Alunan musik bertempo cepat tak henti-hentinya mengudara di dalam ruangan penuh orang itu, beat yang kencang disertai sorotan cahaya lampu multi warna berkedap-kedip menjadi pengiring puluhan orang menggerakan tubuhnya di lantai dansa.
Tak semua berkumpul di satu tempat, beberapa orang terlihat hanya duduk pada kursi yang berderet di dekat bar, lebih tertarik pada apa yang tengah mereka nikmati daripada untuk ikut berdansa mengikuti hentakan lagu yang seorang disk jockey mainkan.
Dan hal itu pula yang dilakukan Torro selama tiga puluh menit terakhir.
Torro menyesap segelas Vodka yang berada dalam genggaman tangannya, rasa lega dan nikmat segera dirasakannya kala cairan itu mengalir dalam tenggorokan dan membawa sensasi hangat ke sekujur tubuhnya. Inilah hal yang paling pria itu sukai, cairan beralkohol yang kerap diminumnya memiliki sensasi menyenangkan saat mengalir masuk ke dalam tubuhnya.
"Tambah," seru Torro kemudian, setelah menyadari bahwa cairan dalam gelas telah habis.
Seorang pria berusia tiga puluhan yang bertugas sebagai bartender menoleh padanya. "Lagi?" tanyanya dengan nada ragu.
Torro menatap bartender itu dengan sebal, seolah satu kata singkat yang baru saja diucapkan lelaki itu telah merendahkan dirinya. "Ya! Ada masalah?"
Bartender itu segera menggeleng cepat, tahu bahwa bukan hal yang bijak untuk mencari masalah dengan seorang yang setengah mabuk, lalu pria itu kembali mengisi sloki yang kosong dengan minuman kadar alkohol lima belas persen.
Torro kembali menyeruput cairan itu sedikit demi sedikit, dan pada saat itulah dari ujung matanya dia menangkap sesuatu yang membuatnya tertarik.
Seorang gadis muda berusia sekitar dua puluhan tengah berdiri dengan canggung pada salah satu pojok ruangan. Punggungnya merapat pada dinding, kedua lengannya bersilang di depan dengan jari-jari yang saling bertaut, gesture yang ditampilkan sang gadis jelas menunjukkan bahwa ia tak nyaman dengan keberadaannya di tengah gemerlapnya hiburan malam hari.
Dia tak pantas berada di sini, hal itulah yang terbersit dalam pikiran Torro saat melihatnya, ditambah lagi dengan pakaian yang dikenakannya sangat tak sesuai dengan situasi di sini, sebuah blus hijau lemon dengan terusan rok hitam panjang semata kaki, jelas gadis itu tak mengerti soal mode, membuatnya tampak terlihat mencolok di antara lautan manusia yang memenuhi tempat ini.
Torro lalu berdiri, gelas berisi cairan tak lupa untuk dia bawa, lalu Torro berjalan menuju gadis itu dengan perlahan, dan dalam beberapa langkah kemudian, gadis itu menyadari bahwa ada pria asing yang tengah mendekat ke arahnya.
Pundak dari gadis itu kontan menegang, ekspresi wajahnya tampak cemas, dan hal itu malah membuat Torro semakin berani mendekatinya.
"Mau apa kamu?" Gadis itu berucap ketika Torro sudah benar-benar berada di hadapannya.
Torro berusaha untuk menahan seringai yang terancan akan terbit di bibirnya. "Jangan terlalu tegang, Nona. Gue pengen ngajak lo minum. Bersenang-senang. Gue traktir lo minum—"
"Maaf, saya tidak tertarik dengan tawaran kamu. Saya di sini hanya untuk menemui sesorang." Gadis itu memotong ucapan Torro yang belum selesai, kata-kata formal yang diucapkannya jelas bermaksud untuk membuat Torro berhenti mendekatinya.
Tetapi, niat Torro belum goyah. "Ah, ayolah. Cuma satu gelas, gue rasa itu gak masalah." Dan sebuah tempat di mana gue bisa berduaan sama cewek ini juga gak masalah, pikir Torro menambahkan ketika menyadari bahwa gadis itu memiliki visual yang sedap dipandang.
Belum sampai gadis itu menjawab, ponsel yang berada dalam saku celana Torro berbunyi, menandakan ada panggilan masuk yang ditujukan kepadanya.
"s****n," umpat Torro kesal pada seseorang yang menginterupsi percakapannya, mengambil ponsel yang berada dalam sakunya, Torro membaca sebuah nama yang muncul di layar.
Ruslan.
Gadis yang masih berdiri canggung itu melihat sebuah peluang, dia segera pergi tanpa mengucapkan kata pamit sepatah kata pun.
"Hei tunggu!" seru Torro ketika mengetahui gadis itu berlalu dengan cepat. Sosoknya bahkan sudah tak terlihat lagi, tenggelam dalam kerumunan manusia yang memadati lantai utama.
Hilang sudah kesempatannya untuk dapat b******u dengan seseorang malam ini.
Dengan satu lengan yang masih mengenggam sloki, Torro segera menjawab panggilan itu.
"Lo lagi di mana, Bro?" tanya suara seorang pria di seberang telepon tanpa basa-basi terlebih dulu.
Torro yang sudah terbiasa to the point menjawab, "Tempat biasa, ada apa emangnya lo telpon gue?" Nada kesal terselip di dalamnya.
Lawan bicaranya di sambungan ponsel itu menyadarinya. "Lo kenapa?"
Torro mengembuskan napasnya dengan berat. "Gue gagal dapet mangsa."
Gelak tawa Ruslan, temannya itu terdengar. "Gue kira kenapa, dari pada lo mikirin cewek, mending lo ke sini. Anak Thamrin yang minggu kemaren lo kalahin, ngajak lo buat tanding ulang malam ini juga. Ngebal."
Tatapan mata Torro melebar. "Serius, lo?"
"Serius," timpal Ruslan, "dia kayaknya masih belum rela lo kalahin waktu itu, dia juga gak takut buat tambahin nilai taruhannya kalau lo mau."
Torro menyeringai. Di dalam kepalanya, Torro mengingat kembali kemenangan atas balapan liar yang dijalaninya minggu lalu.
Torro memang bukanlah orang yang awam dalam dunia malam, diskotik dan alkohol adalah teman setianya ketika melewati saat-saat sepi. Salah satunya balapan liar alias tak resmi, kecintaannya terhadap otomotif dan merawat motor gede lah yang membuat dirinya mengenal dunia balapan liar di Jakarta.
"Oke, gue terima," seru Torro bersemangat, muncul hasrat dalam diri pria berusia 24 tahun itu untuk mengulangi kemenangan seperti kemarin. "Treknya di mana?"
"Entar gue SMS-in nama jalannya, sekarang lo ke sini dulu, cek motor lo buat siap ngikutin balapan."
Torro mengangguk.
"Eh, tunggu, lo lagi di diskotik gak minum banyak, kan?" Ruslan kembali bertanya, memastikan bahwa Torro berada dalam kondisi sadar untuk mengikuti balapan.
Kening Torro berkerut, mencoba mengingat jumlah Vodka yang telah ia nikmati sedari tadi. "Cuma sedikit," jawabnya setengah ragu, setidaknya pengelihatannya masih berjalan dengan normal untuk memperhatikan jalanan. Tak ada kabut atau apa pun itu yang menghalangi pandangan.
"Oke. Gue tunggu," tutup Ruslan sebelum mengakhiri sambungan selulernya dengan Torro.
Torro memasukkam ponsel itu kembali ke dalam saku, lalu berjalan ke bar sambil meminum sampai habis cairan yang masih berada dalam gelas.
Setelah membayar 14 sloki Vodka yang telah diminumnya, Torro segera pergi dari diskotik itu, melewati dance floor di mana orang-orang masih berjoget, lalu keluar dari gedung menuju halaman depan di mana motor Ducati Monster hitamnya terparkir.
***
Footnote:
Sloki : Gelas kecil yang biasanya menjadi porsi minuman alkohol di diskotik.
Bartender : Peracik minuman dan seorang pelayan di bar diskotik.
Ngebal : Sebuah istilah dalam balap liar di Jakarta. Artinya, menantang ulang. Biasanya pihak yang kalah yang melakukannya dengan nilai taruhan yang dinaikkan.
***