik pada sosok Luphidah. Kehidupan gadis itupun tak luput dari perhatian Dehan. Sebenarnya ia juga belum paham akan perasaannya pada Luphidah. Entah sayang cinta atau sekedar kasihan, tapi yang Dehan pahami ia sangat peduli pada Luphidah, hingga rela membawanya kerumah orang tuanya meskipun hanya sebagai asisten rumah tangga. Ia juga bersyukur karena sang Ibu juga mau menerima Luphidah dirumah ini. Dehan membayangkan hari-harinya kedepan akan seperti apa saat ada Luphidah didekatnya.
“Ngapain senyum-senyum, Mas?” tanya Mario yang melihat Dehan tersenyum.
“Tidak ada, hanya mengingat masa-masa bahagia saja,” jawab Dehan.
“Aneh!” sinis Mario.
“Kamu jam segini baru pulang, dari mana?” tanya Dehan.
“Ngafe. Ya sudah Mas, aku ngantuk mau tidur dulu.”
Dehan hanya mengangguk sambil melanjutkan berselancar di laptopnya. Tapi pikirannya masih tertuju pada sosok gadis cantik yang kini tengah asyik menikmati mimpinya.
Keesokan paginya, seperti biasa Luphidah akan bangun pukul tiga pagi dan melakukan aktivitas layaknya sebagai asisten rumah tangga. Mulai dari menyapu mengepel dan bersih-bersih lainnya, setelah adzan subuh berkumandang Luphidah menghentikan aktivitasnya dan melakukan sholat subuh sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya.
“Ini aku ngapain ya? Semua pekerjaan sudah aku lakukan, mau nyuci baju juga belum tahu tempatnya dimana, duh gimana ya? Mau masak juga tidak tau harus masak apa,” monolog Luphidah.
“Astagfirullah!” pekik Luphidah saat mendapati ada seseorang dibelakangnya.
“Kamu siapa? Pembatu baru? Ngapain bengong disini?”
“I–iya, Tuan. Saya pembantu baru disini,” jawab Luphidah seraya menundukkan kepalanya.
“Terus ngapain kamu disini? Bukannya kerja malah bengong!”
“Saya sudah selesai bersih-bersih Tuan. Dan saya masih belum tahu harus mengerjakan apa lag– Kak Mario?” ucapan Luphidah terhenti saat ia melihat siapa yang menegurnya itu. Ya dia adalah Mario Morgarano, kakak kelasnya saat di sekolah menengah atas dulu. Pria yang disukai Luphidah dalam diam. Pria yang menjadi cinta pertama Luphidah. Meskipun sikap Mario padanya tidaklah baik. Boleh dibilang buruk, karena Mario sering mengerjai Luphidah.
“Kamu ternyata! Si cewek ontel. Hebat kamu ya bisa kerja dirumahku,” ucap Mario.
“Iya, Kak. Mohon bantuannya,” ucap Luphidah.
“Apa kamu bilang? Bantuan? Dan apa tadi? Kamu panggil aku Kakak? Heh aku itu gak sudi ya kamu panggil kakak. Panggil aku Tuan, dan satu lagi aku gak sudi bantuin kamu. Kamu itu pembantu dan aku ini majikanmu. Jadi kerjakan saja tugasmu. Jangan ngelunjak!” ucap Mario seraya mendorong kening Luphidah dengan jari telunjuknya.
Luphidah hanya diam seraya kembali menundukkan kepalanya saat Mario melakukan hal itu, bagi Luphidah hal itu sudah biasa. Di kerjai dan di olok oleh Mario sudah menjadi makanan sehari-hari selama dua tahun lamanya.
“Dan jangan lupa satu hal gadis ontel. Aku akan selalu membuatmu kesulitan,” ucap Mario lagi sebelum pergi meninggalkan Luphidah.
“Aku salah apa sih sama dia?” monolog Luphidah.
Kini Luphidah mencoba keluar rumah menuju halaman dan menyapu dedaunan yang kering diatas rumput. Meskipun masih gelap tapi Luphidah tidak mau menunggu sang majikan bangun untuk memberikannya tugas, jadi apapun dilakukan oleh Luphidah termasuk menyapu halaman di pagi buta.
“Luphi? Kamu dimana?”
“Cari siapa Ma?” tanya Mario yang mendengar mamanya berteriak.
“Itu si Luphi. Kamu tau dimana dia?” tanya Linda.
“Oh, pembantu baru itu?” tanya Mario dan Linda mengangguk.
“Mungkin masih tidur, Ma,” jawab Mario.
“Ish, kamu ini. Mana ada? Kamu tidak lihat ini rumah sudah rapi dan bersih begini. Siapa lagi yang melakukan kalau bukan Luphi. Kamu juga tidak mungkin,” ucap Linda.
“Ya mana aku tahu, Ma. Ya sudah aku mau joging dulu, Ma,” ucap Mario.
“Nyonya memanggil saya?” tanya Luphi.
“Loh, kok kamu dari pintu depan?” tanya Linda yang melihat Luphi masuk dari pintu depan.
“Maaf Nyonya, saya tadi menyapu halaman depan, dan Tuan Mario mengatakan jika Nyonya mencari saya,” ucap Luphi.
“Mario? Kamu kenal sama Mario? Perasaan kalian baru bertemu didepan sana?” tanya Linda heran.
“Tuan Mario adalah kakak kelas saya saat saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas dulu Nyonya,” terang Luphi.
“Iya kah?” tanya Linda dan Luphi pun mengangguk.
“Lupakan anak itu. Oh iya jangan panggil saya Nyonya, panggil ibu saja. Dan panggil Mario selayaknya kalian dulu sekolah begitu juga dengan Dehan. Panggil dia ‘Mas’ jangan menuruti ucapan Mario yang ingin dipanggil Tuan. Anak itu memang bandel dari dulu,” ucap Linda.
“Baik Nyonya– eh maksud saya, Bu,” ucap Luphi.
“Baiklah sekarang ikut aku. Akan kutunjukkan pekerjaan dirumah ini.”
Luphi pun berjalan mengikuti Linda menuju dapur, dengan telaten Linda menunjukkan apa-apa saja yang harus Luphi lakukan. Mulai dari bersih-bersih rumah, mencuci dan lainnya. Namun soal memasak Linda selalu turun tangan sendiri, sejak dulu suaminya tidak pernah cocok dengan masakan orang lain jadi meskipun ada asisten rumah tangga, Linda tetap masak sendiri. Setelah memberitahu seluruh yang ada didalam rumah ini, Linda menyuruh Luphi untuk membantunya memasak, karena pekerjaan Luphi sudah selesai.
“Tugasmu hanya bersih-bersih saja, Phi. Kalau sudah selesai kamu bisa istirahat atau apalah terserah kamu. Anggap saja ini rumah sendiri ya,” ucap Linda.
“Baik Bu.”
Interaksi kedua wanita itu tak luput dari pandangan Dehan. Ia tersenyum melihat mamanya yang terlihat menerima Luphidah dirumah ini.
“Kenapa senyum-senyum kayak gitu, Mas? Kamu naksir sama dia?” tanya Mario tiba-tiba.
“Astagfirullah Mario! Mengagetkan saja kamu ini,” ucap Dehan.
“Lagian ngapain disini diam-diam mengintip Mama sama anak itu?” tanya Mario lagi.
“Terserah aku dong. Nama dia itu Luphidah bukan anak itu,” ucap Dehan.
“Aku tau,” ucap Mario seraya berjalan melewati Dehan.
“Tunggu dulu!” ucap Dehan menghentikan Mario.
“Apa sih Mas?”
“Kamu sudah kenalan sama Luphi?” tanya Dehan.
“Idih, ogah banget kenalan sama dia! Dia dulu adik kelasku. Dan sekarang ada disini sebagai pembantu, sungguh menyebalkan,” ucap Mario.
“Apa kamu bilang? Adik kelasmu?” tanya Dehan.
“Iya memang kenapa?”
“Bagus dong kalau begitu, jadi kalian bisa akrab-“
“Ogah, bahkan aku ingin mengganggunya terus,” ucap Mario menghentikan ucapan Dehan.
“Kalau berani melakukan itu, maka aku yang akan menghajarmu!” ucap Dehan.
Mario melongo mendengar ucapan Dehan yang membela Luphi. Senyum Mario mengembang, rasanya ingin sekali mengerjai Luphi setiap hari.
“Sepertinya aku menemukan permainan baru, dan itu akan sangat menyenangkan sekali. Dan sepertinya Mas Dehan akan membela si gadis ontel itu,” ucap Mario seraya tersenyum.