CHAPT. 2 "SATU RANJANG"

2029 Kata
Seperti malam pada umumnya bar Headquartez menjadi bar yang paling banyak di datangi pengujung di kota Chicago. Rosie, Maddie serta Giovanno menghabiskan malamnya di bar tesebut. Dentuman musik membuat siapapun sulit untuk mengabaikannya, terlihat Rosie serta Maddie yang asyik menari di lantai dansa tersebut setelah meneguk beberapa birnya yang membuat tubuhnya terasa melayang. Hal yang serupa juga di rasakan Vanno, ia menyusul kekasihnya menuju lantai dansa dan menari bersama. Vanno memberikan ciumannya pada Rosie, ia mengulum bibirnya sembari menari bersama dengan kedua tubuh yang saling bersentuhan. Ritme musik itu berubah menjadi cepat membuat semuanya semakin larut dengan tariannya. Rosie menutup mulut dengan kedua tangannya saat Vanno mencumbuhi tubuhnya. "Wait! Aku rasa, Aku akan muntah.." ungkap Rosie berlari menuju toilet untuk memuntahkan isi perutnya. "Mau ke mana Rosie?" tanya Maddie pada Vanno. "Sepertinya dia terlalu banyak minum" balas Vanno melanjutkan kembali tariannya bersama Maddie. Rosie berlari menuju toilet dengan memegang mulutnya hingga ia benar-benar tiba lalu memuntahkan semuanya. "Ah.. s**t!" umpat Rosie kesal. Cukup lama ia berada di dalam kamar mandi sembari mencuci mukanya hingga suara teriakan terdengar dari luar toilet. Rosie keluar dengan penasaran dan mendapati semua orang berlari histeris saat sebuah api menjadi semakin besar. Melihat hal itu mata Rosie terbelalak, ia juga berlari untuk menyelamatkan dirinya. Ia berlari menuju lantai dansa untuk mencari Maddie dan juga Vanno namun ia tak mendapatinya. Api itu semakin besar melahap sebagian bar tersebut. "Maddie! Vanno! Di mana kalian?" teriak Rosie dengan rasa takut yang kini menyelimutinya. "Sial! di mana mereka?" Rosie merasakan tubuhnya yang terus saja di hantam oleh semua orang yang sedang berlari untuk menyelamatkan dirinya. Melihat api yang semakin membesar membuat Rosie mengurungkan niatnya mencari Maddie dan juga Vanno. Rosie berlari menuju pintu keluar yang saat ini sangat di padati semua pengunjung untuk keluar dari bar tersebut. Sedangkan Maddie dan juga Vanno berhasil keluar lebih dulu saat api itu bermunculan dan semua orang menjadi panik. Gerardo terlihat tersenyum menatap bar yang tak dapat ia miliki. "Apa yang tak bisa ku miliki juga tidak dapat di miliki siapapun" ungkapnya memperlebar senyumannya. Gerardo melihatnya dari tepi jalan di dalam mobilnya. Namun matanya tercekat saat mendapati Maddie wanita yang bersama Rosie saat Rosie menamparnya malam itu. "Dekatkan mobilnya!" pinta Gerado. Gerardo membuka kaca mobilnya agar dapat mendengar apa yang tengah di perbincangkan Maddie dengan lelaki tersebut. "Vanno! Apa yang kau lakukan di sini? Pergi dan selamatkan dia!" teriak Maddie dengan tangisannya. "Apinya sangat besar Maddie, sangat sulit untuk masuk ke dalam" balas Vanno dengan tubuhnya yang gemetar. "s**t! Kekasih macam apa kau ini! Rosie masih ada di dalam b******k!" teriak Maddie kembali. Mendengar hal itu mata Gerardo terbelalak. Tanpa membuang waktu ia keluar dari mobilnya lalu masuk ke dalam bar tersebut. "Gerard! Apa yang kau lakukan?!" teriak Allio dari dalam mobil yang di abaikan oleh Gerardo. Langkah besar Gerardo menyambar tubuh Vanno sebelum berhasil masuk ke dalam bar tersebut. "Minggir!" teriaknya sembari mendorong tubuh semua orang yang berdesakkan untuk keluar dari bar tersebut. "Hey bodoh.. Aku bilang minggir!" "Sial! kenapa anak itu berada di dalam bar ini!" Gerardo berhasil menembus kerumunan orang yang berada di pintu keluar lalu mencari Rosie. Api semakin besar melahap setengah dari bar itu, namun ia masih terus mencari Rosie hingga matanya tercekat mendapati Rosie yang sedang berjalan dengan sempoyongan serta wajah yang lemas. Gerardo berlari ke arahnya lalu menangkup tubuh Rosie saat ingin terjatuh ke lantai. Gerardo berhasil mengangkat tubuh ramping Rosie dengan dress yang tersibak naik. "Sial! kenapa juga anak ini memakai baju seperti ini" keluh Gerardo saat dress itu menyibak naik dan memperlihat paha mulusnya. Gerardo kembali berlari mengangkat tubuh Rosie yang kini kehilangan kesadarannya, Gerardo menerobos pintu keluar dengan kekuatan penuhnya hingga beberapa orang tersungkur karena tubuh Gerardo. Dengan kemejanya yang lusuh dan kotor, Gerardo berhasil membawa Rosie keluar dari bar tersebut. Ia membawanya masuk ke dalam mobil, di mana Allio dengan wajah bingungnya menatap Gerardo. "Siapa yang kau bawa ini?" tanya Allio. "Pindah ke kursi depan setelah itu jalankan mobilnya, NOW!!!" pinta Gerardo. Gerardo menyandarkan tubuh Rosie sembari mengambil jasnya lalu menutupi paha Rosie. Mobil itu melaju menuju apartemet Gerardo di mana Allio yang tampak penasaran dengan siapa wanita tersebut hingga ia teringat dengan wajah pelayan wanita di restoran tadi pagi yang ia datangi. "Dia pelayan itu?" tanya Allio. "Hm.. jangan layangkan pertanyaan saat ini pada ku, Allio. Suasana hati ku sedang buruk!" ungkap Gerardo. Gerardo terlihat sangat frustasi karena kebakaran yang di sebabkan olehnya membuat Rosie wanita yang menarik perhatiannya berada di sana dan hampir terpanggang di bar tersebut. Mobil itu berhasil tiba di apartement Gerardo. "Apa kau akan membawanya masuk ke dalam apartement mu?" tanya Allio. "Lalu? Apa Aku harus menidurkannya di apartement mu?" tanya Gerardo kembali dengan wajah sinis. Allio tak memiliki komentar lagi selain mengikuti Gerardo membawa Rosie menuju lantai apartementnya yang berada di lantai delapan gedung milik Gerardo. Sedangkan apartement milik Allio berada di lantai lima. "Kembali lah ke apartement mu. Aku yang akan mengurusnya, dan yah! minta pelayan mu datang ke apartement ku. Kau paham?" pinta Gerardo. "Hm.. baiklah" balas Allio singkat. Gerardo membaringkan tubuh Rosie di atas ranjangnya lalu tak lama seorang pelayan masuk ke dalam kamar Gerardo. "Ada apa Tn. Edmundo?" "Bersihkan tubuhnya dan buat ia terbangun" pinta Gerardo sembari membuka kemejanya yang kotor lalu masuk ke dalam kamar mandi. Pelayan tersebut melakukan perintah dari Gerardo, ia membersihkan tubuh Rosie yang kotor serta pakaiannya yang sedikit terbakar. Setelah semua ia lakukan, ia kembali keluar meninggalkan apartement milik Gerardo. Rosie masih belum mendapatkan kesadarannya di saat Gerardo yang kini sudah selesai membersihkan dirinya. Ia menatap ke arah Rosie yang belum juga tersadar. Langkahnya semakin dekat ke arah Rosie, Gerardo menyentuh rambut milik Rosie lalu beralih menuju hidung, pipi serta bibirnya. Gerardo menelan salivanya di mana ini adalah pertama kalinya ia berada di dalam sebuah kamar tanpa melakukan apapun dengan seorang wanita, di tambah lagi dengan kondisi Rosie yang saat ini hanya tergeletak pasrah. Gerardo meninggalkan tempat tidurnya lalu beralih menuju lemarinya sembari mengenakan piyama miliknya. Terlihat sangat jelas punggung atletis serta tubuh berototnya yang di bumbuhi dengan sagala macam tatto serta beberapa luka pada punggung serta lengannya. Gerardo berhasil mengenakan piyamanya bersamaan dengan Rosie yang perlahan-lahan mendapatkan kesadarannya. Rosie menatap langit-langit kamar milik Gerardo yang sama sekali tak pernah ia lihat sebelumnya, lalu pandangannya beralih menyusuri setiap sudut kamar Gerardo hingga pandangannya tercekat pada sebuah punggung lebar seorang lelaki yang memunggunginya. "Siapa Anda?" tanya Rosie sembari memegang kepalanya yang masih sangat berat. Mendengar pertanyaan itu membuat Gerardo membalikkan tubuhnya lalu menatap ke arah Rosie. "KAU?!" "Apa itu ucapan terima kasih dalam bahasa lain?" ungkap Gerardo sembari berjalan ke arahnya. "What? Apa maksud mu?" tanya Rosie bingung. "Kau hampir saja terpanggang dalam bar tadi" jelas Gerardo menyinggung soal bar terbakar yang di datangi Rosie serta Maddie dan juga Vanno. "Maddie, Vanno! Astaga.. Aku tak menemukannya. Aku harus mencarinya!" ucap Rosie yang beranjak dari tempat tidurnya. Namun baru dua langkah ia memaksakan dirinya ia malah terjatuh ke lantai. "Mereka sudah keluar sebelum Aku masuk menyelamatkan mu.." "Kau menyelamatkan ku?" "Lalu siapa? Kalau bukan Aku, kau tak mungkin selamat dan kau tak mungkin ada di sini!" jelas Gerardo. "Kembali ke tempat tidur, Aku rasa kau belum mendapatkan stamina mu kembali" lanjut Gerardo. "Apa kau yakin Maddie dan Vanno sudah berhasil keluar dari bar itu?" "Hm.. berkat pertengkaran mereka serta kekasih pengecut mu itu Aku mengetahui kalau kau berada di dalam" jelas Gerardo sembari meneguk minumannya. "Lalu di mana mereka?" "Mana Aku tau, Rosie. Itu bukan hal penting yang harus ku ketahui" balas Gerardo masa bodoh. Rosie terdiam saat dirinya berhasil duduk di tepi ranjang. Namun ia baru menyadari kalau pakaiannya telah berubah. Ia menatap marah pada Gerardo. "Hey..! Apa yang kau lakukan dengan pakaian ku?" tanya Rosie yang sudah kembali mendapatkan karakter dirinya yang sesungguhnya. "Sepertinya piyama itu tak cocok untuk mu.." ungkap Gerardo mengulas senyum. "Di mana baju ku?!" "Aku sudah membuangnya" balas Gerardo. "Aku harus kembali, berikan baju ku!" pinta Rosie. "Aku sudah menyuruh Allio membuangnya di tempat sampah di samping gedung apartement ini. Jika kau ingin mengambilnya, pergilah! Tapi sebelum itu, tanggalkan piyama ku terlebih dahulu!" jelas Gerardo dengan tatapan tajamnya. Mendengar hal itu Rosie semakin di buat kesal olehnya. Rosie tak memiliki pilihan lain selain menuruti perkataanya. "Yap! seperti itu. Harusnya kau patuh dengan perkataan ku" "Ini karena Aku tak memiliki pilihan lain!" tegas Rosie menatap marah pada Gerardo. "Jangan menatap ku penuh kebencian seperti itu, Rosie!" ucap Gerardo menangkup wajah Rosie dengan tangan kananya lalu mendorongnya hingga tubuh Rosie terbaring di atas ranjang. Tatapan tajam itu terarah pada wajah Rosie yang berubah takut. Gerardo menindih tubuhnya dengan tatapan yang beralih menuju leher serta bukit kembar milik Rosie yang terbalut dengan piyama miliknya. "Jangan memaksa ku untuk berbuat kasar pada mu!" bisik Gerardo yang membuat Rosie meremang. Rosie menalan salivanya saat ketakutannya melanda. Ia mencengkram erat sprei tempat tidur Gerardo saat merasakan hembusan napas Gerardo yang menyapu wajahnya. Gerardo mendekatkan wajahnya hingga hampir mengenai bibir Rosie namun Rosie berhasil memalingkan wajahnya hingga rahang Gerardo kembali mengeras. Karena hal itu Gerardo beranjak dari tubuh Rosie lalu menatapnya dengan senyum yang tak dapat di artikan oleh siapapun. "Iya.. kau bisa menolaknya. Tapi, ku pastikan nanti kau akan merengek pada ku untuk mendapat ciuman dari ku" jelas Gerardo kembali meneguk minumannya. "Aku ingin pulang!" ucap Rosie gugup. "No! Kau akan tidur bersama ku malam ini" balas Gerardo santai. Rosie terdiam, ia tak berani berkomentar. Ia takut akan Gerardo yang nekat melakukan sesuatu yang buruk jika ia terlalu banyak bicara saat ini. Melihat Rosie yang tak membantah ucapannya membuat Gerardo tersenyum puas dan merasakan kemenangannya. "Iya.. seharusnya kau bersikap seperti itu pada ku, sayang.." ungkap Gerardo puas. "Kau hanya perlu menahan diri mu untuk malam ini saja, Rosie" batin Rosie. "Apa kau ingin melanjutkan minum mu yang tadi terhenti karena kebakaran itu?" tanya Gerardo menyuguhkan minuman itu pada Rosie. "Tidak" balas Rosie singkat. "Aku ingin menemani ku minum bersama" pinta Gerardo mengelus wajah Rosie. Lagi dan lagi Rosie tak dapat mengelak permintaan Gerardo yang kini sudah menyodorkan minuman itu padanya. Rosie meneguk wine itu hanya dengan sekali tegukan. Rasa manis yang menyentuh bibir serta tenggerokannya membuat darah mendidih Rosie sedikit lebih baik. "Kenapa kau menyelamatkan ku?" tanya Rosie. "Karena Aku ingin memiliki mu" balas Gerardo santai. "Aku serius menanyakan hal---" "Aku juga serius, Rosie sayang..." sela Gerardo memamerkan senyum tampannya. "Okay.. kalau seperti itu. Aku akan membalik pertanyaannya... kenapa kau ingin memiliki ku? Bukannya kita tidak saling mengenal?" tanya Rosie kembali. "Aku selalu tak memiliki alasan untuk apa yang ingin ku miliki. Aku hanya menginginkan mu. Dan sifat buruk ku adalah apa yang ku inginkan harus ku dapatkan.. like you, Aku bahkan menerjang api yang sulit di lakukan kekasih pengecut mu itu untuk menyelamatkan mu" jelas Gerardo yang membuat Rosie tercengang. "Tapi, sayangnya kau tak bisa memiliki ku.. Tn. Edmundo" jelas Rosie. "Edmundo? Sepertinya kau sudah tau nama ku" ucap Gerardo kembali meneguk winenya. "Aku pastikan kau akan menjadi milik ku, Rosie. Jika pun tidak, Aku terpaksa melakukan apa yang biasa ku lakukan jika sesuatu itu tidak menjadi milik ku" jelas Gerardo. "Seperti apa yang terjadi pada bar tadi" lanjut Gerardo dalam hati. "Terserah kau! Yang jelas, Aku tidak akan pernah jadi milik mu!" tegas Rosie. "Kita lihat saja nanti" balas Gerardo tertawa. Botol wine itu berhasil di habiskan oleh Rosie dan juga Gerardo. "Sepertinya kau juga sangat kuat minum" ungkap Gerardo menatap Rosie. "Semuanya tergantung mood ku. Dan saat mood ku hancur atau kesal namun tak bisa ku lepaskan Aku bisa menghabiskan botol ini hanya seorang diri" jelas Rosie. Mendengar hal itu Gerardo tertawa menangkap apa yang sebenarnya ingin di katakan Rosie. "So.. bisa ku bilang saat ini kau sangat marah, right?" "Hm" balas Rosie singkat. "Sepertinya Aku semakin menginginkan mu, Rosie sayang.." Rosie beranjak dari sofanya lalu menaiki tempat tidur Gerardo. "So.. Aku sudah menemani mu minum. Dan kau menyuruh ku untuk tetap di sini hingga pagi. Okay.. Aku akan mengikuti semuanya. Aku akan tidur malam ini dan kau harus merelakan tempat tidur mu ini menjadi milik ku semalam!" jelas Rosie. "Aku tak pernah mengikuti perintah oleh siapapun orang itu Rosie.." balas Gerardo menyusul Rosie untuk naik di atas ranjang miliknya. "Aku tak mungkin melewatkan malam ini untuk tidak bersama mu di atas ranjang ku.." lanjut Gerardo berbisik yang membuat tengkuk Rosie meremang. Rosie menarik napasnya panjang serta memejamkan matanya agar tidak terpancing dengan ulah Gerardo malam ini. "Semakin kau melarang ku.. semakin Aku ingin melanggarnya. Jadi, tetap diam dan jangan memerintah ku!" tegas Gerardo menangkup wajah Rosie. Nyali Rosie kembali menciut, suasana hati Gerardo sangat sulit di baca olehnya. ia hanya perlu menahan dirinya hingga matahari terbit kembali dan terlepas dari Gerardo. Rosie melirik Gerardo yang saat ini sudah lebih dulu tertidur pulas di sebelahnya. Rosie dapat melihat tubuh kekarnya dari jarak yang sangat dekat. Pikirannya kini melayang, namun ia harus mengontrol dirinya agar tidak terpancing oleh tubuh menggoda dari Gerardo yang tentu saja tak di miliki Vanno kekasihnya. Cukup lama ia bergelut dengan pikirannya hingga rasa kantuk itu semakin menyelimutinya lalu ia terlelap di dalam tidurnya. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN