Elen dan dia saling bertatapan.
‘’Silakan Nyonya.’’ Elen melepaskan tangannya dari kemeja itu.
‘’Maaf ya Nona, aku jadi tidak enak. Terimakasih.’’ Nyonya itu membalas senyuman Elen.
Seorang pelayan toko datang menghampiri mereka berdua. ‘’Ada yang bisa aku bantu?’’ Tanyanya ramah.
‘’Apa kau memiliki kemeja ini lagi untuk size XL?’’ tanya Elan.
‘’Maaf Nona, itu tinggal satu-satunya dan warna ini sangat jarang diproduksi.’’ Jawab pelayan toko.
Elen dan wanita itu saling tatap. ‘’Jika kau mau, tidak apa Nona. Ambil saja, aku akan mencari warna yang lain.’’ Wanita itu menyodorkan tangannya yang memegang kemaja tersebut kepada Elen.
Pelayan toko itu pun pergi.
‘’Ah … tidak apa, aku tidak menginginkan baju ini.’’ Elen menyodorkan balik.
‘’Sungguh?’’
Karena mendengar percakapan yang mirip seperti suara ibunya. Putra dari wanita itu, yang tadinya hanya duduk menunggu, datang menghampiri sumber suara tersebut.
‘’Ada bu, apa ada masalah?’’ tanyanya.
Elen melihat pria itu, dia mengenali sosok pria tinggi yang baru saja datang. Dia adalah Alp.
‘’Oh, Alp. Tidak apa-apa, gadis ini memberikan baju yang ingin diinginkannya kepada ibu.’’ Jawab ibu Alp yang tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Elen.
Namun Alp hanya diam dan melihat Elen sekilas. Padahal dia jelas-jelas mengenali gadis yang dimaksud ibunya.
‘’Aku permisi Nyonya.’’ Elen pergi ke spot pakaian pria tidak jauh dari tempat tadi Alp duduk.
‘’Ibu, apa kau sudah selesai berbelanja?’’
‘’Belum, Nak. Bersabarlah.’’ Alp sudah menebak ibunya pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama seperti biasanya. Dia memutuskan kembali ke tempat duduk yang dari tadi jadi tempat persembunyiannya.
Elen menyusuri tempat pakaian pria perlahan-lahan. Ponselnya berdering, seseorang menelepon nya.
‘’Apa kesayangan ayah sudah tidur?’’ Tanya suara di seberang sana menyapa.
Elen tertawa. ‘’Apakah seharusnya aku sudah tidur?’’
‘’Tidak, karena ayah tidak mengantarkanmu tidur seperti yang biasa ayah lakukan.’’ Setiap malam, Hoover selalu berdiri di pintu kamar putrinya hanya untuk mengucapkan selamat malam.
‘’Ayah, berhati-hatilah selalu. Hanya Ayah yang ku miliki di dunia ini.’’
‘’Jangan khawatir, Nak. Ayah akan baik-baik saja karena selalu dijaga oleh doamu. Sekarang, jika kau sudah ingin tidur, berarti ayah sudah mengucapkan selamat tidur untukmu.’’
‘’Baik ayah.’’ Hoover pun menutup pembicaraan itu.
Elen menghampiri pelayan tadi, ‘’Jika kau memiliki lagi kemeja seperti tadi dengan warna yang sama, tolong beritahu aku. Terimakasih.’’ Elen memberikan kartu namanya.
Saat Elen menuju pintu keluar, di luar hujan deras. Mobilnya di parkir satu blok dari toko baju itu.
‘’Aduh, aku bahkan tidak memiliki payung.’’ Sejenak ia kebingungan. Namun sedetik kemudian ia tersadar. Untuk apa takut kebasahan, sedangkan dia sangat menyukai hujan.
Ibu Alp yang sudah selesai berbelanja melihat Elen yang sedang berdiri di pintu keluar. Dia ingin menyapanya, namun Elen sudah keburu pergi.
‘’Alp, gadis itu tidak membawa payung. Dia akan kebasahan.’’
‘’Biar saja bu, mungkin itu bisa menyenangkan hatinya.’’ Alp menjawab tegas.
‘’Maksudmu?’’
‘’Lupakan saja.’’ Alp yang membawa tas belanjaan ibunya itu berjalan menuju pintu keluar.
Elen berjalan dalam hujan sambil menari-nari dan sesekali menengadahkan kepala agar hujan membasahi wajahnya. Seperti yang di lakukannya tadi siang di parkiran. Alp tertawa melihat tingkah gadis itu.
Ia menggunakan jaketnya untuk melindungi ibunya dari hujan, beruntung Alp parkir tepat di depan toko tersebut.
‘’Alp, bukankah kita harusnya berputar disini.’’ Ibunya menunjuk jalan yang baru saja dilewati.
Sebenarnya, Alp sengaja untuk mengambil jarak agak jauh untuk memutar, karena ingin melihat Elen yang sedang menikmati hujan dan tentu saja memastikan Elen sampai ke mobilnya dengan selamat.
‘’Tidak apa bu. Aku akan berputar di depan.’’ Saat Alp berbalik arah, dia sudah melihat Elen masuk ke dalam mobilnya. Ia yang diam-diam sudah mereasa tenang langsung menambah kecepatan.
Setibanya di rumah, Alp langsung membersihkan tubuhnya, mengganti pakaian dan siap untuk istirahat. Baru saja ia memejamkan mata, ponsel yang di letakkan di sampingnya itu berdering.
‘’Jika hal yang ingin kau bicarakan ini tidak penting, aku dengan senang hati akan membunuhmu.’’ Alp menjawab panggilan itu.
‘’Selamat malam, Tuan Muda Alp. Maaf aku mengganggumu. Kasino di Kota Hagen di serang seseorang tidak di kenal. Dia tiba-tiba berteriak masuk dan membawa AK-47 yang di tembakkan keseluruh ruangan.’’
Setelah mendengar hal itu, Alp bergegas mengganti pakaian menggunakan setelan jas. Alex yang sudah mengetahui hal itu, sudah standby di depan rumah. Ibunya tidak mengetahui bahwa Alp pergi.
Alex memberitahukan bahwa penyerang itu sudah di tangkap dan dibawa ke secret cabin.
Tidak ada korban terluka, beruntung pria itu mengarahkan senapannya ke langit-langit kasino dan mesin-mesin permainan. Berandal itu merusak banyak properti.
Para pengawal yang berjumlah enam orang, sudah menunggu Alp di lobi samping.
Alex sengaja tidak masuk melalui lobi utama, karena tidak ingin mengundang perhatian para tamu.
Alp dan Alex dikawal. Mereka berdua berada di tengah-tengah. Tiga orang anak buahnya mengawal di depan dan tiga lagi di belakang.
Lift langsung diarahkan ke lantai tiga di mana ruangan itu berada. Sebenarnya ruangan itu berada di antara lantai dua dan tiga. Namun pintu rahasia dari ruangan itu terletak di lantai yang saat ini mereka tuju.
Di dalam ruangan yang berukuran tiga kali tiga meter itu sudah berdiri sepuluh orang pengawal lainnya yang dari tadi menghajar berandalan itu habis-habisan.
Alp menatap wajah pria yang sudah babak belur dan dipenuhi noda darah itu. Sebuah kursi di letakkan tepat di depannya.
Ia duduk dengan menyilangkan kaki serta melipat kedua tangannya. Siapapun yang melihat Alp saat itu, dia sungguh tuan muda yang berparas tampan dan berwibawa. Namun siapa sangka umurnya baru menginjak sembilan belas tahun.
‘’Apa yang sudah dikatakan olehnya?’’ tanya Alp kepada para pengawalnya.
‘’Dia tidak mengatakan apapun Tuan. Dia tidak mau bicara sama sekali.’’
Berandal itu melihat Alp dengan napas yang terengah-engah karena menahan sakit akibat dipukuli.
Dia melihat orang-orang yang berada disekitarnya sangat hormat kepada Alp. Dia yakin sekali bahwa pria di depannya inilah yang dimaksud oleh bosnya.
‘’Siapa yang menyuruhmu.’’ Alp bertanya.
‘’Aku tidak tau,namun aku di perintah untuk menyampaikan sebuah pesan kepada pemilik tempat ini.’’ Jawab pria yang akhirnya mau membuka mulutnya itu.
‘’Apa?’’ Alp bertanya lagi.
‘’Ini baru permulaan, tunggu selanjutnya.’’ Baru saja pria itu sudah mau bicara namun ia langsung jatuh pingsan.
Alp tampak kesal karena tidak mendapat informasi lebih detail. Ia bangkit dari kursinya dengan nada marah dan menyuruh kepala pengawal memanggil manajer kasino kehadapan Alp.
Pria yang sudah pingsan itu dibawa keluar, namun Alp tidak membunuhnya. Ia memerintahkan untuk tetap membiarkannya hidup dan mengintrogasinya jika sudah sadar.
Manager kasino datang ke ruangan itu dan berdiri di belakang Alp yang membelakanginya.
‘’Selamat malam Tuan Muda Alp.’’ Ia ketakutan bertemu bosnya.
Alp membalikkan tubuhnya, sekarang di ruangan itu hanya tersisa tiga pengawal dan satu ketuanya. Serta Alex yang mendampingi Alp.
‘’Selamat malam Ben, aku baru saja akan beranjak tidur. Namun, seseorang menghubungiku dan membuatku sangat kesal.’’ Alp menghampiri Ben yang kakinya sudah bergetar ketakutan dan terus menunduk.
‘’Sungguh, aku tidak tau siapa dia tuan. Aku sedang sibuk, karena banyak sekali pengunjung yang datang.’’ kilahnya.
‘’Benarkah? Lalu, apa gunanya aku menggajimu sangat mahal jika hal seperti ini saja lalai dalam pengawasanmu?’’ Alp bertepuk tangan.
Salah seorang pengawal menendang lutut Ben dari belakang, membuatnya jatuh bertekuk lutut.
‘’Aku mohon tuan, jangan sakiti aku. Aku sudah bekerja sungguh-sungguh.’’ Ekspresi Ben terlihat sangat ketakutan, terlihat dari wajahnya dan tangannya yang terus meminta pengampunan kepada Alp.
Bagaimana tidak, ketika pengacau itu menembaki seluruh ruangan, ia tidak menggubris panggilan dari anak buahnya.
Alp hanya berjalan-jalan santai memutari tubuh Ben, tangan kirinya di masukkan ke saku celana sebelah kiri. Sedangkan tangan kanannya mengelus-ngelus dagunya.
Pengawal yang lain menendang punggung Ben. Lagi-lagi dia terjatuh, sekarang dengan posisi bersujud.
Alp sudah berada di hadapan Ben, sungguh memilukan melihat seorang manager bersujud disaksikan anak buahnya.
Kepala pengawal memberi perintah kepada ketiga anak buah nya, dua orang menarik lengan Ben membuatnya merentangkan tangan. Serta yang ketiga, memegang kepalanya agar terus melihat Alp.
‘’Bisa-bisanya kau bermain dengan tiga wanita jalang, sedangkan kerajaanku sedang di masuki penyusup. Ck … ck … ck ... Ben, kau sungguh ular yang sangat pintar berbicara.’’ Tangan kanannya yang sejak tadi menyetuh dagunya itu, kini dimasukkan ke saku celana kananya.
‘’Sungguh Tuan Muda, saat itu aku sedang menyambut tamu untuk bermain di meja poker.’’
Alp sudah mengetahui kebenarannya dari orang kepercayaannya di kasino ini. Bahkan Ben pun tidak mengetahui siapa itu orang itu.
‘’Sekarang, kau bermain dengan tiga ular milikku. Sayangnya, mereka tidak menggunakan mulutnya untuk di gunakan menipuku. Mereka menggunakan telinga dan kepalanya, untuk mematuhi perintahku.’’
‘’Aku mohon Tuan, Maafkan aku. Ampuni aku.’’ Ben merintih ketakutan.
‘’Alex, carikan aku manajer baru.’’ Alp berjalan ke pintu keluar melewati Ben. Saat Alp sudah di luar ruangan, dia mendengar bunyi tulang patah yang sangat keras. Ben sudah dieksekusi. Pengawal yang dari tadi memegang kepalanya, mematahkan batang leher Ben.
Kepala pengawal mengantar Alp ke mobilnya, diikuti dengan sepuluh pengawal lainnya yang dari tadi sudah menunggu di luar ruangan.
‘’Aku akan melipat gandakan penjagaan.’’ Kepala pengawal menyampaikan hal itu saat Alp sudah duduk di mobil.
‘’Aku mempercayaimu, lakukanlah dengan benar.’’ Alp menatapnya dengan tajam.
‘’Baik tuan.’’
Mobil yang di naiki Alp dan Alex melaju kencang di jalanan kota Hagen menuju kediamannya.
Para pengawal yang bertugas mengeksekusi sudah membersihkan jejak Ben.
Kepala pengawal melihat jasad ben dimasukkan ke sebuah Jepp tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Salah satu dari sepuluh pengawal itu bertanya.
‘’Ketua, apakah yang berbicara denganmu tadi adalah Tuan Muda Alp?’’ tanyanya.
‘’Benar, dia adalah orang yang sering kau dengar setiap hari. Sekaligus pemilik tempat ini.’’ jawabnya
‘’Dia terlihat sangat muda.’’
‘’Usianya baru menginjak sembilan belas tahun.’’ Jawabnya lagi.