Bab 5

1386 Kata
Adara membeku saat melihat beberapa orang pria membereskan isi ruangannya. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada perusahaan milik almarhum ayahnya. Hampir satu bulan ini, Marcel melarang Adara datang ke kantor. Kalau ingin rencananya untuk merebut perusahaan dari Adnan berhasil, maka Adara tidak diperbolehkan untuk datang ke kantor. Begitulah kira-kira perkataan Marcel kepada Adara, tiga minggu yang lalu. Tanpa berpikir panjang, Adara mengikuti keinginan Marcel. Demi cintanya kepada pria itu, katanya. "Kenapa barang-barang di ruangan ini dikeluarkan?" Adara menarik sebuah bingkai foto, dari tangan seorang pria. Siapa yang memerintahkan kalian untuk melakukan ini semua!" ucapnya lagi. "Oohh, Sayang … jangan marah-marah seperti ini dong. Nanti cantiknya luntur." Ucap Marcel, yang baru saja datang. Pria itu langsung memeluk tubuh Adara dari belakang. "Kalian semua tolong tinggalkan ruangan ini. Aku ada sedikit urusan dengan calon istriku yang cantik ini Setelah aku selesai, kalian bisa melanjutkan pekerjaan kalian." Mengibaskan tangannya untuk mengusir beberapa orang pria yang sedang mengosongkan ruangan tersebut. Para pria bertubuh tegap tersebut mengangguk. Mereka segera keluar dari ruangan, sesuai dengan perintah Marcel. Adara langsung menuju ke kursi kebesaran. "Coba jelaskan, Mas! Aku yakin kamu tahu apa yang sedang terjadi disini." Marcel mendekati, "Jangan terburu-buru seperti ini, Sayang. Sebelum aku memberikan kabar gembira kepadamu, aku ingin meminta hadiah untukku darimu." Seringai Marcel. Mendekati wajah Adara. "Layani aku! Maka aku tidak akan mengusirmu dari sini. Kau masih bisa bekerja sebagai pemuas nafsuku, Adara!" Bisiknya. Mata Adara membola, "Ma … ksud, kamu?" "Dengarkan aku baik-baik, Adara Sherlindah Rahardi, aku Marcel Adityaswara. Sudah berhasil mengambil alih perusahaan ini." Adara menggelengkan kepalanya, "Tidak mungkin, Mas. Kamu pasti bohong kan? Perusahaan ini milik Adnan! Kamu tidak akan mungkin bisa merebutnya, tanpa izinku, Mas?" "Tiga minggu yang lalu, memang ini perusahaannya. Sekarang tidak!" tegas Marcel. "Jadi …, kamu sudah berhasil mengambil alih perusahaan ini? Oh … Tuhan, Mas. Aku bahagia sekali … itu artinya, kita bisa menikah dan aku akan segera mengirimkan gugatannya ceraiku kepada Adnan." Ucap Adara berbinar. Ia segera mendekati Marcel. Marcel menghentikan langkah Adara dengan tangannya, "Stop! Jangan mendekat, Adara! Mulai saat ini kita tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Bukankah tadi sudah aku katakan. Jika kamu ingin tetap berada di sini, jadilah wanita pemuas nafsuku. Namun, jika kamu menolak, silahkan keluar dari sini dan pergilah dari hidupku." Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kanan Marcel. Pria itu mengusap pipinya yang terasa panas karena tamparan Adara. "Pergilah! Sebelum aku menyeretmu keluar dari ruangan ini. Satu hal lagi yang harus kau ketahui, semua aset yang kau miliki telah berganti nama menjadi milikku. Termasuk deposit dan mobil yang kau bawa." Berjalan mengelilingi Adara. Adara sedikit meringis menahan perih pada telapak tangannya. Nafasnya memburu. Buliran bening mulai turun membasahi pipinya, "Kenapa kau tega melakukan ini semua kepadaku? Bertahun tahun kita bersama. Semuanya telah aku korbankan untukmu, Mas!" Serak Adara. "Sebenarnya, aku mendekatimu karena aku ingin merebut perusahaan ini. Karena Handoko, ayahmu, berhasil meruntuhkan perusahaan ayahku. Kau tahu apa akibatnya bagi keluargaku? Ibuku pergi meninggalkanku. Karena tidak sanggup hidup miskin!" "Apa? Jadi kamu?" "Iya benar! Aku tidak pernah mencintaimu, Adara." Marcel menghempaskan tubuhnya di atas sofa, "Pergilah! Sebelum aku mengusirmu. Jangan lupa tinggalkan kunci mobil yang kau gunakan." "Aku mohon jangan seperti ini, Mas! Jangan usir aku. Bukankah kamu telah berjanji akan menikahiku? Dan aku yakin, kamu mencintaiku. A--ku …," "Cukup, Dara! Aku memang sempat mencintaimu! Tetapi, semenjak kau menikah dengan office boy itu, tidak ada lagi cinta untukmu. Aku tidak sudi menikah dengan wanita bekas bekas laki-laki lain." "Aku hanya menikah dengan Adnan, Mas. Dia hanya suami di atas kertas. Dia belum pernah menyentuhku sama sekali!" "Benarkah? Kalau begitu …, buka seluruh pakaianmu! Aku ingin melihat apakah kau masih gadis atau bukan." Ucap Marcel acuh. Adara mengepalkan tangannya kuat, "Baik! Jika itu yang kamu inginkan. Sebelum aku melakukannya, kamu harus berjanji untuk menikahiku jika aku masih gadis." "Akan aku pertimbangkan!" Jawab Marcel santai. "Bukalah! Aku ingin melihatnya, atau mungkin akan mencicipinya terlebih dahulu." Menaikkan satu alisnya. Dengan tangan bergetar, Adara mulai membuka satu persatu pakaian yang ia gunakan. Ia menutup kedua matanya. Dengan gerakan lambat, pakaian yang digunakan oleh Adara, berjatuhan ke lantai. Tanpa wanita itu safari, beberapa orang pria yang tadi sedang membersihkan ruangan, sudah berbaris di kiri dan kanan Marcel. Pria itu merasa puas. Karena bisa membalaskan dendamnya kepada Handoko. Saat tangan Adara mulai menjangkau kaitan yang ada di punggungnya, seorang pria datang dan memeluk tubuh Adara. "Apa yang sedang kamu lakukan? Dimana harga dirimu?" menutupi tubuh Adara yang nyaris saja polos, dengan jaket yang ia gunakan. "Adnan?" Adara membuka kedua matanya. "Kenapa kau berada di sini? Jangan sok perhatian kepadaku, Nan. Kau tahu, aku melakukan ini semua agar kekasihku yakin, jika kau belum pernah menyentuhku!" Segah Adara. "Bukan seperti ini caranya, Mbak! Jika dia memang tulus mencintaimu, dia akan menerima segala kekuranganmu! Buka matamu lebar-lebar," Adnan beranjak dari hadapan Adara, "Lihatlah, Mbak!" menunjuk beberapa orang pria yang sedang berada di sisi Marcel. Mata Adara memanas. Melihat para pria yang tersenyum menggoda padanya. Tubuhnya bergetar. Menahan isakan. "Mas … ka-kamu. Hiks hiks. Kamu tega melakukan ini semua kepadaku?" Apa salahku?" "Ini semua murni kesalahan Handoko. Aku hanya ingin membalaskan dendam keluargaku. Aku cukup puas. Aku yakin Handoko menangis di neraka sana. Melihat putrinya yang tercinta nyaris polos tanpa busana di hadapan banyak pria. Tetapi aku sedikit kecewa. Karena office boy ini malah datang kesini. Sehingga aku dan bawahanku ini gagal mencicipi tubuhmu." Menghela nafas berat, "Office boy, bawalah istri kau pulang. Sebelum para bawahanku ini tidak mampu menahan hasratnya." Rahang Adnan mengeras, "Jaga mulutmu, Marcel!" Mendekati Marcel. Bug! Pukulan telak diberikan Adnan di pipi kanan Marcel. Sehingga pria itu terhuyung ke belakang. Para pria yang berada di samping Marcel, segera menahan dan mengukung tubuh Adnan. "Hajar dia!" Segah Marcel. Bug. Bug. Bug. Secara membabi buta, para bodyguard Marcel menghajar Adnan. Hingga pria itu hampir kehilangan kesadarannya. "Hentikan!" Adara mencoba menarik para pria yang sedang memukuli Adnan. "Lepaskan suami saya! Atau kalian semua akan berakhir di penjara!" Segah Adara, karena tidak ada yang mau mendengarkan ucapannya. "Cukup!" Marcel menepuk bahu salah satu bodyguardnya. Mereka semua mengangguk dan mendorong tubuh lemah Adnan ke bawah kaki Adara. "Bawa suamimu dari sini! Sebelum mereka membunuhnya. Ingat! Jangan bawa dia pulang ke rumahku!" Marcel segera keluar dari ruangan tersebut. Ada guratan luka yang terpancar dari bola matanya. Hatinya juga terasa sakit, saat Adara membela Adnan. Maafkan aku, Dara. Aku terpaksa melakukan ini semua. Agar kamu bisa lepas dari dendam ayahku. Marcel segera masuk ke dalam kamar mandi untuk menyembunyikan kesedihannya. "Kamu tidak apa-apa, Nan?" Adara membantu Adnan berdiri. "Tidak apa-apa, Mbak. Ayo pakai pakaiannya, Mbak. Kita pergi dari sini. Aku sudah mengetahui semuanya." Ucap Adnan. Adara mengangguk. Ia segera mengenakan pakaiannya. Saat mereka keluar dari ruangan tersebut, beberapa orang karyawan menatap iba kepada sepasang suami istri itu. Dengan langkah tertatih mereka berdua meninggalkan gedung perusahaan tersebut "Mbak, bisa bawa motor, kan?" tanya Adnan. Saat mereka sampai di parkiran. Adara mengangguk, "Itu motor kita." Adnan menunjuk sebuah motor matic yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Pria itu juga menyerahkan sebuah kunci kepada istrinya. Adara menerima kunci motor tersebut dan menuntun tubuh lemah Adnan ke arah motor. "Untuk sementara waktu, Mbak tinggal bersama saya, ya. Sampai saya menemukan cara untuk merebut ini semua." Adara mengangguk, dan menyalakan mesin motor. Dengan sangat hati-hati Adnan naik ke atas motor matic, yang akan dikendarai oleh istrinya. Sebelum menancap gas sepeda motor, Adara mengangkat wajahnya untuk melihat gedung yang menjulang tinggi milik almarhum ayahnya. "Saya berjanji, ini tidak akan lama." Ucap Adnan. Adara kembali mengangguk dan menjalankan sepeda motor Adnan. Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH AKU IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilanku? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan. Walaupun karyaku tidak sebagus milik penulis lain, setidaknya ini adalah hasil karyaku sendiri. Dari hasil kerja keras memeras otak dan tenaga.. Dan aku berharap, kalian semua menyayangiku seperti aku menyayangi kalian semua. Salam Desi Nurfitriani
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN