27. Coundown

1708 Kata

It is not the pain. It's who it came from.   Three ... two ... one .... Oh, damn! You're still alive! Luna menghitung mundur dalam hati. Matanya terpejam rapat. Kalau boleh berharap, inginnya saat itu sudah mati. Tetapi nyatanya, kakinya masih berdiri dengan sama baiknya seperti sebelumnya. Paru-parunya terasa mau meledak ketika ia berusaha menahan napasnya.  Jemarinya mencengkeram ujung baju dinasnya sampai terasa kebas. Kepalanya menunduk dalam-dalam. Bolehkah ia merasa hancur, saat kejadian yang disangkalnya mati-matian itu ternyata memang terjadi, dan kenangan buruk itu bukan hanya mimpi? “Lucu juga, ya, To, bila seorang duda mempertanyakan keperawanan,” sindirnya pedas tanpa menatap Seto.  “Lho? Kok, gitu?”  “Bukankah kita impas sekarang?” “Gue, kan, cuma kepingin tahu, Na. Ap

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN