Pernikahan yang mengejudkan

1371 Kata
Hari ini akan diadakan acara akad nikah pernikahan Amran dan Kana, suasana rumah telah dipadati dengan kerabat dekat dan para tamu undangan. Kana Ayu Wardani seorang perempuan cantik yang saat ini bekerja disalah satu rumah sakit swasta yang cukup terkenal. Sebagai seorang dokter umum, Kana telah memiliki banyak pasien dan ia juga sedang berusaha untuk mendapatkan beasiswa agar bisa kembali melanjutkan kuliahnya mengambil spesialis. Namun saat ini ia ingin fokus dengan keluarga kecil yang akan ia bangun bersama calon suaminya. Kana telah memakai hiasan cantik di rambutnya, wajahnya juga sudah di makeup dan ia telah memakai kebaya putih yang telah melekat indah di tubuhnya. Kana berasal dari keluarga sederhana yang harmonis dan ia bangga dengan kedua orang tuanya yang telah berusaha menyekolahkan anak-anaknya termasuk dirinya yang telah berhasil menjadi seorang Dokter. "Ya ampun kamu cantik banget Kana," ucap Bita salah satu sahabatnya yang juga berprofesi sebagai seorang Dokter. "Alhamdulilah Terimakasih Bita sayang," ucap Kana. "Pengantin laki-lakinya belum datang loh, sabar ya Dokter cantik," goda Bita. "Iya..." ucap Kana. "Kalau kalem kaya gini gue jadi aneh sama lo, Kana," ucap Bita. "Mulai sekarang kita bicaranya harus halus Bita, apalagi nggak enak kalau kedengaran keluarga suami aku yang pecicilan kayak biasa," bisik Kana. Calon ibu mertuanya memang terlihat manis padanya namun ia tahu ternyata ibu mertuanya itu hanya bersandiwara baik padanya. Ia pernah tanpa sengaja mendengar pembicaraan orang tua Amran yang mengatakan jika dirinya bukanlah calon menantu idamannya. "Jadi sekarang aku nggak gue lo lagi kita bestie?" Goda Bita. "Kita kan bukan anak kampus lagi yang gaul," ucap Kana membuat Bita tersenyum. "Aku sangat bahagia karena ternyata senior yang pintar dan tampan itu yang terkenal seantero kampus, jadi suami sahabatku yang cantik ini," ucap Bita. Kana tersenyum karena saat diperkenalkan keluarga saat itu harusnya ia akan menikai cucu sulung Kakek Ali yang lain, tapi ternyata Seniornya Amran yang hadir saat itu menawarkan diri jika ia ingin menikahi Kana. Tentu saja gayung bersambut Kana sangat menyetujuinya karena ia kagum akan sosok Amran yang sangat tekenal di fakultasnya bahkan dikampusnya. Apalagi Amran dulu adalah presiden kampus yang disukai banyak mahasiswi yang mengaguminya dan suatu kehormatan ketika Amran mengajaknya menikah. "Deg-degan nggak?" Tanya Bita. "Iya, aku dari tadi deg-degan banget," ucap Kana. Tiga puluh menit berlalu harusnya akad nikah telah dilaksanakan, namun acara belum juga dimulai. Sejujurnya Kana merasa sangat khawatir namun ia berusaha untuk tetap tenang, "Kok Mas Amran dan keluarganya belum datang ya Bita?" Tanya Kana. "Iya harusnya udah datang dari tadi, biar aku yang lihat ya!" Ucap Bita. Kana menganggukan kepalanya dan Bita segera keluar dari kamar ini. Bita melihat keadaan yang terjadi di ruang keluarga dan terdengar perdebatan disana. Ia ingin mendengarnya namun dua orang dari pihak mempelai laki-laki melarang Bita untuk mendekati mereka dan Bita akhirnya kembali kedalam kamar Kana. "Udah datang keluarga mempelai laki-laki, kayaknya lagi ngumpul gitu di ruang keluarga, aku masuk tapi nggak dibolehin, aku lupa aku bukan keluarga kamu hehehe, tapi Kanan merka yang menghadang aku masuk itu tampannya keterlaluan hehehe..." kekeh Bita. "Aduh Ta, kamu kan udah dianggap anak juga sama Ibu dan Ayah. Hmmm....keluarga Mas Amran memang banyak yang tampan," ucap Kana. Ia menghembuskan napasnya dan terlihat sangat khawatir membuat Bita menatap sendu Kana, ia yakin saat ini pasti ada sesuatu yang tidak beres yang sedang terjadi. "Nggak usah khawatir hari ini aku yakin aku tetap bakal jadi istri orang,"ucap Bita mencoba menenangkan Kana. "Iya," ucap Kana tapi mengapa ia memiliki firasat jika saat ini ada sesuatu yang terjadi namun ia berusaha menghilangkan pikiran negatif itu dari pikirannya. Beberapa menit kemudian seseorang mengetuk pintu kamar Kana membuat Bita segera membukanya. "Akad nikah baru saja selesai dan mempelai perempuan diminta untuk kebawah bertemu suami dan menandatangi berkas," ucap seseorang yang meminta Kana agar segera keluar dari kamarnya. Kana tesenyum dan ia menganggukkan kepalanya, lalu ia melangkahkan kakinya dengan pelan dibantu Bita yang memegang lengannya. Bita memapah Kana menuju altar pernikahan tempat dimana akad nikah baru saja terjadi. Kana melihat Lifia dan Kiran adiknya meneteskan air matanya, keduanya terlihat sangat haru namun keduanya tidak mendekatinya. "Kayakanya microfonnya rusak kok kita nggak kedengaran ijab kabulnya," bisik Bita. Kana memilih untuk tidak menjawab karena saat ini jantungnya berdetak dengan kencang. Keduanya menuruni tangga dan terlihat para tamu sedang menatap kearah pengantin perempuan yang terlihat sangat cantik. Kana duduk disamping laki-laki yang saat ini telah menjadi suaminya, namun ketika ia mengulurkan tangannya dan mencium tangannya suaminya lalu mengangkat wajahnya menatap wajah suaminya. Betapa terkejutnya Kana karena suaminya ternyata bukanlah Amran tunangannya, tapi laki-laki lain yang belum pernah ia temui. Kana mencoba menahan diri agar tidak mempermalukan keluarganya dan ia berusaha bersikap tenang. Kana menandatangi berkas pernikahannya dengan tangannya yang bergetar. Rasanya seluruh tubuhnya kehilangan tenaganya dan ia merasa ingin pergi dari sini saat ini juga, namun ketika melihat wajah sang ayah pucat pasih dan terlihat begitu menyedihkan membuatnya menahan dirinya untuk tidak berbuat sesuatu yang merusak nama baik keluarganya. Tepuk tangan yang meriah oleh para keluarganya dan kemudian terdengar doa lalu setelah itu suara laki-laki yang berat mengucapkan janji pernikahaan membuat air mata Kana menetes. 'Dia bukan Mas Amran, dia siapa? Apa yang sebenarnya terjadi,' Batin Kana. Pernikahan dilanjutkan dengan mengganti pakaian pengantin dan kemudian akan diadakan resepsi pernikahan sederhana setelah akad nikah. Terdengar suara ricuh musik alunan lagu dengan para keluarganya yang terlihat bernyanyi ruang seolah tak ada masalah dengan pernikahaannya. Tak terlihat jika telah terjadi sesuatu yang besar saat ini apalagi yang bersanding dipelaminan juga bukan orang tua Amran. Orang tua Amran tampak duduk dikursi tamu bersama kerabatnya. Laki-laki tampan dan gagah yang duduk disamainya itu juga tidak mengatakan apa-apa sejak tadi, wajahnya terlihat kaku dan ia memang sepertinya sangat tidak suka dengan pernikahan ini. Ibu Kana sudah tidak tahan lagi untuk tidak mengatakan apa-apa kepada putrinya, ia mengambil tisu dan mendekati Kana lalu membersihkan keringat yang mentes di dahi Kana dengan pelan. "Kamu yang sabar yang nak, apapun yang terjadi ini demi kebahagian kamu," bisiknya pelan dan terdengar lirih. "Ya," ucap Kana pelan dengan suaranya yang bergetar. Ekspresi keluarga besarnya juga terlihat muram, namun tidak dengan kedua orang tua laki-laki ini yang sejak tadi tersenyum menyambut paa tamu. Kana mengalihkan pandanganya menatap wajah dingin laki-laki ini, ia bahkan baru mengetahui jika nama laki-laki ini adalah Serkan ketika melihat buku nikah yang ia tanda tangani. Wajah yang tampan dengan garis wajah yang tegas, hidung mancung dan bibir yang terlihat merah alami lalu matanya yang tajam bak elang. Serkan memang lebih tampan dari mantan tunangannya dan ia tidak tahu siapa sebenarnya laki-laki ini. Apa pekerjaanya dan apakah pernikahan ini hanya sandiwara saja karena Amran tidak datang. Entahlah pikiran Kana saat ini sangat kalut dan ia menahan diri untuk tidak menangis. 'Kamu dimana Mas, kamu yang bilang ingin menikah denganku kenapa kamu tidak ada,' Batin Kana. Setelah semua resepsi selesai diadakan Kana saat ini berada didalam kamarnya dan ia segera mengganti pakaiannya. Pukul empat sore rasa laparnya membuatnya merasa ia tak perlu lagi bersandiwara menjadi perempuan lembut yang pasti akan menangis berhari-hari disudut kamar karena ternyata orang yang ia nikahi bukanlah laki-laki yang ia cintai. Kana mengambil ponselnya dan membaca pesan Bita jika ia pamit pulang dan berjanji akan bertemu Kana untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kana keluar dari kamarnya dan ia melihat adiknya Kiran mendekatinya lalu memeluknya. "Nggak usah lebai Mbak nggak akan nangis didepan kalian seperti hujan runtuh yang bakal membuat Mbak terlihat jelek karena hancur," ucap Kana membuat Kiran tesenyum. Meskipun keduanya hanya berbeda umur satu tahun, namun keduanya terlihat sangat mirip hingga dikira anak kembar. "Kirain tadi Mbak bakal nangis tujuh hari tujuh malam," ucap Kiran. "Mbak lapar Kiran, kamu ambilin Mbak makanan yang mbak butuhkan makan karena makan itu untuk bertahan hidup!" Ucap Kana membuat Kiran tersenyum lega karena Kana terlihat kuat. Beberapa menit kemudian Kiran membawakan Kana makanan dan Kiran melihat jejak air mata yang saat ini ada dipipi Kana. "Katanya nggak nangis tapi kayaknya baru saja nangis," ucap Kiran. Kana memakan makanannya dan air matanya mengalir begitu saja membuat Kana menghela napasnya. "Yang sabar Mbak, laki-laki kayak gitu nggak pantas ditangisi!" Ucap Kiran. "Tega banget kalau nggak mau nikah harusnya dibatalin sebulan yang lalu," ucap Kana. "Itu tuh yang membuat Ayah marah besar tadi, untung saja Kakek Ali bawa lelaki cadangan," ucap Kiran membuat Kana melempar bantal kursi kearah Kiran karena kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN