Jika yang kalian tahu bunga sakura memiliki tekstur sangat lembut saat disentuh, Sakura justru sebaliknya.
***
Senyum gadis itu terbagi ke setiap pelanggan yang ditemuinya. Melayani pesanan mereka dengan cekatan, tanpa pilih-pilih. Tua ataupun muda, laki-laki ataupun perempuan, bahkan anak-anak sekalipun, semuanya ia layani dengan ramah. Karena memang begitu lah pekerjaan paruh waktunya setiap sore di Kedai Roti Mega Harum.
"Sakura, cepat antarkan roti dan teh ini ke meja nomor dua." Bu Mega, wanita paruh baya yang merupakan pemilik kedai roti itu, memerintah pada seorang gadis tersebut.
"Siap, Bu!" Dengan sigap, gadis yang dipanggil Sakura itu menjalankan apa yang Bu Mega minta. Tangannya bergerak gesit mengangkat nampan yang Bu Mega sodorkan, yang di atasnya terdapat pesanan pelanggan. "Selamat menikmati roti dan tehnya," ucap gadis itu disertai dengan ciri khas keramahannya, yakni senyumannya.
Namanya Sakura Evelyna. Gadis berambut panjang dengan poni menghiasi keningnya, yang memiliki hobi tersenyum pada setiap orang. Ada tiga hal yang harus Sakura lakukan setiap hari. Belajar, menjaga dan merawat ibunya, selain itu; Sakura juga harus bekerja paruh waktu di kedai roti milik Bu Mega setiap ia pulang kuliah sampai pukul 08.00 malam demi memenuhi biaya hidup ibunya dan dirinya sendiri sehari-hari.
"Mbak," panggil seorang pelanggan yang baru saja datang menduduki salah satu kursi pada meja yang kosong.
Sakura berlari menghampirinya. Kedai roti sederhana milik Bu Mega memang tidak memiliki banyak pekerja. Jadi mau tak mau Sakura harus sibuk di saat kedai mereka sedang ramai-ramainya seperti sekarang ini.z
"Mau pesan yang mana, Mas?" tanyanya begitu ramah.
Seseorang itu hanya menunjuk apa yang ingin dia pesan di daftar menu.
Sakura segera mencatatnya. "Minumnya?" tanya Sakura lagi.
Sambil mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di atas meja, pelanggan itu kembali membolak-balikan buku menu yang hanya 4 lembar di hadapannya. Memilih minuman dengan begitu santai. Seolah tidak peduli dengan Sakura yang berdiri menunggunya.
"Sakura, sini bantu Ibu, sebentar."
Teriakan Bu Mega saat itu membuat Sakura merasa sedikit tergesa-gesa dalam menunggu. "Iya, Bu. Nanti aku ke sana," sahutnya. Setelah itu Sakura beralih lagi pada seseorang yang ditunggunya. "Maaf, Mas, bisa lebih cepat milihnya?"
"Pembeli adalah raja. Kamu tahu pepatah itu?" Tanpa melihat ke arah Sakura pelanggan itu bertanya ketus. Tangan dan sepasang matanya masih belum berpaling dari buku menu.
Sakura menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya panjang. Sakura berusaha untuk menyabarkan dirinya sendiri dengan mengelus d**a. Kalau lo nggak mau kehilangan pekerjaan ini, lo harus sabar, Sa. Tahu sendiri Bu Mega, versi perempuan sekaligus versi nyata dari karakter Tuan Krab dalam kartun serial Nickelodeon. Wanita itu pasti lebih rela kehilangan pekerja paruh waktunya ketimbang harus kehilangan satu butir pelanggannya. Kalau tidak mengingat itu mungkin cowok angkuh itu sudah habis kemakan makiannya sekarang.
"Saya tahu, Mas. Saya minta maaf."
Tak lama cowok itu mengangkat kepalanya. Pun dengan Sakura yang segera mengangkat note dan pulpennya, bersiap untuk mencatat. "Mau pesan minum apa, Mas?"
"Nggak perlu dicatat. Saya cuma pesan air mineral."
Sakura ternganga mendengarnya. Sekian menit ia membuang waktunya untuk menunggu, dan ternyata yang cowok itu pesan hanya air mineral?!
"Saya nggak minta kamu untuk terus berdiri di depan meja saya, kan?" tekan cowok itu yang sukses besar menyulut emosi Sakura sejadi-jadinya.
Sakura berangsur dengan hentakan keras pada langkah pertamanya. "Ngerjain gue banget, sih, tuh, orang!" umpatnya.
"Sakura, kalau kamu sudah selesai rapikan meja-meja, kamu boleh pulang, ya."
"Iya, Bu Mega," sahut Sakura pada wanita paruh baya yang berwajah awet muda di usianya yang tidak lagi muda itu.
Selesainya Sakura mengelap meja dan merapikan tatanan kursi-kursi, Sakura melepas celemeknya. Lalu mengambil seporsi bubur yang dibelinya sekitar sepuluh menit sebelum kedai tutup, sengaja untuk ibunya di rumah. Mematikan lampu, kemudian mengunci pintu kedai, dan meletakkan kuncinya di sela-sela lubang angin yang berada di atas pintu. Tidak, kunci itu tidak akan hilang. Kedainya pun tidak akan ada yang merampok. Bu Mega bilang, dia sudah biasa menaruh kunci di sana. Dan semuanya aman-aman saja sampai detik ini.
"Ah, sial! Sepeda siapa, sih, ini!"
Brak!
Kepala Sakura bergerak refleks ke arah sumber suara. "Sepeda gue!" seru Sakura saat ia mendapati kendaraan yang membawanya ke kedai setiap hari sudah terguling di atas aspal.
Sakura buru-buru menyelamatkannya. Mendirikan lagi sepeda mendiang ayahnya, yang kini digunakan olehnya.
"Oh, itu sepeda kamu? Ganti rugi sama saya."
Sakura mendelik tajam, menatap sepasang mata seseorang yang baru saja mengajaknya berbicara. Akan tetapi, tiba-tiba sekarang Sakura malah menyadari sesuatu yang membuatnya lebih menegaskan wajah seseorang itu.
"Lo lagi!" Sakura berdecih dengan salah satu tangan berkacak di pinggang, sementara sebelah tangannya yang lain memegang setang sepedanya. "Lo yang nendang tendang sepeda gue sampai jatuh, kenapa gue yang ganti rugi?!" sentaknya balik, tidak terima. Terlebih saat ia menyadari bahwa cowok itu adalah seseorang yang sama dengan cowok angkuh pemesan air mineral.
Cowok itu tersenyum miring yang sangat menandakan keangkuhannya. "Kamu tau kenapa sepeda kamu saya tendang?"
"Karena lo gila! Nggak jelas! Freak!"
"Karena sepeda kamu udah bikin mobil saya lecet!"
"Eh, lo denger ya," Sakura mengacungkan jari telunjuknya tegas di depan wajah cowok yang lebih tinggi darinya itu. "sepeda gue itu benda mati. Kalau pun mobil lo lecet karena sepeda gue, pasti ada yang nyenggol. Nah, lo salahin tuh yang nyenggol!"
Sambil menurunkan tangan Sakura yang menghalangi pandangannya, cowok itu membalas, "Kalau nggak bisa ganti bilang langsung, nggak usah banyak omong. Saya bisa aja gantiin sepeda kamu. Tapi apa kamu bisa ganti biaya perbaikan mobil saya? Nggak kan? Bahkan satu tahun gaji kamu di kedai ini nggak akan cukup buat ganti biayanya."
Mendengar itu Sakura meneguk salivanya. Benar juga, pikirnya. Tapi seketika Sakura menggeleng cepat. Tetap saja dalam konteks ini ia tidak bersalah! Setelah diam beberapa saat, Sakura membuka mulutnya lagi. "Oh iya, gue tau. Mobil lo pasti harganya mahal, ya?" tanyanya dengan ekspresi terpukau.
Seraya kedua kaki Sakura mengambil langkah menjauh dari cowok itu, namun lebih dekat dengan mobil merah mengkilat yang Sakura pastikan milik cowok itu. Sementara cowok itu melihatnya sambil membaca gerak-gerik Sakura yang mendadak berubah dan sangat bertolak belakang dibanding satu menit sebelumnya.
"Masih baru kayaknya. Pasti belum pernah dicuci kan?"
"Maksud kamu apa?" Cowok itu menuding cepat.
Dengan cepat Sakura mengambil bubur yang awalnya ia beli untuk ibunya, tapi kini semua ia tumpahkan habis di atas kaca depan mobil merah milik cowok itu. Lalu sterofoem-nya Sakura lemparkan ke arah si pemilik mobil. Sampai detik selanjutnya sepasang mata cowok itu melotot tidak percaya, ketika tiba-tiba saja Sakura melakukan hal yang benar-benar di luar dugaannya.
"Sekarang waktunya lo cuci mobil lo! Bye-bye," kata Sakura yang langsung kabur dengan sepedanya, tidak lupa dengan lambaian tangan juga senyuman puas di bibirnya. "Makanya, jangan coba-coba bikin masalah sama Sakura!"
Cowok itu mendecak. Tidak hanya mobilnya, bajunya pun kini kotor terkena bubur dan air karinya. "Kurang ajar!"
Sakura tertawa saat menengok sebentar, ia mendapati guratan ekspresi marah yang terbaca jelas di wajah cowok itu meski dilihat dari kejauhan.
Jika kalian tahu bunga Sakura memiliki tekstur yang lembut saat disentuh, Sakura justru sebaliknya. Tidak seperti namanya, Sakura sama sekali tidak ada lembut-lembutnya. Walaupun mudah tersenyum, sebetulnya di balik itu Sakura galak. Apalagi pada seseorang yang membuatnya kesal seperti cowok tadi.
Karena bersikap galak dan berani adalah cara yang Sakura terapkan sejak kecil untuk bertahan di antara teman-temannya, sehingga membuat siapapun tidak ada yang bisa menindasnya. Jangankan temannya, gurunya saja kadang ia berani lawan kalau ia merasa dirinya tidak bersalah.
Jadi, Sakura sungguhtidak masalah kalau pun ia harus membuang sepuluh ribunya untuk harga seporsibubur. Yang terpenting kekesalannya terhadap cowok itu sejak di kedai tadiakhirnya terbalaskan. Ah, iya, Sakura hampir lupa. Ia harus membelikan bubur lagiuntuk mengganti bubur tadi. Ibunya pasti belum makan malam.
===
To be continue...
Mau next? Vote dan spam komen.