2. Ternyata, Big Boss gue.....

1703 Kata
Author POV "Mau abang anterin ga?" Begitu tanya Reza pada Reva yang tengah menyantap nasi goreng miliknya. Reva menggeleng. "Gue naik MRT aja. Tapi, jemput gue pas pulang kantor ya Bang." Seru Reva sambil melahap nasi goreng buatan Bi Ratmi. "Yah, gue mau jemput Dinda." Reza memeletkan lidahnya. Reva mendengus sebal. "Yaudah deh. Gue pulang sendiri aja." Ucap Reva sebal sambil melahap nasi gorengnya lebih ganas. Jam masih menunjukkan pukul 7. Masih ada waktu jika ia naik MRT. Jarak tempuh dari rumahnya ke kantor pun sebenarnya tak jauh. "Makanya cari pacar sana! Biar ada yang anter jemput lo." Saran Reza. "Ih. Tuh, Pa. Itu mah alibi Bang Reza aja biar ga anter jemput Reva." Reno-ayah Reva dan Reza- langsung menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anaknya. "Reva masih kecil. Belum boleh pacaran." Seru Reno. Reva memang tidak dilarang pacaran, namun berhubung belum pernah ada laki-laki yang dikenalkan Reva pada Papanya, Papa Reva menganggap jika Reva lebih baik memang fokus pada pendidikannya saja. "Nanti deh gue deketin temen Abang. Si Mas Dika itu." Reva tersenyum-senyum sendiri mengingat pertemuannya kemarin dengan Dika. Reno terbahak. "Dia ga doyan kali model kaya lau. Tipe dia tuh cewe-cewe yang berpikiran dewasa, mateng. Bukan anak kuliahan yang ngerengek minta uang jajan mulu." Ledek Reza. Reva langsung menyentil dahi Reno dengan sentilan telunjuknya. "Awas ya. Kalo sampe Mas Dika jadi sama gue. Gigit jari lo bang!" Kata Reva pede. "Kerja yang bener. Jangan malah godain cowo." Lanjut Reza mengingatkan. Reva hanya ber-oh ria. "Magangnya berapa bulan, Re?" Kini giliran Papa Reva yang bertanya. "3 bulan, Pah. Lumayan. Digaji." Jawab Reva santai lalu meneguk air putih miliknya dan memasukkan botol tupperware berisi air lemon ke dalam tasnya. "Kuliahnya aman? Kan kamu masih ada kelas." "Reva udah ngajuin pindah kelas malem kok. Pokoknya udah diatur semua." "Gamau papa anter aja?" "Gausah, Reva naik ojol aja sampe stasiun MRT." Reva langsung buru-buru merapikan piringnya dan bergegas berangkat. Ia tidak mau jika hari pertamanya menjadi suram karna telat hadir. Berhubung Mas Dika sudah mengingatkan jika big boss mereka tidak suka dengan orang yang telat. "Reva berangkat ya!" Reva langsung menyalimi tangan Papanya dan Reza. "Jangan deketin Dika! Inget, kerja yang bener!" Teriak Reza dari dalam. Reva hanya melambaikan tangannya sambil berjalan keluar dan menunggu ojek panggilannya datang. ** "Pagi, Mba." Sapa Reva begitu sampai di kubikel Tari. Tari membalas senyuman Reva dan mempersilahkan Reva duduk di samping kubikelnya yang Reva yakin sudah dibersihkan oleh OB. Sebab kemarin siang, kubikel sebelah Tari masih penuh dengan tumpukan kertas dan dokumen yang berceceran. "Lo duduk disini ya. Nanti untuk jobdescnya, biar Mas Dika yang kasih tau." Kata Tari. Reva mengangguk dan menaruh tasnya diatas meja. Menunggu Dika datang. Tari masih asyik dengan kegiatannya berdandan. Reva memperhatikan sekelilingnya, ternyata kantor masih nampak sepi padahal 15 menit lagi sudah masuk jam kerja. "Mba, kok kantor masih sepi? Bukannya big boss gasuka ada yang telat ya?" Kata Reva memulai percakapan. Tari tertawa. "Itu mah lo aja yang dikibulin sama Mas Dika biar ga telat dateng. Big boss kita santai kok. Cuma ya agak rewel dikit." Tari tak menoleh kearah Reva dan tetap terfokus pada kegiatannya menggambar alis. Reva mendengus sebal. Bisa-bisanya Dika mengerjai anak magang seperti Reva. Tak lama, muncul Ovi dan Kayla yang datang berbarengan sembari membawa sarapan. Reva mencoba membaur dengan memberi senyuman. Padahal seumur-umur hidupnya, hal seperti memberikan senyuman pada orang lain adalah hal yang cukup sulit ia lakukan. "Cie anak magang. Rajin bener!" Seru Ovi. Reva hanya menjawabnya dengan senyuman. Ovi dan Kayla langsung duduk di tempat mereka masing-masing. "Oiya, Tar. Reva nanti ada di tim kita atau bantuin bos?" Tanya Ovi pada Tari. "Gue belum tau sih. Nunggu si Mas Dika yang kasih arahan." Reva sedikit berdoa. Semoga saja ia ditempatkan bersama orang-orang baik hati. "Pagiiiiiii......" suara yang Reva mulai hafal menggema di seluruh ruangan. Reva menoleh dan mendapati Dika tengah menyapa orang-orang di ruangan. Berhubung Dika duduk persis di hadapan Reva, Reva bisa melihat wajah sumringah Dika dari kubikelnya. "Pagi, Re." Sapa Dika memberikan senyum termanisnya. Senyum termanis. Iya, Reva belum pernah liat cowo dengan senyum termanis seperti senyum Dika, kecuali oppa-oppa di drama korea yang ia tonton. "Pagi, Mas." Reva membalas sapaan Dika. "Ok, gue sarapan dulu ya. Tapi boleh deh, kita ke pantry aja. Sekalian gue jelasin jobdesc lo hari ini ya." Dika membawa Reva menuju pantry kantor dengan membawa sterofom berisi bubur ayam. Pantry yang cukup asik dengan interior klasik. Ada beberapa meja dan kursi yang disusun rapi dan beberapa microwave. Juga ada 2 kulkas besar yang menampung beberapa makanan milik karyawan disini. Juga beberapa bean bag dan sebuah televisi besar. Reva sedikit terkejut. Kantor ini cukup nyaman. Bahkan serasa dirumah sendiri. "Mau di bean bag atau disini?" Tanya Dika menghentikan lamunan Reva yang tengah terpana melihat kantornya. "Bean bag boleh." Reva lalu memilih duduk di bean bag yang menghadapkannya langsung ke sebuah televisi besar. "Udah sarapan?" Tanya Dika kemudian. Reva terperangah, walaupun Reva yakin itu cuma pertanyaan biasa aja. "Udah kok. Tadi dirumah." Jawab Reva cepat. Astaga, padahal cuma pertanyaan umum. Tapi Reva udah ngerasa deg-degan ditanyain gitu sama Dika. "Reza kapan rencananya nikah sama Dinda?" Dika memulai obrolan diluar pekerjaan. Dika pikir, ini masih belum waktunya bekerja. Jadi sah-sah saja. "Mungkin bulan depan, Mas. Doain aja ya. Dateng juga dong. Pasti nanti diundang sama Bang Reza." Sahut Reva seraya memberikan tisu pada Dika yang tak sengaja tertangkap pandangan oleh Reva. Dika sedari tadi seperti mencari sesuatu dan benar saja. Dika mencari tisu miliknya yang terjatuh tak jauh dari Reva duduk. "Awet tuh ya, Abang lo sama Dinda. Dari SMA." Lanjut Dika lagi. Reva agak sedikit canggung. Dika memang orang yang supel, terbukti dari cara bicaranya yang memakai 'Gue-Elo'. Tapi membahas hal diluar pekerjaan dengan orang baru tentu hal yang sedikit membuat canggung. "Kalo, lo? Udah punya pacar belum?" Dika menggoda Reva dengan tawa renyahnya. Tak lupa, ia mengambil kerupuk bawang dan melahapnya. Reva tersenyum kaku. "Yaa...belum lah Mas. Masih kecil kali. Belum boleh pacaran sama Abang." Jawab Reva santai. "Yaudah nanti gue yang bilang sama Reza biar bolehin lo pacaran. Masa udah kuliah tingkat akhir masih dilarang. Jahat tuh Reza." Reva hanya diam saja dan sesekali tersenyum. Belum pernah ia secanggung ini dengan laki-laki. Banyak teman laki-laki yang dekat dengan Reva di kampus, tapi tak satupun yang bisa mematahkan mulut julid Reva. Tapi di hadapan Dika, Reva seakan takluk. Diam tak bergeming. "Mas, jadi Reva jobdescnya gimana nih?" Setelah memastikan Dika selesai sarapan, Reva memulai perbincangan utamanya. "Hm. Sementara lo bantu Mba Tari, Mba Ovi sama Kayla dulu ya. Nanti lo bantu handle penjualan di e-commerce. Karena kita kekurangan admin. Nanti ke depannya tergantung bigboss kita." Dika menjelaskan dengan rinci. "Nanti gue bantu kalo lo ada kesulitan. Yang penting disini, lo paham sistem dan budaya kerjanya. Itu aja. Kerjaan gaada yang susah kok. Asal kita mudah adaptasi aja." Lanjut Dika lagi. Ucapan Dika barusan benar-benar menenangkan Reva. "Kalo butuh bantuan apapun, lo bisa tanya sama gue. Intinya, tanya apapun yang mau lo tanyain. Contohnya, gue udah punya istri apa belum hehehe...." Reva membelalak kaget dengan ucapan Dika. Yang benar saja. "Dih, Mas Dika bercanda mulu nih. Serius tau." Dika terkekeh. "Lagian mukanya serius banget. Kerja tuh santai aja. Yang penting flownya diikutin, kerjaan kelar." Dika sedikit memberi kiat-kiat sebelum akhirnya ia membawa Reva kembali ke kubikelnya. ** Reva POV Setelah Mas Dika ngejelasin semua jobdesc gue dan step by step yang harus gue lakuin, gue mulai ngerjain kerjaan gue. Yaa sebenernya gampang sih, cuma bantu cek e-commerce dan follow up orderan. Untuk sementara gue bantu di bagian administratif. Orang-orang se-tim gue pun helpful banget. Ga segan-segan kasih gue segini banyak cemilan biar gue ga ngantuk atau ga suntuk. "Mba, aku mau ke pantry ya. Minum abis nih." Izin gue pada Mba Tari yang sibuk sama laptopnya. Mba Tari menoleh dan mengangguk. Orang-orang di ruangan ini emang workaholic abis, sampe yang kedengeran cuma suara hak sepatu gue sepanjang gue jalan. Mungkin kalo ada yang ga nafas diantara salah satu dari mereka, gaada yang nyadar kali ya hahahaha... Pantry masih aja sepi. Padahal bentar lagi jam istirahat. Gue menuangkan air putih dingin dari dispenser ke tupperware milik gue. Untuk saat ini gue hanya butuh air dingin buat mendinginkan kepala gue yang agak mumet sama customer di e-commerce. Bawelnya, ngelebihin emak-emak komplek perumahan gue. Setelah pastiin air dalem tupperware gue penuh, gue beranjak balik ke kubikel gue. Tapi gue denger langkah kaki orang jalan. Jadi parno sendiri. Buru-buru gue lari sampe ga sadar gue nubruk seseorang. Ok, kaki gue malah nubruk karpet dan gue rasa gue bakal jatoh sekarang. Gue bisa ngerasain deru nafas dari orang yang mungkin sekarang bantuin gue supaya ga nubruk dia. Gue ga berani buka mata, gimana kalo yang bantuin gue bukan manusia? Yaa...berhubung pantry lagi sepi. "Masih mau tutup mata?" Suara beratnya buat gue mengerjap. Sebuah tangan menangkup bahu gue. Gue buka mata perlahan, aman lah. Suaranya manusia kok. "Lo?!" Gue membelalakkan mata kaget. Dia kan...cowo tengil yang nyelak antrian di lift kemarin! Buru-buru gue tepis tangannya yang nahan badan gue. Enak aja dia pegang-pegang gue. "Lo pasti cari kesempatan dalam kesempitan kan buat pegang-pegang! Ngaku!" Kata gue kesel. Yang bener aja, kalo sampe ini orang m***m. Bakal gue teriakin sekenceng-kencengnya. Dia malah berdecak dan menggelengkan kepalanya. "Kalo kamu jatoh barusan, saya bisa pastiin p****t kamu itu bakal sakit berhari-hari. Belum lagi, malu karna jatoh depan saya. Kamu gatau terima kasih atau gimana?" Omelnya balik. Oke, thank's to you yang udah bantuin gue supaya ga nyusruk ke lantai. Tapi yang bener aja, kenapa harus dia yang bantuin gue gitu? "Gausah alesan deh. Lo pasti cuma berkilah aja." Jawab gue kesel. Kayaknya, suara gue kedengeran sampe dalem ruangan. Sekarang, Mas Dika malah jalan kearah sini. "Re, kenapa?" Mas Dika menghampiri gue dan malah kaget ngeliat laki-laki di hadapan gue. "Ini nih, Mas. Ini cowo m***m! Dia tuh sengaja cari alesan buat bisa pegang-pegang." Jelas gue dengan muka berapi-api. Laki-laki tadi malah tertawa. Oke, udah 2 kali dia ketawain gue. "Re, dia bigboss kita." Bisik Mas Dika tepat di telinga gue. Oke, gue belum tuli kan? "Hah?" Gue hampir aja mau jatohin botol minum kalo aja ga mikir ini tupperware. "Dia Alvino. Department Head kita." Jelas Mas Dika. Gue hampir nelen ludah. REVAAAAA!!! Apa yang barusan lo lakuin!?! -------
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN