Andaikan bisa, ia sangat ingin mencicipi satu-persatu kue itu, setiap warna, setiap rasa dan setiap ukuran.
“Banyak sekali jenis kue di sini. Aku belum pernah melihat kue sebanyak ini.” Katarina berbicara di dalam benaknya ketika memperhatikan isi toko tersebut.
Tak jauh dari tempat Katarina berdiri, ada seorang perempuan yang sedang bekerja, ia langsung berhenti dari aktivitasnya ketika mendengar suara Katarina yang masuk ke dalam toko.
“Selamat pagi. Kau memerlukan sesuatu? Ada beberapa jenis kue yang bisa kau coba, kami juga menerima pesanan.” Seorang wanita berusia tiga puluhan langsung menyapanya dengan ramah, ia melayani Katarina sebagai pembeli.
Mendengar kalimat itu, Katarina menolehkan kepalanya pada wanita itu lalu menggeleng sambil tersenyum. Sebelum sempat mengatakan sesuatu, si wanita sudah lebih dulu berbicara. “Toko kami menyediakan berbagai jenis kue, mnerima pesanan untuk kue ulang tahun dan kue pernikahan. Pelanggan baru boleh mencicipi produk yang direkomendasikan.”
Sambil berbicara, wanita itu menggunakan dua tangan untuk mempersilakan Katarina mencoba memakan kue yang memang sudah disediakan di etalase.
“Aku tidak datang untuk membeli kue.” Ia membalas seramah mungkin, tampak di dalam sana baru ada wanita itu saja yang bertugas. Seharunya ada lebih dari satu orang untuk mengurus toko sebesar itu, tak mungkin hanya wanita itu seorang.
“Oh, mencari seseorang kah?” tebak si wanita yang sepertinya sudah biasa mendapatkan hal seperti ini. Ia kemudian lanjut berbicara untuk memberi tahu Katarina. “Sebagian bekerja belum datang dan sisanya sedang liburan.”
Katarina menggeleng lagi, ia hendak mengatakan sesuatu untuk menyampaikan alasan kedatangannya, tapi lagi-lagi wanita itu mendahuluinya untuk berbicara.
“Itu juga bukan tujuanku. Itu ..”
“Apa ada yang kau perlukan? Apa yang bisa kubantu?”
“Aku ... apa di sini menerima pekerja paruh waktu? Aku butuh pekerjaan.” Katarina memulainya dengan agak gugup. Ia tidak menyangka meminta pekerjaan agak sulit untuk dikatakan.
“Oh, kau ingin bekerja di sini?” ulang si wanita.
“Ya. Aku memerlukan pekerjaan selama musim panas ini.” Katarina tersenyum agak kaku, ia tahu ini bukan cara yang tepat untuk melamar pekerjaan.
“Kau anak sekolah?” tanya wanita itu lagi. Meski ia sudah bisa menebak dari perawakan dan wajah Katarina yang masih muda, ia mengajukan pertanyaan itu sekadar untuk memastikan saja, siapa tahu gadis di depannya adalah remaja yang putus sekolah.
“Bisa dikatakan begitu.”
“Aku minta maaf, di sini belum kekurangan pekerja, pada musim panas ini, toko juga tidak terlalu sibuk.” Wanita itu menggeleng memberi penolakan secara halus. Ada kemungkinan toko itu memerlukan pekerja yang sudah tidak sekolah, maka dari itu Katarina ditanyai terlebih dulu, tidak langsung ditolak begitu saja.
“Oh, oke.”
Setelah sedikit berbasa-basi untuk menutup percakapan, pada akhirnya Katarina meninggalkan toko itu, ia tidak kesal, semangatnya mencari pekerjaannya masih besar.
Itu adalah penolakan pertama, Katarina tidak menyerah begitu saja. Ia berjalan-jalan do trotoarnya yang kini sudah terlihat ada beberapa orang yang berjalan kaki di sekitar. Katarina melangkah santai sambil melirik ke arah kiri dan kanan untuk mencari toko yang sudah buka.
Baru saja beberapa langkah ia meninggalkan toko kue, pasang matanya tertuju pada kafe yang baru buka, kafe itu terletak di seberang jalan yang jaraknya memang tidak terlalu jauh.
“Kopi ya. Em ... tidak ada salahnya aku mencoba, siapa tahu di sana masalah tempat aku untuk mendapatkan pekerjaan.” Setelah menggumamkan kalimat itu, Katarina kemudian berjalan ke pinggir trotoar berniat untuk menyeberang. Tidak adanya zebra cross membuat ia menyeberang seenaknya di mana saja.
Untungnya jalan di daerah itu tidak dipadati kendaraan sehingga Katarina bisa menyeberang dengan mudah tanpa harus menunggu lama di sisi jalan. Ketika berhasil menyeberang, Katarina langsung berjalan memasuki kafe yang bagian depannya terbuat dari kaca, entah pintu atau dindingnya, semua terkuat dari kaca sehingga Katarina bisa melihat bahwa di dalam sana masih kokang, belum ada pembeli yang datang, hanya ada seorang wanita yang sedang mengurus peralatan kopinya.
Sesaat Katarina menghentikan langkahnya untuk melihat kafe itu sambil menarik napas. Setelah itu, ia kemudian melangkah memasuki tempat itu, tangan kanannya terjulur untuk mendorong pintu agar terbuka.
Wanita yang sedang bekerja itu langsing tersenyum menyambut kedatangan Katarina. “Apa ada yang bisa kubantu? Kami memyedikan sepuluh jenis kopi.” Wanita itu langsingnya menawarkan sambil menunjuk menu yang tersedia di atas papan sepat di atas kepala dengan jarak satu meter.
Katarina mendongak sesaat, ia kemudian mengutarakan alasan ia datang ke sana. Ia secara langsung menginginkan pekerjaan di sana, menjadi tukang bersih-bersih atau melayani pelanggan sudah cukup. Tapi sayangnya ia ditolak karena yang bekerja di sana harus bisa meracik dan meramu kopi sebagai syarat utamanya.
Katarina berterima kasih lalu meninggalkan kafe itu. Untuk beberapa saat ketika ia berada di luar kafe, ia tidak melangkahkan kaki, tubuhnya bergeming di sana. Kepalanya menyisir sekitar untuk meihat ada toko atau apa pun yang bisa darinya datangi.
Sayang di sana tidak terlalu banyak tempat berjualan, ada beberapa yang lain, tapi sebagian tampak masih tutup. Sepertinya Katarina datang terlalu dini, ia harus lebih siang untuk melihat daerah sana buka semua.
“Oke, ditolak lagi. Seharusnya aku bilang saja bisa meracik kopi tadi.” Ia bergumam pelan, setelah itu menarik napas pelan. Pada saat itulah ada seorang wanitanya yang memasuki kafe tepat di belakangnya, beberapa detik kemudian terdengar obrolan dari dua wanita itu.
“Sebaiknya aku melanjutkan.” Katarina kemudian lanjut melangkahkan kaki menyusuri tortor jalan. Pandangannya tidak teralih dari sisi trotoar sana dan yang ada di seberang. Ketika ada toko yang buka, Katarina datang lalu melamar pekerjaan, ia mengatakan semuanya dengan jujur, kecuali kenyataan dan fakta bahwa dia tidak pernah sekolah. Katarina selalu mengaku bahwa dia adalah anak sekolahan.
Sudah beberapa tempat dirinya datangi yang mana berakhir pada penolakan. Alasan utama adalah tidak membutuhkan pekerja baru, alasan lainnya adalah toko atau tempat berjalan mana pun minggu-minggu itu tidak terlalu ramai dikarenakan banyaknya orang yang memutuskan untuk berlibur ke luar kota.
Perjuangannya berlangsung selama beberapa jam sampai Katarina lelah sendiri. Tepat di sebuah halte, Katarina duduk sambil meminum air mineral yang entah siapa yang meninggalkannya di bangku halte. Karena di sana tidak ada siapa-siapa dan kemasannya juga masih tersegel, maka ia tidak ragu untuk meminumnya.
“Ah, s**l. Ternyata mencari pekerjaan tidak semudah dari yang kupikirkan, apalagi pekerja paruh waktu. Ini agak menyebalkan.” Katarina menggerutu pelan. Ia yang tidak pernah mengenal kehidupan kota tampak merasa kesal akibat susahnya mencari pekerjaan yang bisa membantu ia yang menjalani kehidupan normalnya.