Bab 4

1476 Kata
Kenangan masa sekolah memang paling indah, setiap orang memilikinya. Hati Kinan semakin tercabik melihat Dinar dengan santai menanggapinya. Entah mengapa tidak ada rasa cemburu di hatinya jika Revan dekat dengannya. Dinar selalu sibuk dengan kuliah, Revan sering mengeluh jika kekasihnya terlalu sibuk. Sibuk dengan kuliah dan tugas-tugasnya. Tidak hanya itu, seringkali adiknya terlambat membalas pesan dari Revan karena sedang kuliah, atau di jalan. Kinan tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan emas ini, dia selalu menjadi teman curhat yang baik. Revan awalnya menolak, namun akhirnya keduanya menjadi dekat. Di belakang Dinar mereka sering pergi berdua terutama saat week end. Saat liburan, terkadang Dinar disibukkan dengan tugas kuliahnya. Dia ingin lulus tepat waktu, agar bisa segera menikah dengan Revan. Pikiran sederhana tapi membuatnya bersemangat menjalani hari-hari. Tidak ada yang harus dicurigai, bagi Dinar, sang kekasih dapat di percaya, karena memang bukan tipikal playboy. Jika ada yang suka, pasti akan menjaga jarak dengan perempuan itu. Gadis cantik ini hanya bisa mempercayai perkataan yang keluar dari mulut kekasihnya. Pagi ini Revan berniat menjemput Dinar. “Dinar ada Kin?” tanya Revan. Pria bertubuh kekar itu datang di hari Minggu karena kamarin betal pergi ke Dufan. Rencanaya hari ini adalah ganti yang kemarin. “Ada, bentar gue panggilin.” Kinan mengatakannya sambil berjalan menuju kamar sang adik. Sebelumnya dia sudah merencanakan niat jahat untuk menjebak Revan. Kinan tahu, Dinar hari ini akan pergi untuk observasi di sebuah koperasi di daerah Kampung Melayu. Semalam adiknya bertelepon dengan teman-temannya. Bahwa pihak koperasi menyediakan waktu di hari Minggu. Kebetulan mereka ada acara bakti sosial. Bisa sekalian bertemu dengan para pegawainya, jadi tidak mengganggu pekerjaan di hari Senin. “Sayang, udah lama?” tanya Dinar pada Revan. Berbarengan dengan itu, Kinan sudah menyiapkan minuman yang diberi dengan obat perangsang. Gadis ayu itu nekat, demi mendapatkan Revan seutuhnya apapun akan dilakukannya. “Aku, mau ajak kamu nonton, mau ya?” tawar Revan pada kekasihnya itu. “Maaf, Yang, aku mau pergi observasi, ini sudah mau berangkat,” pamit Dinar. Tampak wajah Revan sangat kecewa. “Kamu kok ga bilang dulu sih! Aku sia-sia datang kalo gini!” amarah Revan sudah tidak dapat dibendung lagi. “Maaf, ya, Yang. Aku lupa ga bilang, terlalu sibuk aku. Demi mempercepat pernikahan kita juga kan?” rajuk Dinar. Revan hanya bisa menahan amarah. Tidak mungkin ia meneriaki dan memaki kekasihnya. “Yang, kamu bisa kan, nonton sama Mbak Kinan,” tawar Dinar. Gadis itu sengaja memancing keduanya. Mengingat kejadian kemarin. Revan tidak menjawab. Membuat rasa curiga pada diri gadis cantik ini. Tiba-tiba dari arah dalam Kinan muncul dengan membawa segelas air jeruk lemon untuk Revan. Dahi Dinar mengernyit, tidak biasanya sang kakak akan membawakan minum untuk temannya ataupun Revan. “Diminum Van,” tawarnya. Revan hanya mengangguk saja. “Yang, aku pamit dulu ya, udah telat. Nanti kalo udah sampai aku kasih kabar,” pamit Dinar sambil mencium pipi Revan. Revan tidak bergeming sedikitpun. Dia kesal dan jengkel, air jeruk di depannya segera dihabiskan dengan tandas. Rasanya seperti tidak minum dalam tiga hari karena jengkel kepada sang kekasih. …………………….. Tubuh Revan mendadak panas. Ada reaksi tak biasa dari dalam tubuhnya. Birahinya tiba-tiba saja naik. Ada rasa ingin melakukan hubungan intim. Pertama kali ia merasakan beda dengan apa yang terjadi pada tubuhnya. Rasa itu semakin parah dan tidak bisa dibendung. Celananya sudah menggembung, menandakan hasratnya harus dipenuhi. “Kin, gue izin ke toilet ya,” pamit Revan. Kinan bersorak, apa yang ia rencanakan berhasil dengan baik. Sebentar lagi Revan akan menjadi miliknya. Gadis ayu ini tidak peduli, bahwa Revan adalah kekasih dari adiknya. Bahkan hubungan keduanya sudah sangat serius, ketika Dinar sudah lulus, mereka akan melangsungkan akad nikah. Mereka tidak bertunangan terlebih dahulu. “Oke, gue anter ya,” ajak Kinan pada Revan. Gadis ayu ini menuntun Revan menaiki tangga menuju toilet yang ada di kamarnya. Hati Kinan bersorak, Revan tidak bisa mengendalikan nafsunya. Kinan mempersiapkan diri, ia mengganti bajunya dengan lingerie seksi yang sengaja ia beli untuk menggoda Revan. Revan cukup lama berada di toilet yang ada di kamarnya. Saat keluar, Revan sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya. Kinan begitu seksi dan menggairahkan. Seperti hilang akal, Revan segera menerkam Kinan dengan liar. Dimulai dengan saling berpagutan, mencecap dari bibir masing-masing. Pintu kamar lupa terkunci saat adegan terlarang terjadi. Mereka berdua berlomba saling memuaskan. Entah berapa lama permainan terlarang mereka terjadi. Revan bahkan tampak sangat menikmati begitu pula dengan Kinan. Mereka seperti sudah lupa dengan daratan. Tidak lagi mengingat bahwa perbuatannya adalah sebuah aib dan dosa. Selain itu, menyakiti hati sanga adik. Suara desahan menggema di seluruh kamar. Mereka tidak sadar, Papa berada di balik pintu kamarnya. Pintu dibuka dengan paksa, saat mereka sedang asyik saling menari memuaskan hasrat binatang mereka. “Apa-apaan kalian berdua?!” bentak papa. Membuat keduanya terkejut dan menghentikan kegiatan terlarang mereka. Revan yang terkejut segera mengambil pakaiannya dengan terburu-buru. Papa menarik rambut Kinan dan menapar pipi anak gadisnya. Pria bertubuh atletis itu serba salah, ingin kabur namun ia kaget, melihat Dinar ada dibelakang pintu. Matanya mengeluarkan bulir bening yang membasahi pipinya. Hati pria ini sangat sakit melihat kenyataan ini. Papa menghajar Kinan habis-habisan, bahkan tubuh telanjangnya terpampang jelas. Ayah sudah kesetanan hingga lupa bisa saja menghilangkan nyawa anaknya. Mereka di lerai oleh beberapa pegawai yang bekerja di sana. Mbok Sum menutup tubuh telanjang Kinan dengan selimut. Tubuh itu sudah penuh lebam dan membiru. Ayahnya sangat kalap saat menghajarnya, hingga membuat Kinan hampir tak sadarkan diri. Sementara itu, ayah segera keluar kamar dan meminta Revan menemuinya di ruang kerjanya. Kekasih Dinar itu menjadi serba salah. “Din, aku jelasin, mengapa ini bisa terjadi. Tidak seperti yang kamu pikirkan. Ada sesuatu dari minuman yang di suguhkan oleh Kinan.” Revan menjelaskan dengan terbata-bata. Ia sadar, telah menyakiti gadis cantik itu. “Terima kasih, hari ini sudah membuktikan semua kecurigaanku selama ini. Tuhan sudah memberikan jawaban hari ini.” Dinar mengatakannya sambil berjalan memasuki kamarnya. Ia menahan tangis. Sungguh tidak menyangka kakak dan kekasihnya menghianatinya. Mereka adalah orang terdekat, mengapa dengan tega berbuat seperti itu. Hingga waktu makan malam tiba, gadis cantik itu tetap di dalam kamar. Dia tidak ingin menemui siapapun yang mencarinya. Hingga sebuah ketukan di pintu kamarnya menyadarkannya. “Ada apa, Mbok?” tanya Dinar. “Non, di panggil Tuan, di meja makan. Ada yang akan di sampaikan kata beliau,” kata Mbok Sum. “Sebentar Mbok,” jawab Dinar. Gadis cantik itu segera turun setelah mendi kilat. Ia bahkan belum ganti pakaian sejak siang tadi. Saat sampai di meja makan betapa terkejutnya dirinya, di sana ada keluarga Revan, sang mantan kekasih juga hadir. Hatinya bertanya-tanya, ada acara apa hingga mereka datang. “Dinar, duduk sayang,” kata ayahnya. “Ya, Yah,” jawabnya singkat. “Ayah, ingin menyampaikan sesuatu. Ayah harap kamu bisa menerimanya dengan lapang, demi kebaikan bersama.” Ayah mengatakannya dengan menatapku tajam. Hati ini mendadak menjadi tidak enak. Sepertinya sesuatu akan terjadi. “Dinar, Ayah tahu hubunganmu dengan Revan sangat serius, tapi kejadian tadi siang membuat Revan harus bertanggung jawab untuk menikahi Kinan. Kita tidak tahu, setelah perbuatan tadi siang, Kinan akan hamil atau tidak, tapi demi nama baik keluarga, mereka berdua harus menikah. Pernikahan akan di gelar seminggu setelah ini. Hanya akad nikah saja, hanya mengundang kerabat dekat saja.” Ayah menjelaskannya dengan tegas. Jika sudah begitu, tidak aka nada yang bisa membantahnya. Hati ini rasanya sudah mati rasa, tidak adakah yang ingin membelaku saat ini? Mengapa seolah hanya kepentingan Kinan saja yang di utamakan sedangkan hati ini tidak ada yang mau memikirkannya. “Dinar …,” panggil Ayah padaku. “Ya, Yah, semoga ini yang terbaik,” jawabku. Setelah menjawabnya ayah meminta kami semua makan bersama. Revan sedari tadi menatapku intens. Diri ini tidak ingin membalas tatapannya. Setelah ini, dia akan menjadi kakak iparku. Hubungan ini sudah berakhir karena penghianatannya. Tidak ada lagi hubungan sepasang kekasih diantara kami. Seluruh anggota keluargaku dan keluarga Revan makan dalam diam. Kinan tidak ikut turun ke bawah, kondisinya tidak memungkinkan untuk turun ke bawah. Saat hendak meninggalkan ruang makan, Ibu Revan memangilku ada hal yang ingin dibicarakannya. “Dinar, Ibu minta maaf ya, Revan telah melukai hatimu. Sungguh, Ibu tidak menyangka akan seperti ini. Kamu tetap jadi anak Ibu.” Ia mengatakannya sambil menangis, ada rasa sedih tak terkira di wajahnya. Aku hanya mengangguk, bibir dan lidahku tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tidak ada kata yang bisa keluar dari mulut ini. Air mataku enggan untuk keluar, diri ini terlalu sedih dengan kenyataan yang seenaknya terjadi. Memaksa semuanya berakhir dalam satu kesalahan. Kesalahan yang mengubah sebuah hubungan yang tidak semestinya. Diri ini sudah lelah dengan semuanya. Segera pamit dan menuju ke kamar. “Din …,” sapa Revan. Aku mendongak melihatnya bersandar di depan pintu kamarku. Tidak ingin melihat wajahnya, segera kuputar badanku. Saat hendak menuruni tangga, ia mencekal lenganku. “Ampuni aku, Din. Semua ini di luar kuasaku. Minuman yang di berika Kinan  mengandung obat perangsang. Aku bawa gelasnya untuk di periksa di laboratorium. Hasilnya ada kandungan obat perangsang.” Mantan kekasihku menjelaskan dengan wajah memelas. “Aku rasa, bukan urusanku lagi,” jawabku singkat. “Din, kamu harus percaya sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan,” katanya memelas. Aku hanya diam dan melangkah meninggalkannya. Dia tahu, jika aku marah akan diam. Sementara itu, Kinan yang ada di kamarnya ternyata menguping pembicaraan kami. Sungguh diri ini tidak menyangka dengan kelakuannya. Tega! Kinan keluar kamar dengan wajah lebam. Ia menyapaku dan menyampaikan permohonan maaf. Aku merasakan kebohongan dari dirinya. “Din, Mbak minta maaf untuk semua ini. Mbak khilaf ….” Perkataannya tidak dilanjutkan. Diri ini tidak menjawabnya terlalu lelah pikiran dan hati.                
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN