Malam itu Luna tidur pulas sekali. Entah kapan terakhir kalinya ia tidur tanpa terganggu oleh mimpi-mimpi. Mungkin karena merasa nyaman dalam pelukan sang suami. Ia juga sudah lupa kapan terakhir kali dipeluk oleh orang lain selain Seto, orang tuanya, misalnya. Mungkin saat masih bayi atau balita, di mana ingatannya sudah terkikis oleh masa dan goresan luka. Pagi harinya Luna terlambat bangun, sedangkan Seto sudah bangun terlebih dahulu. Anehnya, Seto tidak membangunkannya. Pria itu malah sibuk dengan ponselnya, lalu tersenyum manis saat ia membuka mata. Akibatnya, Luna tidak sempat memasak. Sesekali ingin juga rasanya, ketika bangun tidur sudah ada sarapan tersedia di atas meja. Bukankah romantis bila seorang suami turun ke dapur dan istrinya berlagak bak ratu sehari? Namun, ia tidak ma

