PROLOG

1160 Kata
“Mau kemana, Nak?” tanya seorang wanita yang tengah berkutat di dapur. “Kasih kejutan buat Yunda, Ma. Besok dia kan ulang tahun, aku mau siapin sesuatu di apartemennya. Mumpung dia lagi pulang kampung.” “Sini dulu,” ucap Elea pada sang anak. Leonor, perempuan berusia 22 tahun itu mendekat dengan sesekali melompat kegirangan. Sudah tahu apa yang akan dilakukan Mamanya. Tinggal menyodorkan pipi saja, kemudian dia mendapatkan kecupan di pipi. “Ada kiriman dari Kakak sama Abang kamu. Mau dilihat dulu nggak?” “Mau diliat dulu dong.” Anak ketiga dari tiga bersaudara, Leonor mendapatkan kasih sayang yang melimpah. Kedua Kakaknya yang tinggal berjauhan dengannya itu kadang kala memang mengirimkan pakaian, sepatu atau tas padanya. “Bibiiii! Tolong bawain ke kamar ya, El mau keluar dulu!” “Iya, Non.” Menyetir sendiri menuju apartemen sang sahabat; Yunda. Mereka sudah bersama sejak SMP. Sekarang kuliah juga di tempat yang sama, hanya saja beda fakultas saja. Begitu sampai di apartemen sahabatnya, Leonor langsung masuk saja dengan membawa dua papper bag berisi hiasan. Mereka sudah sedekat itu hingga Leonor sudah tahu kodenya. Perempuan manis itu bersenandung pelan, dan mulai menyalakan lampu. “Ini kenapa pakaian dalam berserakan sih? Jorok si Yunda ih!” Hingga Leonor mendengar suara pintu terbuka kasar, seseorang yang jatuh kemudian rintihan dan suara seseorang ditampar berulang kali. “Apa tuh?” Menutup mulutnya sendiri takut itu setan. “Unghhhhhh! Akhhhh! Dalemm lagi, Sayang! Awww!” “Kamu…. hebat…. Yun! Aku suka kamu sempithhhh! Argghhhh!” Tatapan Leonor tertuju pada pintu kamar Yunda. Tubuhnya menegang mengetahui suara itu. Dia membuka sedikit pintu kamar dan melihat adegan tidak senonoh. Di depan matanya, sang sahabat tengah bersetubuh dengan kekasihnya sendiri. Air mata Leonor mengenang, mengingat kalimat Yunda dan Satria beberapa jam yang lalu, “Gue belum bisa balik Jakarta, masih ada acara keluarga nih di Yogya.” Dengan Satria yang pula mengatakan, “Sayang, Nenek aku gak mau ditinggal.” Nyatanya mereka berdua tengah bermandikan peluh dan mengerangkan nama satu sama lain. Leonor tidak bisa menahan diri lagi, ponsel ditangannyaa jatuh hingga menyebabkan Satria menoleh ke belakang. “Shiitt!” umpatnya langsung mengambil selimut untuk menutupi tubuh keduanya. “El?” Yunda sama terkejutnya. Leonor menggelengkan kepala dan melangkah pergi dari sana. Namun Yunda bergegas memakai handuk dan menyusulnya, dia menahan tangan sang sahabat. “Gue bisa jelasin, El. Please, dengerin gue dulu.” “Lepass!” “Lu salah paham. Gak gini kok, Plasee. Ngomong dulu sama gue.” PLAK! “Gue bilang lepas!” “LEONOR!” Satria melangkah mendekat dan menarik Yunda untuk dia sembunyikan dibalik tubuhnya. “Berani lu nampar Yunda! Minta maaf sama dia!” Leonor terkekeh dengan air mata berjatuhan. “Minta maaf?! Kalian berdua udah sinting! Dan lu masih belain dia?!” “Lu berharap apa?! Gue belain lu?! Gak! Selama ini gue udah gak cinta sama lu! Lu itu manja, kekanak-kanakan, anak Mama banget! Lu lebay dan gue muak sama lu!” PLAK! Leonor melayangkan tamparan pada Satria dengan tubuhnya yang bergetar menahan amarah. “Gue gak mau ada urusan sama lu berdua lagi.” “El! Tunggu, El! Gue bisa jelasin, Leonor!” “Udah biarin dia pergi, Sayang.” Satria memeluk Yunda dengan erat. “Kamu punya aku, Sayang. kamu punya aku.” Leonor mendengar bagaimana Satria menenangkan Yunda, dan itu sangat menyakiti hatinya. Di dalam mobil, Leonor menangis kencang sambil memukul-mukul setir. *** Satu tahun kemudian….. Yunda__Dejavu3008: Akhirnya di titik ini bersamamu. Satu langkah lebih dekat. Menggunakan fake account, Leonor melihat postingan ** Yunda dan Satria yang sudah bertunangan. Lagi-lagi air mata itu menetes begitu saja. Satria adalah cinta pertamanya, mereka bersama sejak Sekolah Menengah Atas kelas dua. Itu artinya hubungan mereka sudah berlangsung selama lima tahun. Hanya tersisa 30 persen saja, yaitu kenangannya di setiap sudut kota Jakarta. Leonor menghapus air matanya. “Gak kok, gue udah move on dari dia. Cuma kebawa perasaan aja inimah,” ucapnya pada diri sendiri dan bangun untuk memakai make-up dan berpakaian rapi. “Mau kemana?” tanya Gardea; sang ayah yang sedang menggoda Mamanya di dapur. “Lupa mau makan malam sama Nikita.” “Lohh, Mama masak banyak loh, De. Ini Mama masakin ikan bawaan Kak Gideon kemaren.” “Gak bisa, Ma. Kasihan Nikita kalau dicancel.” Elea menghela napasnya dalam. “Pulangnya jangan malem-malem ya.” “Iya, Mama.” mendapatkan dulu dua kecupan dari kedua orangtuanya. Begitu di dalam mobil, Leonor menelpon Nikita. “Gue mau keluar sendiri, kalau nyokap gue nelpon tinggal bilang gue sama lu ya. Kasih foto yang dulu waktu ke apartemen lu, yang belum dikirim.” “Okeyyy.” Memiliki strich parents yang mengharuskan mengirim barang bukti. Jadi Leonor selalu memotret dirinya berulang kali di waktu sama untuk dijadikan bukti seperti sekarang ini. Karena kenyataannya sekarang Leonor pergi ke salah satu restaurant tempat dirinya dan Satria berkencan. Bahkan Leonor duduk dan memesan tempat sama. “Ini hari terakhir gue galau-in lu. Buat ke depannya, gue bakalan focus sama karir gue,” ucapnya pada piring dihadapannya dan mulai menusuk daging tersebut kuat. Sambil galau, Leonor menghela napasnya dalam. Dia bahkan menyelesaikan makan malam dengan cepat. Pergi ke kamar mandi dulu sebelum pulang. Saat Leonor hendak kembali ke kursinya untuk mengambil tas, Leonor terkejut melihat keberadaan Satria dan Yunda. Mereka duduk di sebelah meja Leonor. Dan sialnya itu di ujung, mana mungkin Leonor ke sana sendiri dan terlihat menyedihkan. Siall! Sialll! Sialll! Leonor mengutuk keadaan. “Itu Leonor?” “Shitt.” Kembali mengumpat saat matanya bertabrakan dengan Yunda. Leonor berpaling dan keluar dari restaurant yang ada di dalam hotel tersebut. Matanya mencari seseorang yang bisa dia ajak diskusi. “Mas, tali sepatunya lepas. Sini saya benerin.” Leonor berjongkok membenarkan tali sepatu seorang pria yang berdiri kebingungan. “Nah, tinggal Mas yang sekarang bantu saya. Ayok.” “Heh, kamu mau bawa saya kemana?” “Pleasee, Mas diem aja. Jangan banyak ngomong. Saya Cuma mau minta anter buat ambil tas saya.” Namun begitu masuk ke restaurant, Leonor tiba-tiba memeluk lengan pria itu dengan manja. “Ihh, Sayang. Itu tas aku ketinggalan disana. Kirain hilang dimana. Anterin….,” rengeknya dengan manja dan tetap menarik pria asing itu untuk membawa tasnya. “Hai, Leonor,” sapa Yunda. “Boleh gak gue ngomong sebentar sama lu?” “Sorry, tunangan gue punya banyak kerjaan. Kita mau pergi,” jawab Leonor dingin dan melangkah pergi menjauh dari ujung kanan, sambil tetap memeluk lengan pria jangkuk disampingnya. “Bentar lagi, Mas. tolongin saya,” bisiknya. Ketika hendak keluar restaurant, tiba-tiba tangan Leonor ditahan seseorang. “Ya ampun cantik banget. Aa kenapa gak cerita kalau udah punya calonnya? Kan Mama jadi ngerasa bersalah udah atur perjodohan sama kamu ih.” “Hah?” Leonor kebingungan. “Kenalin, Tante ini Mamanya Jerome. Itu Papanya, dan itu Kakek sama Neneknya. Ya ampun, Tante seneng banget Jerome udah punya calon. Mana tunangan lagi ya?” Kaget. Leonor bahkan tidak bisa bergerak ketika dipeluk wanita paruh baya tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN