4. Penolakan Gendis

1193 Kata
Seharusnya semua wanita akan sangat bahagia dan berbunga-bunga jika dilamar oleh seorang laki-laki. Walaupun ada sebuah janji yang indah disana, entah kenapa Gendis tidak berminat sama sekali untuk mengiyakan tawaran yang Glen berikan padahal dia tahu Glen cukup kaya untuk menghidupi keluarga Gendis. Rasa sakitnya karena perbuatan Adam, membuat gadis itu benar-benar enggan untuk memikirkan sebuah pernikahan. Bisa saja saat ini Glen memang ingin bertanggung jawab atas perbuatannya walaupun tidak sengaja. Namun siapa yang tahu jika laki-laki itu sebenarnya sudah punya calon istri dan malah memilih menikah dengan wanita biasa-biasa saja seperti dirinya. Sungguh hati Gendis tidaklah siap untuk memulai lembaran baru bersama seorang laki-laki yang sama sekali tidak dia kenali itu. Gendis hanya menyunggingkan senyum dan meremehkan perkataan Glen kemudian melipat kedua tangannya didada dengan sorot mata yang menurut Glen aneh karena sama sekali tidak terpancar kebahagiaan atas pertanggung jawabannya. "Tuan, saya hanya gadis miskin. Saya hanya akan merepotkan dan menghabiskan harta anda. Sedangkan anda? Saya tahu anda bukan laki-laki biasa karena orang tua anda bisa menyewa semua kamar di hotel ini. Tapi mohon maaf sekali, saya sama sekali tidak tertarik dengan tawaran anda barusan. Saya harap anda tidak mengganggu pekerjaan saya lagi karena saya punya keluarga yang harus saya cukupi. Permisi!" Gendis hendak beranjak pergi. Namun sayangnya tangan Glen lebih cepat meraih tangan Gendis untuk menahan langkah kakinya. "Tunggu! Tolong … pertimbangan lagi! Saya takut ada hasil dari perbuatan kita semalam. Dia tidak bersalah jika dia benar-benar ada dalam perutmu nanti. Siang ini saya harus kembali ke Italia. Ikutlah denganku dan mari kita bahagia bersama disana." Glen masih berusaha membujuk Gendis. Ekor mata Gendis pun beralih menatap tangan Glen yang menahan tangannya. Sentuhan itu terasa hangat dan seolah memberikan rasa tenang atas pertanggung jawaban laki-laki matang dengan wajah dingin tersebut. Namun hati Gendis benar-benar tidak bisa menerima Glen begitu saja. Dia sangat takut kembali terluka. "Pergilah dan hidup tenanglah disana! Andai perbuatan kita akan menghasilkan nyawa baru, saya tidak akan membunuhnya ataupun mencari anda, Tuan. Singkirkan tangan anda karena saya harus kembali bekerja!" Sedih memang karena Glen ditolak mentah-mentah untuk pertama kali oleh seorang wanita. Padahal dia tidak kurang tampan apalagi kurang harta. Seharusnya wanita manapun langsung menerima lamarannya karena secara fisik dan finansial Glen tidaklah buruk. "Baiklah!" Glen pun melepaskan tangannya yang sejak tadi menahan tangan Gendis. Gadis itu masih saja memberikan tatapan sinis pada Glen. "Kamu bisa hubungi saya dan pakai kartu ini jika kamu butuh sesuatu." Glen memberikan sebuah kartu berwarna hitam juga sebuah kartu nama miliknya pada Gendis. "Dan ini … name tag kamu," lanjut Glen memberikan tanda pengenal milik Gendis yang tertinggal di kamar Glen. Sayangnya Gendis hanya mengambil name tag nya saja kemudian memakai tanda pengenal tersebut di bagian dadanya. Setelah terpasang, Gendis kembali menatap Glen dengan sorot mata yang belum berubah sama sekali. "Terima kasih atas kebaikan anda, Tuan! Saya permisi!" ucap Gendis kini benar-benar berbalik badan dan ingin melangkah keluar dari ruangan yang menurutnya tidak memberikan banyak oksigen. "Astaga! Hatinya benar-benar terbuat dari batu," gumam Glen, tetapi dia masih belum menyerah dan langsung mengejar Gendis sebelum wanita itu benar-benar keluar dari ruangan tersebut. Kini tubuh Glen berdiri tepat di hadapan Gendis yang tangannya sudah terulur untuk membuka pintu. "Mungkin kamu belum butuh uang saat ini, tapi aku yakin kamu akan membutuhkannya." Glen memasukan kartu nama juga kartu berwarna hitam dalam saku pakaian yang Gendis kenakan. Setelah dua kartu itu masuk dengan aman ke dalam saku pakaian Gendis, Glen pun berbalik badan dan dialah yang keluar terlebih dahulu dari ruangan itu sebelum Gendis kembali melayangkan protesnya. *** Menjelang jam makan siang, hotel tempat Gendis bekerja sudah normal kembali. Tidak ada lagi orang-orang yang lalu-lalang sebanyak hari sebelumnya. Hanya ada beberapa orang biasa yang akan menginap disana. Banyak pegawai yang sedang berbisik membicarakan tentang bonus yang akan mereka dapatkan karena acara pesta pernikahan mewah yang dilakukan oleh pria paruh baya yang bernama Tuan Wilson itu sukses dan sang penyewa puas dengan pelayanan di hotel tersebut. "Serius kita akan dapet bonus sebanyak itu?" "Iya, itu aku dengar dari beberapa staf bagian atas." "Wah … bakal langsung shopping kita dengan bonus sebanyak itu." "Bener banget!" Sedangkan Gendis hanya menjadi pendengar saja. Dia malah tidak senang mendapatkan banyak bonus karena uang itu juga tidak akan bertahan lama dalam genggaman tangannya. Seberapa keras Gendis menyembunyikan gaji dan bonusnya, sekeras itu juga sang Ayah mendapatkan uang tersebut. Kini langkah kaki Gendis menjadi gontai dan seolah terlalu lelah untuk melangkah lagi. Dirinya bahkan tidak yakin bisa mendapatkan gaji serta bonus besar yang sedang jadi trending topik di hotel tempatnya bekerja itu. "Aw!" rintih Gendis saat bahunya menabrak bahu seseorang. Gendis yang tidak fokus dengan langkah kakinya benar-benar tidak tahu jika dia akan menabrak seorang wanita cantik yang begitu dia kagumi sebelumnya. "Ma-maaf, Nona!" ucap Gendis dengan penuh penyesalan dan membungkukan badannya sebagai tanda maafnya. "Nggak pa-pa, Mbak! Apa Mbak … em … Mbak Gendis baik-baik saja?" tanya wanita bernama Chelsea yang ditabrak oleh Gendis setelah membaca tanda pengenal milik Gendis. Segera Gendis menegakkan tubuhnya untuk menatap wanita cantik nan ramah yang ada di depannya bersama seorang laki-laki yang Gendis tahu itu adalah suaminya. "Saya tidak apa-apa, Nona! Sekali lagi saya mohon maaf karena saya tidak fokus," jawab Gendis diiringi senyuman manis. "Mbak pasti sangat lelah ya karena pesta pernikahan saya semalam?" tanya Chelsea lagi yang semakin Gendis kagumi karena keramahannya. "Oh, bukan-bukan! Saya sebagai pelayan disini merasa senang atas pesta pernikahan anda, Nona. Bahkan semua staf disini karena kami mendapatkan banyak bonus atas pesta pernikahan kalian." Jawaban Gendis mampu membuat Chelsea dan suaminya yang bernama Ben terkekeh mendengar kejujuran gadis itu. "Baiklah, terima kasih atas pelayanan kalian. Kami sangat puas dengan hotel ini." Chelsea mengulurkan tangannya kemudian mengusap bahu Gendis dengan sebuah senyuman. Gendis hanya membalas senyuman tersebut. "Kenapa lama sekali?" Tiba-tiba dari arah belakang Gendis terdengar suara kesal seorang laki-laki yang lagi-lagi Gendis kenali. "Punya Kakak kok nggak sabaran amat!" gerutu Chelsea menatap sinis Glen yang kembali masuk ke dalam hotel untuk menyusulnya karena Chelsea tidak juga masuk ke mobil. Gendis pun berbalik badan menatap kembali laki-laki yang telah menghabiskan waktu satu malam bersamanya. Sorot mata mereka berdua kembali bertemu. "Ternyata dia Kakak dari Nona itu. Tapi kenapa sifatnya sangat beda jauh," batin Gendis. "Papi dan Mami yang nggak sabar," jawab Glen, tetapi ekor matanya masih fokus pada Gendis. Sikap itu membuat Chelsea mengangkat satu alisnya karena heran kenapa sang Kakak melihat pelayan di hotel tersebut dengan sorot mata yang berbeda. "Iya. Ayo Mas," kata Chelsea kembali memeluk tangan sang suami untuk pergi menuju mobil yang telah menunggu mereka. Namun langkah kaki Chelsea terhenti tepat di sisi Glen yang masih berdiam diri dengan tatapan aneh dan tidak teralihkan dengan wanita bernama Gendista Aurelia yang baru berpapasan dengannya. "Kak!" Panggil Chelsea menyadarkan Glen dari lamunannya. Gendis yang juga sejak tadi juga tidak memalingkan wajahnya untuk menatap Glen, kini segera berbalik badan dan pergi dari tempat tersebut. Glen terlihat menghela napas berat seolah enggan untuk pergi meninggalkan hotel itu. "Apa Kakak kenal dengan pelayan bernama Gendista Aurelia itu?" tanya sang adik, tetapi Glen memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu dan segera melangkah menuju pintu keluar karena orang tua juga Kakaknya Andrew sedang menunggunya. Siang itu juga, Glen akan pulang kembali ke Italia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN