Prolog (Awal Perkenalan)

781 Kata
Erlangga Aldino Mega, bocah laki-laki berusia 12 tahun. Saat ini ia sedang duduk di samping papanya dalam sebuah mobil yang melaju di jalanan kota Jakarta. Wajah Erlan terlihat pucat pasi dan sangat tirus, tubuhnya kurus dan terdapat beberapa bekas luka di tangan, leher dan kakinya bahkan masih banyak lagi bekas luka yang ada di balik bajunya saat ini. Ia hanya diam sambil terus menundukkan kepalanya, tubuhnya masih bergetar hebat karena ketakutan. Arseno Mega Papanya segera merangkul pundak putranya tersebut berusaha menguatkan anaknya yang saat ini merasa ketakutan dan begitu rapuh. Dirinya merasa gagal sebagai seorang ayah, perpisahan dengan istrinya malah membuat anaknya mengalami penderitaan karena harus tinggal bersama wanita iblis itu. Saat ini ia mungkin berhasil menyelamatkan anaknya, namun ia tentu tidak bisa menghilangkan trauma anaknya tersebut. "Kita ke rumah bos papa ya," ucap Arseno berusaha memecahkan keheningan antara dirinya dan anaknya tersebut. Erlan yang mendengar suara papanya segera mengangkat kepalanya menatap pria dewasa di sampingnya ini. Mulutnya masih terkunci rapat, ia hanya bisa mengangguk sebagai jawaban. Mobil yang mereka tumpangi memasuki gerbang sebuah rumah besar tingkat dua bercat putih. Setelah mobil berhenti di depan pintu rumah tersebut, Arseno segera membuka pintu mobil lalu mengitari mobil menuju sisi sebelahnya untuk membukakan pintu bagi Erlan. Setelah turun dari mobil, bocah laki-laki berusia 12 tahun itu langsung melihat sepasang pria dan wanita dewasa yang berjalan keluar dari rumah tersebut menuju ke arahnya. Pria dewasa tersebut terlihat sangat berwibawa sedangkan wanita dewasa disampingnya terlihat sangat anggun, wajahnya lembut dengan tatapan mata keibuan. Saat sampai dihadapan Erlan wanita tersebut hendak mengelus kepala Erlan, namun secara refleks Erlan menghindar. "Jangan takut sayang, Tante ini tidak jahat," ucap Papanya meyakinkan Erlan. Wanita dewasa tersebut berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Erlan, ia tersenyum lembut sambil menatap Erlan. "Hallo sayang, kenalin nama tante Dewi Antari. Kamu Erlan kan?" Erlan hanya mengangguk sebagai jawaban. Anggukan Erlan tentu membuat wanita dewasa di hadapannya tersenyum senang. "Kenalin juga, ini suami tante namanya Om Andi." Erlan menatap ragu ke arah pria dewasa yang saat ini sudah berdiri di samping Papanya. Pria itu menatapnya lembut, namun Erlan tetap bisa melihat sorot mata tegas dan aura berwibawa yang ada pada pria dewasa yang mengenakan setelan jas hitam tersebut. "Lebih baik kita masuk dan berbicara di dalam," ucap Andi. Dewi Antari segera merangkul bahu Erlan dan mengajak bocah itu memasuki rumah mereka. Melihat ayahnya sudah berjalan masuk bersama Pria bernama Andi Wiguna Rahid itu membuat Erlan juga mengikuti langkah Dewi Antari memasuki rumah tersebut. Sampai di dalam rumah Dewi Antari segera mengarahkan Erlan untuk duduk di sofa bersamanya sedangkan Papanya dan Andi Wiguna berdiri sambil membicarakan sesuatu. "Kamu nggak usah takut ya sekarang. Selain papa kamu, ada Om dan Tante yang akan jagain kamu juga," ucap Dewi Antari berusaha meyakinkan Erlan. Erlan tetap diam tidak bisa menjawab apapun. "Oh iya, Tante dan Om punya anak perempuan namanya Cici. Kenalan ya sama dia." Tanpa menunggu jawaban Erlan, Dewi Antari segera memanggil Putrinya. "Cici" Seorang anak perempuan dengan kisaran usia 10 tahun sedang asik bermain di gazebo yang berada di samping kolam renang rumahnya. Ia terlihat asik berbicara sendiri sambil memegang boneka-boneka miliknya. Merasa namanya dipanggil anak perempuan itu segera berlari kecil memasuki rumahnya. Begitu sampai di dalam rumah ia melihat orangtuanya sedang bersama dengan asisten Papanya Om Arseno serta seorang anak laki-laki yang usianya kisaran 11 atau 12 tahun. Mamanya terlihat sedang duduk di sofa bersama anak laki-laki itu sedangkan Papanya dan Om Arseno berdiri sambil membicarakan hal serius. "Mama tadi manggil Cici?" tanyanya setelah sudah berdiri di samping mamanya tersebut. "Kenalan dulu nak sama Erlan," ujar mamanya sambil memegang bahu anak laki-laki tersebut. Cici menatap anak laki-laki tersebut. Tubuhnya kurus dan wajahnya sangat pucat, tatapan matanya kosong serta terlihat sangat ketakutan. Cici bisa melihat bahwa tangan yang sedang saling menggenggam di pangkuannya itu sedang bergetar hebat saat ini. "Kenalin namaku Cici," ucap Cici sambil mengulurkan tangannya pada anak laki-laki tersebut. Beberapa menit tangan Cici yang terulur sama sekali tidak disambut oleh anak laki-laki itu. Karena merasa mulai lelah mengangkat tangannya Cici langsung menatap ke arah mamanya dengan penuh kebingungan. "Erlan, kenalin ini anak Tante namanya Cici, dia bakal jadi temen kamu kedepannya. Ayo salaman dulu," Ujar Mama Cici berusaha meyakinkan anak laki-laki tersebut sambil mengusap lembut bahunya. Walau masih terlihat ragu, anak laki-laki itu mulai menatap ke arah Cici, tangannya secara perlahan terangkat menuju tangan Cici yang masih terus terulur padanya. Cici bisa merasakan keringat dingin membasahi tangan anak laki-laki itu disaat kedua tangan mereka telah bersentuhan untuk bersalaman. "Namanya Erlan sayang, dia anaknya Om Arseno," ujar Mama Cici memberitahunya karena anak laki-laki di hadapannya ini tetap tidak bersuara sama sekali. Cici menatap Erlan dengan senyuman manisnya yang entah kenapa membuat hati Erlan sedikit merasa tenang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN