Bab 1: Mengacaukan rapat

1177 Kata
*** Brak... Pintu ruangan rapat tiba-tiba terbuka secara paksa. Dengungan dari benturan pintu itu terdengar sangat jelas di telinga. Semua pegawai yang tengah rapat menoleh ke arah perempuan cantik yang terlihat dari balik sana. Wanita itu tampak sangat gusar.  Saat itu juga, karyawan yang sedang melakukan presentasi terpaksa menghentikan kegiatannya.  "Nyonya Adriana. Selamat datang!"  Salah satu pegawai wanita dengan rok mini warna navi menyapa dengan takut-takut. Orang itu dikenal oleh Adriana sebagai Ayuma. Sepertinya ada masalah besar sehingga wanita bernama Adriana itu datang ke kantor suaminya lalu mengacaukan rapat.  "Ape benda yang dah buat awak datang kat office saya? Sekarang ni, saya ada rapat, awak tak lihat ke?"  Seorang pria yang tak lain suami Adriana berbicara tak kalah penuh amarah. Dia memanggil istrinya dengan sapaan yang bisa dibilang terlalu datar untuk seorang istri. Dia bisa saja memanggil istrinya "Sayang" ketimbang "awak" yang harusnya ia gunakan untuk memanggil teman. Adriana biawak kah? Untungnya, para pegawai pria itu yang notabene merupakan warga Indonesia tak tahu kosa kata dalam bahasa Malaysia.  "Aku enggak mau bikin kamu malu ya, Mas. Jadi, aku mohon kepada semua karyawan yang ada dalam ruangan ini. Kalian segera keluar dari ruangan. Aku mau bicara sama Mas Raihan." Nama pria itu Raihan Adipurnama Razif.  "Baik, Nyonya." Para karyawan yang ada dalam ruangan cukup panik. Mereka mengemasi barang-barang berupa berkas kantor, lalu segera meninggalkan ruang rapat. Beberapa dari mereka mulai bertanya-tanya perihal apa yang telah membuat istri pemilik perusahaan datang dengan kemarahan yang tak bisa disembunyikan itu.  "Awak cakap tak nak buat saya kena malu? Macem mane tak buat malu? Awak ni dah rosak rapat saya! Awak ni macam budakk je!" gerutu Raihan ketika ruangan menyisakan dirinya dan sang istri.  Menurut pria itu, Adriana tidak semestinya datang ke kantor dan menghentikan rapat tiba-tiba. Banyak orang bergantung hidup dengan adanya rapat ini. Kemudian dengan gampang Adriana mengacaukan semuanya.  Adriana menaruh tas LV merah miliknya di atas meja rapat. Tak lama, kemarahan yang sedari tadi ia tahan pun dimuntahkan secara membabi-buta. "Langsung aja ya, Mas Raihan Adipurnama."  Cara Adriana memanggil namanya, membuat Raihan menjulingkan matanya. Benar-benar tak ada rasa hormat sama sekali. "Maksud kamu apa bilang ke orang tuaku mengenai  kebiasaan belanjaku? Sebelum nikah sama kamu, aku sudah suka foya-foya. Terus apa urusannya sama kamu?"  Adriana melipat tangan di bagian atas perutnya, kemudian melanjutkan, "Tolong ya, Mas Raihan. Enggak usah sok-sok-an jadi suami baik kalau sendirinya enggak baik."  Adriana dan Raihan menikah karena perjodohan. Mereka berdua menjadi suami-istri hanya demi harta warisan keluarga mereka. Jika Adriana tidak menikah dengan Raihan maka ia tak akan bisa dapatkan warisan orang tuanya. Begitu pun dengan Raihan yang diancam kakeknya tidak akan dijadikan pewaris tunggal bila tidak menikahi Adriana.  "Pasal tu je?"  Raihan sampai mengernyit. Masalah sepele itu bisa saja diselesaikan di rumah. Pria itu tak percaya kalau istrinya akan menghancurkan meeting hari ini hanya karena Raihan tidak sengaja membicarakan kebiasaan boros Adriana kepada orang tua wanita itu.  "Plis deh, Mas. Ini bukan masalah sepele ya. Mulut kamu itu mulai enggak sopan. Bisa enggak kamu tuh enggak usah urusin hidup aku?"  "Saya datang kat rumah orang tua awak tanpa tahu-menahu ape benda yang nak diorang cakapkan. Diorang tuh soalkan awak suka foya-foya. Saya ni hanya bagitahu yang sebenarnya. Awak ni dah hemat ke? Kalau tak, tak perlu angry macam ni."  Menurut Raihan, Adriana tak semestinya marah karena apa yang dia ucapkan benar adanya. Wanita itu memang suka menghabiskan uang untuk perhiasan saja.  Di sisi lain, Adriana merasa suaminya malah menyalahkan dirinya. Oleh karena itu, ia merasa begitu kesal. Dia sampai menghancurkan tatanan berkas yang ada di meja. Seketika Raihan membuka mulut lebar, dengan mata membulat sempurna. Pasalnya berkas yang dihamburkan istrinya adalah berkas penting. "Awak ni dah gilaa ke? File tu penting sangat, tahu tak!"  Raihan sedikit membentak.  Pria itu langsung memunguti berkas yang berserakan di lantai. Namun, karena berkas itu terlalu banyak. Dia kewalahan. Dia bangkit, dan memandangi istrinya lewat tatapan berapi-api.  "Menyesal saya punya bini macam awak! Bikin susah je! Salah ape saya sampai Tuhan kasih saya azab macam ni? Cantik je tak bisa diatur macam budakk."  Ketika suaminya berbicara, Adriana meringis. Perkataan Raihan seolah menggelitik kupingnya. Dia sama sekali tak mencintai Raihan. Bukan hanya pria itu yang mengira dirinya di-azab oleh Allah. Adriana merasa jauh lebih menyesal. Bahkan merasa pernikahan mereka adalah cobaan terbesar. "Maaf ya, Mas Raihan. Aku juga merasa sengsara hidup sama kamu! Ingat saja, enggak usah bahas namaku kalau ketemu orang tuaku. Kamu cuma menambah beban aku."  Tidak mau memperparah keadaan, Raihan memijat pelipisnya. Dia beristighfar berkali-kali, hanya untuk menahan emosinya yang sudah memuncak. "Dahlah. Awak pulang rumah je. Saya tak nak berdebat dengan awak. saya ni dah penat, awak tambah lagi beban saya."  Raihan memperhatikan istrinya. Penampilan Adriana masih sama. Selalu modis. Pakaian yang dikenakan bermerek Armani. Tak lupa tas LV yang sempat ia taruh di atas meja. Jika ada pencuri yang berniat merampok wanita itu, maka sang pencuri pasti akan merasa sangat beruntung. "Aku enggak mau rugi ya. Aku datang ke sini capek-capek. Aku enggak bakalan pulang dengan tangan kosong."  Paling tidak, Adriana bisa dapatkan sesuatu dari suaminya. Dia tak akan pulang dengan mudahnya. Bayangkan saja, ia sudah bubarkan meeting penting, hanya karena ingin bicara dengan Raihan. Sekarang adalah waktu yang tepat. Dia tak akan menyia-nyiakan waktu. Adriana berniat mengambil keuntungan. "Wait, what?" "So, ape benda yang nak awak perbuat, Hah?" "Aku mau uang seratus juta sekarang! Kamu senang 'kan kalau aku boros?" Mata Raihan memelotot. Bukannya Adriana tadi datang karena tidak terima dikatakan boros? Sekarang malah meminta uang? Raihan benar-benar tidak percaya akan tingkah istrinya.  Apalagi seratus juta bukanlah uang sedikit. Memang benar bahwa kakek Raihan memiliki perkebunan kelapa sawit di Malaysia dan Indonesia. Namun, bukan berarti Raihan punya kuasa membelanjakan uang seenaknya. Tiap bulan selalu ada catatan pengeluaran. Raihan juga ingin membelanjakan gajinya untuk keperluan diri sendiri seperti membeli motor Harley Davidson atau mobil Ferrari keluaran terbaru. Bukannya menanggung semua biaya dari kehidupan bebas istrinya.  "Seratus juta? Tak ade! Awak ni mau buat ape uang banyak macam tu?" "Aku mau beli perhiasan," sahut Adriana enteng. Dia menambahkan, "Kalau kamu enggak mau kasih, aku enggak akan tinggalin kantor kamu. Aku bakalan bikin kamu risih sepanjang hari. Aku akan menempel dengan kamu seperti cicak."  Bukan hanya dalam bentuk perkataan. Adriana mulai melancarkan aksi. Wanita itu mendekati suaminya, dan melengketkan tangannya dengan tangan sang suami. Kini tangan itu melingkar sempurna. Kalau bukan karena uang, Adriana tak akan melakukan hal itu. Ini demi seratus juta yang ia inginkan.  "Lepaskan saya! Awak bikin apa lagi ni?"  "Aku hanya coba memperjuangkan hakku sebagai istri. Berikan aku uang, lalu aku akan pergi!"  Jika dilihat karyawannya, Raihan pasti akan sangat malu. Bisa-bisa ia disoraki selama berminggu-minggu. Pria itu pun menuruti kemauan istrinya. Dia langsung mengeluarkan cek lalu menuliskan nominal uang yang diinginkan istrinya. Inilah satu-satunya cara agar Adriana langsung pergi dari kantornya.  "Bagus. Lain kali, jangan sok-sok-an enggak mau ngasih ya. Kalau begini 'kan sama-sama enak Mas."  Adriana mengambil tas LV merahnya. Kemudian melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari ruangan meeting suaminya. Memakai kacamata hitam yang mahal, Adriana berjalan melewati karyawan suaminya yang tengah kebingungan dengan masalah hari ini. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN