Bab 3 Rubyza Andara Hanyalah Sampah di Matanya

1966 Kata
Hening kembali. Kali ini cukup lama. Ruby pikir, mungkin Aidan telah menyuruh sang pelayan agar tidak membuka pintu untuknya, tapi begitu dia hendak pergi dengan kecewa, suara di interkom kembali terdengar: “Mohon tunggu sebentar!” Wajah Ruby sedikit menjadi cerah. Kekuasaan keluarga Aidan tidak bisa dibilang enteng, mereka adalah salah satu keluarga terkaya di ibukota. Aidan Huo pasti bisa menjadi jalan keluarnya! Tapi, nasib seperti mempermainkannya. Ketika tiba di teras, bukan Aidan yang datang menemuinya melainkan ular betina yang sudah merusak rumah tangganya di masa lalu—pernikahan pertama Ruby. “Belinda?” ucap Ruby tercekat kaget, menatap wanita itu memakai pakaian tidur dari kain sutra yang sangat halus dan terlihat mahal. Ruby yang sudah belajar move on sejak bercerai dengan Aidan, mulai memutus semua koneksi dengan sang cinta pertama, dan tidak mau mendengar apa pun tentangnya lagi, tidak sangka ternyata mereka sudah seberani ini. Tinggal di atap yang sama? Menjijikkan! Entah mereka belum menikah atau tidak, seharusnya Ruby tidak peduli. Tapi, rasa sakit menusuknya melihat cinta pertamanya sekaligus mantan suami pertamanya itu, kini berada satu atap dengan wanita ular yang sudah merusak rumah tangga mereka di masa lalu, dan malah sepertinya terlihat akur seperti pasangan cinta sejati. Keadaan ini, bagi siapa pun, sulit diterima bagaimanapun juga. Belinda tersenyum jahat sambil bersedekap melihatnya jijik. “Rubyza Andara. Ternyata kamu masih punya muka datang ke tempat ini. Tidak sangka ternyata kamu benar-benar menjadi seorang kriminal sekarang. Heh! Tidak takut aku menelepon polisi?” “Diam! Hentikan omong kosongmu! Di mana Aidan?!” desis Ruby menahan kesal, kedua tangan yang memakai gelang borgol dieratkan di dalam saku jaket usangnya, wajah berubah serius. Sampai saat ini, sejujurnya dia masih tidak bisa memaafkan perbuatan dua pasangan jahat itu, tapi dia tidak punya tempat untuk meminta tolong lagi. Aidan sudah dikenalnya selama bertahun-tahun sejak kecil. Setidaknya, dia harus mencoba. Toh, mereka dulu pernah menjadi suami istri, bukan? Beberapa saat lalu, ketika dia hendak ke mansion keluarganya, Ruby tidak sengaja melihat sebuah tayangan televisi mengenai wawancara kedua orang tuanya sendiri. Apa kejutannya? Hah! Tidak begitu mengejutkan. Seperti yang sudah-sudah ketika dia bermasalah dan tidak ada yang mau menolongnya, keluarganya sendiri tidak ada yang mau mengakuinya, dan malah memakinya. “Mau apa? Minta dia menyelesaikan masalahmu seperti dulu? Rubyza Andara, sadarlah, Aidan sangat membencimu. Kamu benar-benar wanita tidak tahu malu!” Ruby tidak peduli, langsung berteriak memanggil-manggil nama sang mantan suami, mendorong Belinda agar bisa masuk ke ruang tamu. “Aidan! Aidan! Aku tahu kamu ada di sini! Aku mohon, aku ingin bicara denganmu sebentar saja!” Belinda kaget setelah didorong kencang olehnya, wajahnya langsung memerah kesal, dan menjerit marah. “Apa-apaan kamu ini?! Masuk ke rumah orang sembarangan! Apa setelah jadi kriminal dan main dengan banyak pria, semua sikapmu jadi murahan dan kasar begini?” sinisnya dengan wajah cantik yang mengerut jelek seperti nenek sihir. Ruby tidak peduli, langsung menaiki tangga dengan kakinya yang sedikit pincang, mencari keberadaan Aidan secepat mungkin. Kamar pria itu ada di lantai 2, mungkin dia belum bangun? Padahal biasanya dia paling cepat bangunnya. “Aidan! Aidan!” Ruby terus meneriakkan nama sang pemilik mansion, membuat Belinda melotot galak dan bergegas ke arahnya. “Lepaskan! Aku ingin bertemu dengan Aidan!” “Aidan tidak mau bertemu denganmu! Jangan gila!” bentak Belinda, menarik kencang lengan Ruby hingga kakinya keseleo gara-gara tiba-tiba berbalik begitu saja. Ringisan datang dengan cepat dari bibir Ruby, tapi dia tidak bisa berhenti sekarang! “Memang kamu siapanya Aidan? Apa kamu istrinya? Kapan kalian menikah, hah?!” Kalimat itu menohok Belinda, langsung naik darah! “Aku adalah kekasih Aidan! Itu sama saja aku adalah istrinya! Artinya juga berhak mengizinkan siapa pun masuk di sini dan siapa yang tidak! Cepat pergi sebelum Aidan murka! “Aidan! Aidan!” Ruby mengabaikannya, berteriak semakin kencang dan frustasi, menarik lengannya yang ditahan oleh Belinda sekuat tenaga agar tidak sampai ke lantai 2. Namun, Ruby terus memaksakan dirinya meski sudah gemetar kelelahan dan kelaparan. Ini adalah kesempatan terakhirnya dengan segala taruhan yang ada. Tiket emasnya untuk bisa bebas dari ancaman dipenjara! Kedua orang ini sangat berisik, sampai membuat para pengurus rumah mengintip takut-takut. Tak berapa lama kemudian, dari atas tepi tangga, sesosok pria dalam balutan kimono putih elegan menatap keduanya yang saling tarik menarik dan memaki satu sama lain. “Ada apa ini?” tanya sosok pendatang baru ini, sangat dingin. Kedua wanita itu seketika berhenti. Momen ketika pria itu muncul, Ruby bisa merasakan aura yang sangat berbeda dari semua orang di sekitarnya. Atmosfer di sekitarnya seketika turun beberapa derajat. Aidan Huo adalah pria yang sangat dingin dan dewasa. Dia tidak bisa dibandingkan dengan Alaric, meski sama-sama menampilkan sikap dingin mereka. Bulu kuduk Ruby langsung berdiri tegak! Sudah lama tidak melihatnya, mantan suami pertama sekaligus cinta pertamanya itu semakin tampan saja. Entah kenapa, rasa ‘nyut’ hadir kembali di hatinya memikirkan bahwa pria yang pernah dikejarnya itu sampai menjadi bodoh dan dicap gila, malah menyukai wanita lain begitu dalam dan sangat romantis. Belinda dengan sikap lemah lembut sok anggunnya, langsung berjinjit naik ke arah sang pria, meraih lengannya dengan manja. “Sayang, kamu tahu, kan, berita tentang dia itu? Dia sungguh tidak tahu malu datang ke sini setelah apa yang telah diperbuatnya di masa lalu.” Ruby mau muntah dibuatnya melihat sandiwara Belinda, tapi dia menahan diri. Yang dihadapinya sekarang adalah Aidan Huo, pria yang sangat membencinya, tapi punya kuasa hebat, besar kemungkinan bisa menolongnya dari fitnah yang sedang menimpanya. Ruby melemahkan suaranya, terdengar sedikit lembut, “Aidan, apa kita bisa bicara sebentar?” Wajah Ruby memelas sedih, sorot matanya penuh harap pada sosok dingin dan tinggi bak supermodel tersebut. Pria tampan itu hanya menatapnya dingin tanpa membalasnya sedikit pun. “Aidan...” gumam Ruby pelan, sangat memohon dan kasihan. “Siapa yang mengizinkan sampah masuk ke tempat ini?” ucapnya dingin, melirik kepada Belinda yang masih menempel kepadanya. Perkataan kejam pria itu membuat darah Ruby membeku. Mata membelalak syok. Wajah Belinda pura-pura terlihat manis, mata mengerjap sok baik, padahal dalam hati bersorak gembira. “Aidan, katanya dia mau minta tolong kepadamu. Aku bukannya tidak mau menolong, atau pun tidak punya hati, tapi, kamu tahu, kan kalau hatiku masih agak sulit memaafkannya?” Wanita ular itu merajuk dengan sikap sok manis palsunya. Nadi di pelipis Ruby berdenyut kesal. Dia yang dulu terkenal sangat cantik di masa jayanya, memang sekarang hanya bisa berpenampilan kacau, wajah kusam dan kotor. Tapi, apa-apaan dengan kata ‘sampah’ itu? Kedua mata dipejamkan lelah, lalu menatap serius kepada pria di depannya, “aku mohon. Sekali ini saja bantu aku, Aidan. Aku sama sekali tidak bersalah! Aku bersumpah! Aku sama sekali tidak pernah memiliki niat untuk melukai siapa pun!” Ruby mengatakannya dengan penuh tekanan dan keseriusan di wajah dan sikapnya. Hening beberapa saat. Mata dingin dan gelap Aidan sama dinginnya dengan suaranya. Kalimat itu diucapkan dengan lambat-lambat: “Tempat ini tidak menerima sampah bau dan menjijikkan. Buang keluar.” Ruby syok. Pria itu lebih berbicara kepada Belinda ketimbang dirinya yang jelas-jelas mengajaknya berbicaranya. Hati Ruby mendingin hebat. Dia masih bisa menerima sindiran sebelumnya, tapi mendengar kata ‘buang’, seolah membuka luka lama di hatinya. Aidan Huo dulu sudah membuangnya. Keluarganya juga sudah membuangnya. Para pria yang dulu menikah dengannya juga membuangnya. Kenalan, teman, sampai sahabatnya sendiri juga menjauh darinya. Apa lagi sebutan dari itu semua kalau bukan ‘dibuang’? Kemudian, Alaric.... “Aidan!” pekik Ruby tinggi, sangat marah! Segera maju ke atas, mengabaikan betapa dempet kedua manusia itu. Hanya Tuhan yang tahu apa yang telah mereka lakukan selama berada dalam satu atap. Setiap hal ini menyisip masuk ke dalam pikirannya, Ruby tidak bisa menolak rasa sakit nyeri di hatinya. Dia pikir, karena sudah belajar melepaskannya, dan sudah jatuh cinta kepada Alaric, rasa sakit itu tidak akan muncul lagi di hatinya. Tapi, ternyata dia salah sekali lagi. Belinda menahan tubuh Ruby untuk mendekat, “apa kamu tidak paham juga? Atau tuli? Aidan bilang kamu tidak diizinkan berada di sini. Kamu sungguh bau dan jorok. Ihhh! Menjijikkan!” Belinda mendorong tubuh Ruby hingga nyaris jatuh ke belakang tangga. Untungnya, dengan cepat tangan Ruby meraih susuran tangga. Dia pun berteriak marah, “Belinda! Kamu sungguh keterlaluan!” Wanita ular itu kembali berakting, memeluk lengan Aidan yang menatap Ruby dengan tatapannya yang sangat dingin penuh kebencian. “Aidan sayang, kamu dengar? Dia sekarang playing victim! Jelas-jelas dialah penjahatnya, tapi seolah-olah kitalah yang membuatnya menderita. Dia memang wanita manipulatif, kan? Aku tidak salah memperingatimu. Untung kamu segera sadar, sayang. Rasa tidak enak di hatiku jadi sedikit lega.” Sorot mata Ruby mengganas, menahan amarah yang ingin tumpah menyeruak keluar dari tubuhnya, suaranya mendesis tertahan, “ternyata kamu masih sama bodohnya dengan yang dulu, Aidan Huo. Kenapa kamu tidak bisa melihat kebenaran yang ada? Apa kamu sebegitu membenciku sampai-sampai menutup mata pada semua hal?” Ada rasa sakit di hati Ruby ketika mengatakan ini. Dia memang sangat bodoh mengejar-ngejar cinta pria super dingin dan angkuh itu di masa lalu, tapi apa mau dikata? Cinta membutakan akal sehatnya kala itu, melumpuhkan logika. Sekarang, ketika dia telah berhasil mengikis sedikit demi sedikit rasa cinta itu dengan susah payah, matanya perlahan terbuka dan menerima kenyataan kalau cintanya terhadap Aidan Huo di masa lalu hanyalah sia-sia belaka. Sudut bibir Aidan tertarik dingin, matanya mendatar penuh hinaan, berkata sinis, tenang dan sangat pelan, “tidak sangka sampah bisa berbicara begitu bijak. Kenapa tidak kamu gunakan saja keahlianmu itu di depan pengadilan dan polisi?” Usai berkata begini, dia menoleh ke arah Belinda, mengencangkan wajah galak menahan amarah. “Jika kamu membiarkan sembarangan orang masuk, berikutnya kamulah yang akan keluar dari tempat ini.” Belinda syok, langsung melirik penuh kebencian kepada Ruby. “Aidan!” teriak Ruby kesal, Dengan aura dingin dan gelapnya, Aidan mengeraskan rahang menatap Belinda, berkata super tenang tapi terdengar menggeram kuat seiring bulu matanya merendah angkuh, “buang. sampah. pada tempatnya. Belinda.” Akal sehat kembali menyetrum otak Ruby, dia menggelengkan kepala panik. Ini bukan saatnya untuk bertengkar! Dia harus meminta bantuan mantan suaminya itu, apa pun risikonya! “Aidan! Tolong dengarkan aku! Kalau kamu bersedia membantuku sekali ini saja, aku akan melakukan apa pun yang kamu inginkan!” Dengan cepat, dia mendorong kuat Belinda dari hadapannya, menghentikan Aidan yang hendak berbalik meninggalkan tempat itu. Sebelah lengan sang pria ditahan kuat-kuat dengan kedua tangannya, menatap nanar kepada pria itu. “Aidan! Aku mohon! Tolonglah aku! Aku benar-benar tidak bersalah! Aku berjanji akan menjadikan ini hutang budi seumur hidup! Juga berjanji, tidak akan pernah mengganggu hidupmu lagi kecuali kamu yang akan menagih hutang ini kepadaku!” Wajah Aidan menggelap dingin, semakin tidak suka dengan sikap sang wanita yang menahannya. “Apa sampah punya hak melakukan negosisasi denganku?” “Aidan!” “Keluar dari tempat ini sebelum aku memanggil polisi,” ancamnya dingin dengan mata memicing kuat, sama sekali tidak ada keramahan dalam suaranya. Ruby memucat. Ternyata Aidan Huo masihlah sangat kejam seperti dulu. Dia benar-benar pria dingin tak tersentuh. Lengan sang pria ditarik begitu kuat, melepaskan cengkeraman sang wanita. Membuat Ruby tertegun syok, merasa kehilangan harapan terakhirnya. “Buang sampahnya!” teriaknya kepada Belinda, suaranya meraung murka. Belinda meringis gelap sangat jelek, menggertakkan gigi marah, sangat kesal Aidan tiba-tiba bersikap kasar gara-gara wanita sialan itu! Ruby menyentakkan cengkeraman Belinda, lalu menoleh marah ke arah punggung sang pria, menjerit frustasi, “aku bukanlah sampah! Aku adalah mantan istrimu, Aidan! Seburuk apa pun aku di matamu, apakah aku sama sekali hanya bisa disamakan dengan seonggok sampah? Apa selama satu tahun lebih pernikahan kita, sama sekali tak ada apa pun di hati nuranimu itu? Aku tahu kamu mustahil mencintaiku, tapi tidak bisakah kamu memperlakukanku sebagai manusia sedikit saja?” Ada getaran amarah yang hadir di dadanya, membuat suara Ruby perlahan akhirnya pecah. Air matanya meluruh dahsyat. Matanya yang berkaca-kaca menatap punggung yang berhenti tak jauh darinya. Tidak ada yang mau menolongnya di dunia ini ternyata! Rasa tidak berdaya sedikit demi sedikit melahapnya dari dalam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN